SERANG, BANPOS – Mobilitas masyarakat Kota Serang selama pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegitan Masyarakat (PPKM) Darurat disebutkan menurun sebesar 21 persen. Namun, di sisi lain pedagang kecil mulai menjerit karena omset mereka juga ikut terjun bebas selama PPKM darurat diterapkan. Hal ini tak hanya terjadi di ibukota Provinsi Banten, seperti juga terjadi di Kota Cilegon.
Dalam masa PPKM darurat, pemerintah menargetkan mobilitas warga bisa menurun hingga 50 persen. Sehingga penekanan angka Covid-19 melalui PPKM Darurat dapat maksimal.
Kabid Komunikasi dan Informasi Publik pada Satgas Covid-19 Kota Serang, W. Hari Pamungkas, menuturkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi pusat terhadap pelaksanaan PPKM Darurat, Banten menjadi daerah terbaik dalam implementasinya.
“Hari Senin yang lalu pemerintah pusat melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PPKM Darurat di Kota Serang. Jadi DKI, Jawa Barat dan Banten itu sudah berjalan dengan baik. Secara akumulatif, Provinsi Banten itu tertinggi terkait dengan penurunan mobilitas masyarakat,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (8/7).
Sedangkan untuk Kota Serang, pemerintah pusat menilai bahwa pelaksanaan PPKM Darurat pun cukup baik, dengan penilaian penurunan mobilitas pergerakan masyarakat hingga di angka 21 persen.
“Kota Serang sampai dengan 21 persen penurunan mobioitas. Untuk mencapai hasil yang baik dan efektif agar penurunan kasus Covid-19 dapat signifikan, kami dituntut agar penurunan mobilitas itu mencapai 50 persen,” ucapnya.
Hari menjelaskan, perhitungan indeks mobilitas gabungan masyarakat, dilihat dari akumulasi tiga parameter data oleh pemerintah pusat. Dua diantaranya yakni menggunakan parameter data digital.
“Pertama itu melalui indeks Facebook Analytic, kedua indeks Google Analytic dan ketiga itu indeks cahaya. Nah itu menunjukkan indeks mobilitas gabungan, menandakan bahwa masyarakat patuh, tidak keluar dan mengurangi mobilitas,” tuturnya.
Menurutnya, penurunan mobilitas masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam menekan angka penyebaran Covid-19 di Kota Serang. Sebab, penyebaran Covid-19 itu mayoritas akibat terlalu tingginya mobilitas masyarakat.
“Seperti keluar tanpa alasan penting dan sebagainya. Karena penyebaran virus varian Delta ini kan aero yah. Artinya menyebar melalui udara. Makanya kemarin kami sampaikan kepada seluruh aparat wilayah (camat dan lurah), pentingnya penyekatan, pembubaran kerumunan,” terangnya.
Untuk evaluasi selanjutnya, direncanakan akan dilaksanakan pada Jumat (9/10). Dalam evaluasi kedua tersebut, akan terlihat apakah masyarakat semakin taat terhadap pelaksanaan PPKM Darurat.
“Kalau pemerintah pusat ke daerah, rencananya akan melakukan evaluasi pada Kamis atau Jumat. Sedangkan kami internal Pemkot Serang akan lihat bagaimana hasil evaluasi pelaksanaannya pada Jumat ini,” katanya.
Sementara itu, mobilitas masyarakat di kelurahan-kelurahan yang berada si perbatasan Kota Serang diklaim menurun selama pelaksanaan PPKM Darurat. Seperti yang terjadi di Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Walantaka.
Lurah Pabuaran, Maryani, menuturkan bahwa masyarakat di wilayahnya menaati aturan PPKM Darurat sesuai dengan yang telah diinstruksikan oleh Walikota Serang. Bahkan, beberapa kegiatan yang semula akan dilaksanakan oleh masyarakat, batal digelar karena adanya PPKM Darurat.
“Alhamdulillah warga kami patuh ya. Warga itu ketika bepergian menggunakan masker yah. Nah memang sebelumnya (PPKM Darurat) mau ada kegiatan warga. Namun setelah PPKM Darurat itu akhirnya dibatalkan. Dan warga Alhamdulillah patuh saja,” tandasnya.
Terpisah, menurunnya aktivitas warga hingga hari keenam PPKM darurat di Kota Serang mulai membuat para pedagang, khususnya kuliner, menjerit. Pasalnya, PPKM Darurat membuat pendapatan mereka terus menurun, sedangkan beban operasional tetap. Gulung tikar dikhawatirkan menjadi akhir dari usaha mereka.
