Mendobrak Keterbatasan, Pemulung Berprestasi yang Ingin Masuk Untirta

MESKI hidup dalam kondisi sangat sederhana, pelajar di Kota Serang asal Cimuncang ini ingin mengangkat derajat orangtua serta membangun rumah impian. Berbekal prestasi yang ia miliki, Muhamad Jaelani berharap dapat diterima di perguruan tinggi negeri.

Mempunyai nilai Raport minimal rangking 3 dan beberapa piagam penghargaan lainnya, ia menjalani kegiatan sehari-hari sambil mencari barang bekas di sekitaran Rau dan Polres Serang Kota. Meskipun, saat ini masih berstatus pelajar kelas XII disalah satu sekolah negeri di Kota Serang.

“Alhamdulillah untuk sekolah, saya digratiskan. Bahkan diberi uang saku, saya sangat bersyukur tentunya,” ujarnya kepada BANPOS, mengawali perbincangan.

Rumah seluas 4×5 meter persegi menjadi tempatnya bernaung bersama kedua orangtuanya. Meskipun tak berubin, rumah sederhana itu menjadi hangat dengan adanya sosok ibu setengah baya, yang tak lain adalah Ida Roidah (50), ibu kandung Jaelani.

“Tinggal sama orangtua, kalau kaka (perempuan) sudah menikah dan tinggal bareng suaminya,” katanya

Sejak dirinya mengenyam pendidikan di sekolah dasar (SD), ia berupaya untuk belajar dalam keterbatasan. Sehingga hal dengan usahanya, ia selalu berada dalam posisi peringkat 10 besar.

“Sewaktu SD saya masuk 10 besar, mulai dari kelas satu sampai kelas 6. Saya mulai belajar membagi waktu,” katanya.

Jay menceritakan, sejak SD ia sudah mencari barang bekas, karena saat itu di depan rumahnya ada pengepul barang bekas. Beralamatkan di Cimuncang Cilik, ia melakukan hal tersebut agar mendapat jajan ditengah kekurangan orangtuanya.

“Mencari barang-barang bekas di sekitaran Rau dan Polres karena saya tinggal di Cimuncang dekat jalan kereta, dan dekat juga dengan wilayah Secang,” ungkapnya

Menghilangkan rasa gengsi, Jay kerap kali menjajakan dagangan para guru di sekolah. Awalnya, ia menjual gorengan yang dibuat oleh ibunya.

“Tapi karena keterbatasan ekonomi, ibu ngga sanggup buat bikin gorengan lagi. Kadang saya menjual dagangan dari guru,” katanya.

Ia mengaku sangat bersyukur sewaktu SD sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk bayaran sekolah. Sehingga ia terus memantapkan diri agar tidak malas belajar.

“Sejak dari SD tidak ada bayaran,” ucapnya.

Walau harus membagi waktunya antara belajar, bekerja dalam hal ini membantu orangtua, memasuki pendidikan tingkat menengah, ia kemudian diterima di SMP Negeri 4 Kota Serang. Saat itu, Jay terus meningkatkan waktu belajarnya dan menghasilkan ia berada dalam lingkaran prestasi tiga besar.

“Kelas satu sampai kelas tiga, alhamdulillah masuk tiga besar. Untuk mempertahankan itu lumayan, karena saingannya lumayan berat,” terangnya.

Memulai pagi dengan ibadah sholat subuh, ia kemudian bergegas membantu kedua orangtuanya bersih-bersih sampai mencari barang bekas. Dilanjutkan berangkat ke sekolah, ia sama sekali tidak mengeluh dengan keadaan.

“Saya harus semangat agar cita-cita saya tercapai,” ujarnya, optimis.

Walau digratiskan sekolah, ia tak ingin mengecewakan kedua orangtuanya. Jay menceritakan bahwa kedua orangtuanya mendukung dirinya dalam hal pendidikan, meski tak dapat membiayai secara utuh.

“Kalau orangtua, bapak kerja di Pasar Lama. Memperbaiki barang-barang rusak, service gitu,” katanya.

Memasuki sekolah menengah atas, ia diterima di salah satu sekolah favorit di Kota Serang. Sekolah yang banyak diminati para remaja hingga kini, yaitu SMKN 2 Kota Serang dengan kompetensi keahlian Desain Permodelan dan Informasi Bangungan.

“Alhamdulillah dapat sekolah di sekolah bagus dan saya kembali berusaha keras belajar. Walaupun memang semakin sibuk, tapi saya harus tetap mempertahankan prestasi sebelumnya,” ungkap Jay.

Ditengah kesibukannya mempersiapkan ujian akhir pada tanggal 5 April 202, ia didaftarkan oleh gurunya ke sebuah universitas melalui jalur SNMPTN. Jay mengatakan bahwa pengumuman tanggal 22 Maret 2021 ini membuatnya sedikit tidak sabar dan berdoa dengan segala harapnya m

“Semoga dapat kesempatan untuk kuliah, walaupun tidak si luar Banten. Minta doanya ya ka,” katanya.

Ditengah pandemi Covid-19, sekolah daring menjadi pilihan setiap sekolah. Sehingga, mau tidak mau, Jay pun harus mengikuti aturan sekolah dengan belajar melalui handphone yang ia beli dengan kondisi yang sudah tidak mulus lagi.

“Selama pandemi belajar pakai zoom. Kalau pagi sekolah, ngerjain tugas dan lanjut mencari barang bekas,” tuturnya.

