Pelajar, Mahasiswa Hingga Wartawan Unjuk Rasa di Kota Baja

Sejumlah jurnalis saat menggelar aksi solidaritas kekerasan terhadap wartawan oleh oknum kepolisian, Kamis (26/9). LUKMAN HAPIDIN/BANTEN POS

CILEGON, BANPOS – Dari jurnalis, mahasiswa sampai anak SLTA sederajat menggelar aksi unjuk rasa di Kota Cilegon. Serangkaian kejadian tersebut dimulai dari pagi hingga sore hari untuk menyuarakan berbagai persoalan yang terjadi beberapa hari ini.

Pantauan dilokasi sekitar pukul 11.00 Wib, diawali dari sejumlah jurnalis yang bertugas di Kota Cilegon berunjuk rasa di Landmark Kota Cilegon, Kamis (26/9).

Dalam aksinya para jurnalis dari berbagai media tersebut menyuarakan kutukan atas aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian pada saat unjuk rasa terkait RUU kontroversial di Jakarta dan sejumlah daerah.

Aksi unjuk rasa oleh jurnalis media online, cetak, dan televisi itu dikawal ketat oleh puluhan anggota kepolisian Polres Cilegon. Dalam aksinya sejumlah spanduk dan karton yang bertuliskan kalimat kecaman dan ekspresi kekecewaan dibentangkan.

Iqbal Multatuli, jurnalis Detik.com dalam orasinya menyayangkan sikap aparat kepolisian yang seharusnya menjadi mitra dan pengayom masyarakat justru bersikap tidak etis dengan cara memukul dan merusak alat kerja jurnalis.

Ia meminta kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menindak tegas aparat yang telah bersikap seperti itu. “Ini tidak bisa didiamkan, ini harus ditindak,” ujar Iqbal di tengah-tengah orasi.

Mengatasnamakan apapun, lanjut Iqbal, aksi kekerasan tidak bisa dibenarkan, terlebih aksi itu dilakukan kepada awak media yang sedang bertugas melakukan peliputan.

Kejadian yang terjadi pada unjuk rasa RUU kontroversial menurutnya sangat mungkin terjadi di daerah-daerah lain, termasuk Kota Cilegon. “Sebagai se profesi kita prihatin dan mengultimatum kepolisian agar tak kembali melakukan hal tersebut,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Pokja Harian Wartawan Cilegon Ronald Siagian dalam orasinya menuturkan, aksi kekerasan terhadap jurnalis saat melaksanakan tugas peliputan tidak hanya terjadi kali ini saja, sudah banyak kasus serupa namun tidak pernah ada penyelesaian.

Tugas jurnalis, lanjut Ronald dilindungi oleh undang-undang, dan sebagai aparat seharusnya anggota kepolisian memahami hal itu sehingga kasus serupa tak lagi terulang untuk kesekian kalinya.

“Polisi harus berani mengevaluasi terhadap anggota yang telah melakukan pelanggaran, aksi kekerasa tidak bisa dibenarkan atas alasan apapun,” paparnya.

Ia berharap, hal tersebut tak kembali terjadi di daerah manapun. Peristiwa yang terjadi diharapkan dijadikan pelajaran oleh aparat kepolisian, sehingga gesekan antara aparat dengan jurnalis tak kembali terjadi.

Sementara itu, pada sore harinya sekitar pukul 14.00 WIB, sekitar 800 mahasiswa dan pelajar di Kota Cilegon menggelar aksi demo di Gedung DPRD Kota Cilegon. Aksi itu menolak RKUHP dan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Aksi tersebut mendapatkan pengawalan ketat kepolisian dengan menyiagakan mobil water canon.

“Massa ada sekitar 800 dari BEM mahasiswa c Cilegon, ada juga pelajar STM di Cilegon. Pelajar STM ini ikut-ikutan sendiri, tidak ada yang ngajak,” ujar Rizki, salah seorang mahasiswa yang ikut berunjuk rasa.

Dalam aksinya mahasiswa mengenakan berbagai seragam almamater, seperti dari Al-Khairiyah, LP3I, Untirta, Al-Ishlah Cilegon dan berbagai STM di Cilegon.

Seiring berjalannya waktu massa mahasiswa juga semakin banyak. Dengan membawa berbagai atribut, mereka menyampaikan aspirasi agar didengar para wakil rakyat.

Sementara itu, Koordinator Lapangan (Korlap) STIA Al Khariyah Citangkil, Cecep Infanudin menyatakan, ada sejumlah tuntutan yang disampaikan dalam aksi yang dilakukan di DRPD. Pertama, mahasiswa Cilegon mendesak Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo untuk memberikan sanksi tegas dan menghukum kepada pelaku pembakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Kedua, mahasiswa juga menolak pengesahan RUU KUHP dan RUU Pertahanan. Mahasiswa juga menolak revisi undang-undang KPK.

“Aksi yang kami lakukan ini bukan tanpa sebab. Tapi, kami meminta agar Presiden mengusut tuntas dan memberikan sanksi tegas terhadap pembakaran hutan di Indonesia. Bahkan, kami juga meminta pula agar presiden pun mencabut guna usaha di Indonesia,” kata Cecep.

Lebih Ianjut, Cecep pun meminta, kepada presiden dan aparat penegak hukum dan DPR RI untuk bersama-sama memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap pelaku korupsi karena keberadaanya menurunkan martabat bangsa yang menyebabkan kerugian ekonomi bagi negara.

“Jika bapak-bapak DPR di Cilegon tidak mendengarkan aspirasi kami, kami janji akan terus melanjutkan aksi ini,” pungkasnya.

Disisi lain, ratusan siswa tehnik mesin (STM) se-Kota Cilegon dan Serang mengaku kecewa dengan pihak kepolisian yang melarang mereka untuk ikut bergabung, dengan ratusan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kota Cilegon, menolak Revisi UU KPK dan RUU KUHP.

Salah satu siswa Faisal mengatakan, dirinya datang untuk ikut bergabung karena mendapat undangan dari pihak mahasiswa, untuk ikut aksi unjuk rasa tersebut. Namun, para siswa ini dihadang oleh pihak kepolisian dengan alasan aksi mereka tidak berizin.

“Kami datang kan karena ada undangan dari mahasiswa melalui media sosial, mereka mengajak bergabung dalam aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD, jadi kami engga tahu menahu masalah izin,” ujar Faisal.

Faisal juga mengungkapkan, kedatangannya dengan teman-teman lainya untuk menyampaikan aspirasi rakyat, salah satunya tentang penolakan RUU KUHP dan KPK, dimana kedua rancangan tersebut tidak berpihak pada rakyat.

“Masa ayam masuk ke pekarangan tetangga di denda, saya memilihara banyak ayam soalnya,” ujarnya. (LUK/RUL)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *