LEBAK, BANPOS – Ditengah isu kebangkrutan karena kesulitan melaksanakan kewajiban pembayaran, Pemprov Banten juga dituding telah melakukan pelanggaran atas Peraturan Menteri Keuangan RI. Pemprov dituding telah menggunakan anggaran untuk pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan anggaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Tahun Anggaran (TA) 2019.
Salah satunya kegiatan BOS Afirmasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2019 yang dilaksanakan pada tahun 2020 belum bisa dibayar. Alasannya Kas Daerah (Kasda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten saat ini sedang kosong.
Salah seorang pengusaha pengadaan barang untuk kegiatan BOS Afirmasi Pemprov Banten yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku hingga saat ini kegiatan pengadaan barang untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten yang telah dilaksanakannya belum bisa dibayarkan karena kondisi Kasda Pemprov Banten sedang kosong karena digunakan untuk kegiatan penanganan Covid-19.
“Seharusnya kegiatan pengadaan barang yang sudah saya lakukan pada bulan April ini sudah dibayarkan, akan tetapi ketika saya tagih kepada Dindikbud Banten katanya anggarannya terpakai untuk kegiatan penanganan Covid-19,” katanya kepada BANPOS, Senin (11/5).
Dengan kondisi tersebut, lanjut dia, pihaknya merasa heran kenapa anggaran dari Kemendikbud digunakan oleh Pemprov untuk penanganan Covid-19.
“Padahal sudah jelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 38 tahun 2020 bagian ke dua pasal 4 tentang penyesuaian besaran belanja wajib (mandatory spending) sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 penyesuaian besaran belanja wajib sebagaimana pasal 2 huruf b tidak boleh mengurangi alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total anggaran Belanja Negara dalam tahun berjalan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” terangnya.
“Bahkan ini anggarannya terpakai untuk penanganan Covid-19 oleh Pemprov Banten, padahal kan aturannya sudah jelas. Kalau benar faktanya seperti ini, tentunya Pemprov Banten telah melanggar PMK nomor 38 tahun 2020,” ujarnya.
Sementara salah satu kepala sekolah yang naungannya dibawah Pemprov Banten di Lebak yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku dirinya hingga saat ini belum menerima dana sertifikasi tenaga pendidik yang seharusnya sudah cair pada bulan April hingga saat ini belum menerimanya.
“Seharusnya dana sertifikasi sudah cair pada bulan April. Akan tetapi hingga saat ini belum cair juga. Informasi dari keuangan Dindikbud Banten bahwa dana sertifikasi tersebut ditangguhkan. Saya juga tidak tahu alasan tersebut kenapa,” katanya.
Salah seorang aktivis Gapura Banten. Kiki mengatakan. Dengan langkah yang telah dilakukan oleh Pemprov Banten dirinya menilai kebijakan tersebut telah menyalahi PMK nomor 38 tahun 2020 dengan menggunakan anggaran APBN seperti BOS Afirmasi dan sertifikasi tenaga pendidik yang digunakan untuk anggaran penanganan Covid-19.
“Saya kira Pemprov ceroboh dalam mengeluarkan kebijakan. Padahal sudah jelas hal itu telah mengangkangi PMK nomor 38 tahun 2020. Memang untuk anggaran penanganan Covid-19 itu perlu. Akan tetapi jangan menggunakan kebijakan yang melanggar aturan dan merugikan para pengusaha BOS Afirmasi yang telah melaksanakan kegiatannya dan para tenaga pendidik,” Katanya.
Oleh karena itu. Lanjut Kiki. Gubernur Banten. Wahidin Halim harus bertanggung jawab atas kebijakan yang telah dikeluarkannya karena dianggap merugikan beberapa pihak.
“Atas kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pemprov Banten. Wahidin Halim selaku Gubernur Banten harus mempertanggungjawabkan kebijakan yang dianggap keliru dan sembrono karena telah merugikan beberapa pihak,” ungkapnya.(DHE/PBN/ENK)
Tinggalkan Balasan