GARA-gara korona, kita ganti salaman kita. Gara-gara korona, jadi sering cuci tangan. Penggalan lirik lagu Project Pop, yang merupakan gubahan dari lirik lagu “Gara-gara Kahitna” kurang lebih sama maknanya dengan pesan yang sering disampaikan pemerintah atau juga pihak lainnya, yaitu jaga jarak (pshycal distancing) dan sering cuci tangan pakai sabun.
Pesan yang ingin dicapai antara lain bagaimana kita tetap menjalin silaturahmi atau hubungan sosial, tetapi tetap menjaga jarak, mengganti salaman (jabat tangan) dengan bahasa nonverbal lain yang maknanya kurang lebih sama dengan salaman.
Jika biasanya bersalaman itu dengan bersentuhan tangan erat-erat, bahkan berujung pelukan, sekarang ini cukup dengan salaman jarak jauh, seperti menganggukan kepala, adu kepal tangan pertanda persahabatan, termasuk menggunakan bahasa nonverbal lain selain salaman.
Salam-salaman pada setiap momentum Lebaran, acara pernikahan atau saat bertemu dengan teman, saudara dan lain-lain sudah merupakan kebiasaan kita sejak lama. Rasanya, silaturahim secara langsung tidak lengkap tanpa salaman. Salaman pada saat menghadiri acara pernikahan biasanya dilakukan saat sungkeman dan penyampaian ucapan selamat dari para undangan.
Dalam situasi pandemi, bahkan di beberapa daerah di Banten masih menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pemerintah dan masyarakat banyak yang menggelar kegiatan, seperti rapat, sosialisasi, dan acara pernikahan. Selain itu, memasuki bulan Rabiul Awal sekarang ini banyak masyarakat yang menggelar peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Namun, kegiatan tersebut dilaksanakan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan, seperti membatasi jumlah masyarakat yang hadir dalam suatu ruangan atau tempat acara.
Dalam kondisi normal, memberikan ucapan selamat disertai salaman (berjabat tangan) kepada kedua mempelai adalah sesuatu yang sangat biasa dilakukan. Tidak sedikit juga teman dekat dan keluarga dekat mengucapkan selamat disertai pelukan, cium pipi kiri dan kanan.
Begitupun saat kita menghadiri undangan pertemuan dan menghadiri peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan dalam berbagai kegiatan, termasuk menghadiri kampanye politik, biasanya disertai dengan salaman.
Ketika mengganti salaman dengan simbol lain yang mungkin saja asing atau kurang familiar dalam keseharian kita, apakah makna silaturahmi itu berkurang?
Tentu sangat bergantung dari cara kita memaknai dan cara kita menyadari kondisi Bangsa Indonesia, bahkan dunia saat ini dan bagaimana kita bisa beradaptasi dengan situasi terkini, di mana hampir seluruh dunia sudah terpapar virus korona. Sebagian dari kita khawatir ketika bertemu atau bersentuhan dengan tetangga, teman, bahkan dengan saudara sendiri. Bukan hanya khawatir tertular virus korona, tetapi juga khawatir menularkan virus yang banyak menyebabkan kematian tersebut.
Karena saat ini, kita tidak pernah mengetahui seperti apa kondisi kesehatan teman, saudara dan tetangga kita, bahkan kondisi kesehatan kita sendiri, sebelum dites melalui PCR (polymerase chain reaction). Kita memang sudah dikenalkan ciri-ciri klinis masyarakat yang terserang virus korona, tetapi banyak juga masyarakat yang tidak memiliki gejala apa pun sebelumnya alias OTG, ternyata dinyatakan positif korona.
Belakangan, memang masyarakat sudah tidak terlalu panik dan khawatir menghadapi situasi sekarang ini. Masyarakat sudah kembali terbiasa bertemu dengan sesama teman, keluarga, dan kolega. Hanya, dalam setiap pertemuan masyarakat masih tetap menjaga jarak, menghindari sentuhan, memakai masker dan menghindari kerumunan. Tidak sedikit pula masyarakat yang benar-benar sudah membangun hubungan secara normal, seperti salaman, pelukan hingga mencium tangan orang yang dihormati.
Salaman dalam istilah komunikasi merupakan bagian dari cara manusia melakukan komunikasi, lebih tepatnya komunikasi nonverbal. Fungsi komunikasi nonverbal, seperti salaman, rangkulan, tepukan pundak, menggelengkan kepala, menundukan kepala, dan lain-lain, kurang lebih sama dengan komunikasi verbal.
Salaman atau pegangan tangan termasuk dalam kategori komunikasi nonverbal berupa sentuhan. Menurut Dedi Mulyana dalam Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar (edisi revisi 2017) sentuhan bisa berupa tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan (jabat tangan), rabaan, hingga sentuhan lembut sekilas.
Semua bentuk komunikasi nonverbal tersebut memiliki makna yang berbeda. Makna salaman atau berjabat tangan, masih menurut Dedi Mulyana, bisa berbeda, bergantung dari konteksnya. Jabatan tangan kepada kawan lama bisa berarti “Saya senang bisa bertemu kamu lagi”, salaman kepada teman sejawat yang baru lulus S2 atau S3 di luar negeri “Selamat atas keberhasilan Anda” atau salaman dengan tetangga yang kita kunjungi saat Lebaran maknya adalah “Marilah kita saling memaafkan dan melupakan kesalahpahaman yang pernah terjadi di antara kita”.
Di era digital sekarang ini, ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menyampaikan ucapan selamat pernikahan, ucapan atas kelahiran buah hati dan bentuk ucapan lainnya. Kalau pun ingin tetap menyampaikan ucapan selamat secara langsung, bisa juga dengan mengubah cara bersalaman. Jika dalam kondisi normal, kita biasa pegangan tangan, bahkan rangkulan, dalam kondisi pandemi korona sekarang ini, bisa juga mengganti dengan salaman berjarak atau tanpa bersentuhan. Kalaupun bertentuhan, tidak menggunakan bagian tangan yang biasa langsung bersentuhan dengan rongga tubuh.
Untuk mencairkan suasana silaturahmi, kita bisa menyampaikan prolog atau dengan pernyataan basa basi supaya antara satu dengan yang lainnya tidak saling menyinggung. Misalnya dengan menyampaikan “salam anti korona” atau pernyataan lain yang menunjukkan bahwa sekarang ini kondisinya berbeda. Cara lainnya adalah dengan menyampaikan permintaan maaf atau mengucapkan selamat melalui komunikasi verbal atau lisan.
Melalui komunikasi verbal, kita bisa menyampaikan apa pun dalam upaya membangun silaturahmi dengan sesama, misalnya menyampaikan permintaan maaf, mengucapkan selamat, menyampaikan sesuatu keprihatinan atau bahkan sebaliknya menciptakan suasana yang akrab dan menyapa teman, sahabat, dan saudara saat bertemu.
Memang sulit mengubah kebiasaan, seperti bersalaman dengan cara mencium tangan orang yang kita hormati, tetapi dengan kondisi saat ini kita diharapkan bersama-sama berupaya menerima kenyataan.
Ini merupakan ikhtiar kita supaya dapat memutus mata rantai penyebaran covid-19. Semoga, pandemi korona segera berakhir, sehingga kita bisa beraktivitas dan bersilaturahmi seperti sedia kala. Aamiin..
Tinggalkan Balasan