Jay mengaku bahwa dirinya selalu semangat dalam mengikuti pembelajaran. Terkadang, ia terpaksa izin kepada guru saat proses kegiatan belajar melalui zoom meeting itu berlangsung.

“Kalau ngga ada internet, saya harus berusaha mencari tambahan uang untuk beli kuota. Alhamdulillah waktu itu saya dapat pulsa Rp150.000 dari instansi karena ikut semacam seminar,” ungkapnya dengan ekspresi bahagia.

Walaupun tidak mendapatkan subsidi kuota dari pemerintah karena kartu yang sebelumnya ia pakai hilang, ia tetap mengikuti pembelajaran seperti biasa, walau harus menghemat kuota internet agar terpakai lebih lama. Jay menggunakan selembar banner putih ukuran 2×2 meter yang dipaku di dinding sebagai latar saat ia mengikuti kegiatan belajar.

“Alhamdulillah lancar terus kalau belajar. Ngga pakai laptop karena ngga punya, saya mengandalkan buku-buku saja untuk mengerjakan tugas-tugas,” katanya.

Berbeda dengan remaja kebanyakan, setiap harinya, mulai pagi hingga menjelang tidur, remaja dengan senyum ramah yang selalu menghiasi bibirnya ini tak ingin menghabiskan waktunya untuk hal yang sia-sia. Ketika selesai waktu belajar, ia pun membantu kedua orangtuanya mulai dari mencari barang rongsokan, menjadi pesuruh untuk menyapu di Rumah Tetangga, serta terkadang membantu Ustad mengajar mengaji sudah jadi rutinitasnya.

“Cita-cita saya ngga neko-neko, saya ingin menaikkan derajat orangtua dan bisa membangun rumah,” ungkapnya.

Jay menceritakan pengalamannya yang membuatnya terkesan hingga hari ini. Sewaktu ia mencari barang bekas, ia menemukan sebuah cincin emas yang ternyata laku dijual seharga Rp500.000.

Ia pun kemudian dengan girangnya membelanjakan hasil jual cincin itu untuk memenuhi stok dapur rumah yang belum diplester itu. Sebab, ada masa di mana ia pernah kehabisan stok makanan, namun ia masih tetap bersyukur karena selalu diberikan kesehatan.

“Seneng banget, rejeki yang ngga diduga-duga. Seperti biasa saya mencari barang bekas di belakang Polres, saya sempat kaget kok ada cincin, tapi setelah diteliti dan katanya ini asli,” katanya.

Namun dibalik keceriaannya, ia pernah mengalami masa dimana keluarga benar-benar merasa tak mampu bertahan. Ia mengaku sedih, karena selama satu tahun ayahnya, Andono (51) terserang stroke.

“Bapak sempat stroke satu tahun. Saat itu saya sangat bingung dan sibuk mengurus bapak, sekolah sambil terus kerja. Mamah sudah tidak lagi jualan, dan saya rasa itu masa paling sulit bagi saya,” ujarnya sendu.

Ia dikenal sebagai siswa yang aktif di SMK Negeri 2 Kota Serang. Hampir semua jenis ekstrakurikuler, diikuti mulai dari Paskibra yang membawanya lomba di berbagai kota. Selain itu, Jay juga aktif di organisasi pusat informasi konseling remaja (PIK-R) serta lomba di bidangnya.

“Kalau saya nggak bisa diam saja, kalau saya bisa ikuti semua organisasi, saya ingin ikut semuanya. Tapi alhamdulillah dengan ikut organisasi, saya bisa ikut lomba ke berbagai kota dan menyumbang prestasi untuk sekolah,” tuturnya.

Untuk saat ini, Jay berharap dengan segala kekurangan yang ada, semangat belajar tidak terputus dan dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri serta menjadi orang yang berhasil. Hal dimungkinkan bisa menjadi contoh untuk para generasi lainnya, bahwa Kekurangan itu bukan alasan atau halangan untuk mewujudkan cita-cita dan impian.

“Saya selalu optimis, dan saat ini saya sudah didaftarkan oleh guru saya di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) di dua jurusan yaitu teknis sipil dan ilmu administrasi Publik,” ungkapnya.

Diakhir ia mengatakan, ingin dipermudah urusannya dalam mengenyam pendidikan lebih baik lagi. Anak bungsu dari pasangan asli warga Kota Serang ini berharap mendapatkan beasiswa dan ada peran Pemerintah untuk menyemangati dan menjembatani generasi muda agar bisa duduk di bangku kuliah.

“Semoga saya diterima di Untirta, dan dimudahkan segala urusannya,” tandas putra bungsu Andono ini mengakhiri percakapan.

Sang ibu, Ida, selalu mendukung kegiatan positif yang dilakukan putranya. Selagi itu tidak melenceng, kata Ida, ia mendoakan agar Jay diberi kesehatan dan diberi kesabaran.

“Anaknya (Jay) ini baik, dia nurut. Kerjaan apa saja dilakukan, bahkan nyapu rumah tetangga walaupun ngga besar bayarannya,” ungkapnya.

Ida mengaku, ia dan suami berusaha keras supaya Jay masuk perguruan tinggi negeri. Sehingga Jay tidak lagi merasakan hal yang sama ketika dirinya dan suami hidup di rumah bilik yang kini sudah bertembok batu bata.

“Ibu mah selalu berdoa agat Jaelani hidup lebih baik. Jangan sampai merasakan susah seperti dulu, alhamdulillah tetehnya (kaka Jay) juga lulus SMA. Ibu berusaha semaksimal mungkin agat Jay terus lanjut kuliah, bagaimanapun caranya,” tandas Ida. (MUF)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *