Hidupkan Budaya Literasi, LPM Dialektika STISIP Banten Raya Gelar Diskusi Mingguan

PANDEGLANG, BANPOS – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dialektika STISIP Banten Raya, Pandeglang, Sabtu (12/12) siang menggelar diskusi mingguan. Kali ini tema yang diangkat yakni mengenai “Teknik Dasar Menulis Karya Ilmiah dan Mengenal Jauh Pers.”

Ketua LPM Dialektika, Yulis Tiawati mengatakan, kegiatan ini rutin dilaksanakan dengan tujuan untuk menghidupkan budaya literasi dan mencetak pengurus dan anggota LPM Dialektika yang mahir menulis, baik berita, esai, artikel ataupun karya tulis lainnya.

“Budaya membaca akan menambah wawasan yang luas yang lebih luas dan untuk membangun skill. Oleh Karena itu buku adalah jendela dunia,” kata dia kepada BANPOS.

Narasumber dalam diskusi, Ari Supriyadi mengatakan, penting bagi mahasiswa untuk mampu menulis. Sebab, dengan menulis akan melatih daya nalar dan juga sikap kritis mahasiswa terhadap fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat.

“Namun tentu sebelum menulis, yang utama adalah membaca. Jika ingin mahir menulis, harus mau membaca, perbanyak referensi, dan diskusi. Insyaallah rekan-rakan akan mampu menulis,” ujar Ari.

Dosen mata kuliah E-Government STISIP Banten Raya ini mengingatkan, mahasiswa jangan terjebak pada teori saat akan menulis. Menurutnya, jika bisa lepaskan semua teori dan mulai menulis.

“Terkadang kalau kita terpaku pada teori, kita akan terpasung. Maka lebih baik langsung menulis, setelah baru lihat teorinya. Lebih baik satu kali praktik, dari pada puluhan kali belajar teori,” ungkap pria yang juga berprofesi sebagai wartawan di media lokal di Banten ini.

Menurutnya, dengan sering menulis akan terlatih daya nalar dan juga keindahan tulisan. Namun tentu sekali lagi, tulisan yang bagus itu dituangkan dari hasil daya nalar bersumber referensi yang bermutu.

“Tulis saja, jangan tunggu besok. Karena waktu terbaik menulis adalah hari ini. Saya harap teman-teman bisa membuat rilis setiap kegiatan di kampus dan ini penting sebagai media promosi kampus,” tandasnya.

Mengenai karya ilmiah, sambung Ari, tentunya sudah asa kaidah yang mengaturnya. Karya ilmiah harus berdasarkan fakta, bukan opini penulis. Kemudian tidak bersifat ambigu, objektif, menggunakan bahasa baku, kalimat yang sudah dipahami pembaca dan lainnya.

“Soal teknis penulisan seperti skripsi tentu setiap kampus memiliki pakem masing-masing. Maka, nanti saat teman-teman menulis skripsi sebagai tugas akhir, harus mengacu pada pedoman penulisan yang terbitkan oleh kampus,” imbuhnya.

Sementara pembina LPM Dialektika, Defi Nuryadin mengungkapkan, bahwa LPM Dialektika harus menjadi tempat untuk menampung inspirasi sebagai aktivis kampus untuk membawa nama baik kampus melalui tulisannya.(CR-02/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *