Pelajar dan Mahasiswa Mumet, Pembelajaran Jarak Jauh Memperbanyak Tugas

SERANG, BANPOS – Walaupun para pelajar dan mahasiswa taat untuk menerapkan kebijakan social distancing dengan belajar di rumah saja. Namun, akibat menumpuknya tugas, akhirnya para pelajar menyatakan mumet dengan pembelajaran jarak jauh.

Hal tersebut berdasarkan riset yang dilakukan oleh Badan pengurus harian ikatan mahasiswa pendidikan luar sekolah indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (BPH Imadiklus Untirta).

Ketua BPH Imadiklus Untirta, Angga, menyatakan bahwa kebijakan penerapan social distancing dinilai sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan berdasarkan jenis kelamin, antara laki-laki dan perempuan, hampir sebagian besar berpendapat baik terhadap penerapan social distancing, dengan hasil di atas 50 persen.

“Untuk laki-laki dihasilkan 84 persen, dan perempuan sejumlah 86 persen,” tuturnya.

Angga menyatakan, para pelajar dan mahasiswa tersebut merasa tidak terganggu dengan adanya kebijakan social distancing yang diterapkan oleh pemerintah.

“Hampir sebagaian besar tidak terganggu dengan penerapan social distancing ini, dengan hasil di atas 50 persen, untuk laki-laki 67 persen dan perempuan 68 persen,” jelasnya.

“Hampir sebagaian besar, mereka benar-benar di rumah pada saat kebijakan sosial distancing ini diterapkan,” tuturnya.

Kata dia, kebanyakan dari mereka pada saat berada dirumah aktivitasnya yaitu mengerjakan tugas dan refreshing di rumah dengan membaca buku serta menonton televisi. Berdasarkan tingkat pembagian kelas dan tingkat kuliah, kegiatan yang sering dilakukan pada saat berada di dalam rumah yaitu sebagian refreshing di rumah dengan membaca buku, menonton dan bermain media social.

“Meskipun kebijakan social distancing ini dinilai cukup baik, namun mereka tidak senang jika harus terus belajar dan beraktivitas di dalam rumah. Terbukti, berdasarkan tingkat pembagian kelas dan tingkat kuliah, hampir sebagaian besar mereka merasa tidak senang,” jelasnya.

Ia memberikan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah dan masyarakat. Pertama, Pemerintah membanjiri informasi terkait social distancing di media social dan internet. Kemudian, Pemerintah perlu membuat gugus hingga tingkat RT agar kebijakan social distancing dapat berjalan hingga akar rumput.

“Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dengan cara melaksanakan, mengingatkan, menegur, dan menjalankan tentang pentingnya social distancing,” katanya.

Mereka tidak masalah akan kebijakannya, tapi secara psikologi mereka tidak merasa nyaman berada beraktivitas dan belajar di rumah. Untuk itu, Pemerintah diharapkan memberi akses internet gratis bagi mahasiswa dan pelajar untuk mengerjakan tugas, agar tidak terhambat dalam pembelajaran sistem daring.

Terpisah, para pelajar di Kota Serang juga mengaku ‘mumet’ dengan pembelajaran daring. Hal ini karena banyak tugas yang diberikan oleh para guru dalam metode pembelajaran secara daring tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh siswi salah satu SMP Negeri di Kota Serang, Indri Sri Lestari. Menurutnya, kegiatan belajar di rumah secara daring memang lebih santai. Salah satu alasannya karena bisa lebih leluasa dalam memilih posisi belajar.

“Menurut pendapat saya enak-enak aja belajar di rumah. Karena bisa mencari posisi yang paling nyaman dalam belajar,” ujarnya saat dihubungi melalui pesan singkat.

Namun menurutnya, tugas-tugas yang dibebankan oleh para guru menjadi salah satu hal yang tidak mengenakkan dalam proses belajar di rumah. Ia mengaku tugas tersebut membuat dirinya mumet.

“Tugas sekolah terlalu banyak, ada yang dimengerti dan ada yang tidak. Jadi kalau kondisinya seperti ini sih menurut saya lebih menyenangkan belajar di sekolah daripada di rumah,” ucapnya.

Kendati demikian, ia memaklumi dengan adanya perpanjangan waktu belajar di rumah. Karena ia juga yakin bahwa pemerintah mengeluarkan kebijakan itu untuk kebaikan para peserta didik.

“Tapi harapannya sih bisa diringankan berkaitan dengan tugasnya. Supaya kami para murid juga bisa merasakan istirahat dan refreshing, meskipun hanya dengan nonton film atau main game,” terangnya.

Senada disampaikan oleh siswi lainnya, Aisyah. Menurutnya, banyak guru dalam menggelar belajar secara daring hanya memberikan soal saja tanpa memberikan penjelasan kepada peserta didiknya.

“Saat mengadakan kelas online, guru seharusnya ngasih materi dulu sesuai jam pelajaran, setelah itu baru ngasih soal. Tapi pelaksanaannya hampir semua guru cuma ngasih tugas. Itu pun hampir semuanya soal, tanpa memberikan penjelasan,” katanya.(DZH/MUF/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *