JAKARTA,BANPOS- 27 Januari lalu, Kabinet Indonesia Maju genap berusia100 hari. Banyak pihak yang menyoroti kurang gregetnya peran Wapres Ma’ruf Amin dalam kabinet. Sampai-sampai tagar #WapresBoneka pun trending di Twitter.
Sampai kemarin, banyak warganet yang melambungkan tagar itu. Tagar tersebut dikaitkan dengan beragam tema. Ada dengan soal musibah yang terjadi di daerah, ada dengan wabah virus corona, sampai dengan kunjungan Kiai Ma’ruf ke Banten, kemarin.
Kritiknya pedas-pedah. Bahkan banyak yang menggunakan kata tak pantas. Namun, pihak Wapres tak ambil pusing dengan hal ini.
Jubir Wapres, Masduki Baidlowi, menyatakan tidak masalah dengan trendingnya tagar #WapresBoneka. Baginya, itu hak publik dalam menilai. “Ya silakan aja orang bilang Wapres boneka, ban serap atau apa,” kata Masduki, ketika berbincang dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.
Yang pasti, lanjut dia, posisi Wapres secara struktural berada di bawah Presiden. Fungsinya adalah koordinasi. Tidak boleh Wapres lebih menonjol dari Presiden.
“Wapres tidak ingin apakah dalam pemberitaan, dan lain-lainnya ingin menyaingi Presiden. Beliau tidak ingin adanya matahari kembar,” tambahnya.
Makanya, gaya Kiai Ma’ruf tidak perlu dipersandingkan dengan gaya Jusuf Kalla (JK). Masduki kemudian mencontohkan gaya kepemimpinan Wapres Boediono di era SBY. Menurutnya, gaya kalem Boediono hampir sama dengan Kiai Ma’ruf. Tidak tampil lebih menonjol dari Presiden.
“Kalau disandingkan dengan Pak JK, ya dengan gaya khas Makassar-nya, lalu dibandingkan dengan KH Maruf, yang adalah seorang Kiai NU, ulama besar, Ketum MUI, ya… monggo saja. Tapi, style-nya tetap beda-beda,” ucap Masduki.
Menurut Masduki, Kiai Ma’ruf tak akan mengubah gaya. Yang diprioritaskan adalah kerja. Bukan untuk terlihat orang. “Gaya dari Wapres ini kan kalem, kebapakan, tidak terlalu butuh popularitasnya digeber. Ya langsam-langsam aja lah pemberitaanya,” sambungnya.
Yang terpenting, tambah dia, sejauh ini Kiai Ma’ruf tidak punya hambatan apa pun dalam menjalankan tugasnya. Ada sejumlah program yang diberikan Presiden kepada Wapres. Antara lain terkait penanganan terorisme dan radikalisme.
Menurut Masduki, ada sejumlah perubahan yang dilakukan Kiai Ma’ruf dalam penanganan terorisme dan radikalisme. Terobosan baru itu lebih efektif dari pada sebelumnya.
“Penanganan masalah radikalisme itu sebelumnya kan lebih banyak di aspek hilir. Dikejar-kejar, dipenjara, dicari-cari terorisnya. Itu kan di hilir. Sekarang yang dilakukan Wapres harus diseimbangkan di hilir dan hulu,” terangnya.
Selain itu, Wapres juga fokus pada program pengentasan kemiskinan. Sebagian besar dilakukan dengan pemberian bantuan sosial dan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Lalu, soal ekonomi syariah sudah berjalan. Salah satunya di sektor pariwisata.
“Pariwasata halal itu sudah jalan, walaupun sampai sekarang masih dikomunikasikan intensif agar tidak salah paham. Bukan syariatisasi atau menghalalkan tempat wisatanya, tapi lebih kepada services atau pelayanan. Bagaimana makanan halal, ada muasalnya, dan lain-lain,” jelas dia.
Pengamat politik Hendri Satrio ikut berkomentar mengenai 100 hari peme rintahan Jokowi-Ma’ruf. Dia tidak sepakat dengan penyebutan wapres boneka ke Kiai Ma’ruf.
Menurutnya, peran Kiai Ma’ruf hanya kurang maksimal bila dibandingkan dengan Wapres sebelumnya di 100 hari pertama periode awal Jokowi. Perbedaan itu, kata dia, karena waktu itu Jokowi masih awal-awal du duk di posisi RI 1.
Sementara JK sudah pernah berpengalaman sebagai Wapres. “Jadi, peran Pak JK sangat dibutuhkan. Nah, sekarang Pak Ma’ruf perannya tidak terlalu banyak di awal-awal ini. Yang paling penting kan peran besar Kiai Maruf untuk mengantarkan Pak Jokowi menang di periode kedua kan sudah dilaksanakan,” ucapnya. (SAR/AZM/RMCO)
Tinggalkan Balasan