Seperti yang disampaikan oleh salah seorang penjual soto di Stadion Maulana Yusuf, Salim. Ia mengatakan bahwa sejak dilaksanakannya PPKM Darurat, pendapatan dirinya dari berjualan kian hari kian menurun.
“Selama ada PPKM Darurat, pendapatan saya jadi turun, terjun bebas,” ujar Salim saat diwawancara awak media di kawasan Stadion Maulana Yusuf, Kamis (8/7).
Salim mengaku, sehari-harinya sebelum diberlakukan PPKM Darurat, ia bisa menjual sebanyak 300 hingga 400 porsi soto ayam. Sedangkan pada saat PPKM Darurat, penjualannya menurun menjadi sekitar 100 porsi.
“Kalau sekarang cuma 100 porsi. Biasanya sampai 300-400 porsi, itu pasti habis sehari,” ungkapnya.
Menurutnya, penurunan porsi yang ia jual lantaran menurunnya aktivitas warga Kota Serang, karena aturan PPMM Darurat. Pekerja kantor, masyarakat yang berolahraga, hingga masyarakat umum lainnya yang biasa menjadi langganan, semuanya tidak lagi datang ke lapaknya.
“Biasanya kalau pagi itu ramai sama orang kantor, terus yang olahraga, orangtua yang nunggu anaknya sekolah. Kalau sekarang enggak seramai dulu,” ucapnya.
Dia juga mengeluhkan bahan-bahan yang diperlukan seperti beras, bawang, dan cabai merangkak naik. Sehingga, modal yang dikeluarkan menjadi lebih banyak, dan keutungan pun semakin menipis.
“Iya barang-barangnya mahal, ayam, cabai, bawang, beras, hampir semua pada naik. Jadi untungnya makin tipis,” ucap Salim.
Pedagang lainnya, Dulhadi, turut mengeluhkan kondisi PPKM Darurat yang sudah enam hari diterapkan. Ia mengatakan bahwa penjualannya saat ini menurun drastis. Biasanya, ia bisa menjual sebanyak empat hingga lima liter bubur ayam, atau sekitar 140 porsi dalam sehari.
“Tapi sejak ada corona, terus ditambah PPKM (darurat) sekarang ini, paling cuma dua liter, itu pun kadang tidak habis. Makanya sekarang ini semakin terasa ujiannya,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa bukan hanya dirinya saja yang merasakan kesulitan seperti ini, tapi pedagang-pedagang lainnya pun merasakan yang sama.
“Susah, sekarang ini sulit. Mungkin bukan hanya saya, sesama pedagang lainnya juga merasakan. Jangankan kami pedagang kecil, pedagang besar juga sama saja,” tandasnya.
Keluhan penurunan omset juga dirasakan PKL di Kota Cilegon. Hal tersebut lantaran aktivitas ekonomi masyarakat yang dibatasi tidak dibarengi dengan pemberian kompensasi dari pemerintah.
Salah Seorang PKL Teguh Budiyanto memaparkan, dampak pemberlakuan PPKM Darurat saat ini sangat dirasakan oleh dirinya. Pasalnya, omset yang didapat olehnya dari hasil jualan cilor dan telor gulung sangat terjun bebas. Hal itu dikarenakan, waktu berjualannya saat ini dibatasi setelah penerapan PPKM Darurat.
Padahal, dirinya memulai berjualan dari sore hingga malam hari. Waktu tersebut dipangkas habis setelah adanya PPKM. Sehingga aktivitas berjualannya hanya terpaut 3 sampai 4 jam.
“Saya kan jualan kulineran udah 8 tahun, biasanya jualan dari jam 3 sore sampe jam 12 malam, tapi kan sejak adanya PPKM jam operasional berubah buka jam 7 pagi tutup jam 7 malam omset ya pasti menurun drastis sampe 50 persen, yang biasanya dapet 500 ribu sekarang jadi 250 ribu, ya karena kan jajanan begini mah biasanya ramenya dari sore sampai malam,” kata Teguh, Kamis (7/7).
Pedagang lainya Daskim menambahkan, bahwa dirinya juga mengalami hal yang sama. Namun, apalah daya, dirinya saat ini tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti instruksi pemerintah walaupun itu merugikan dirinya dan para PKL lainnya.
Namun, kata Daskim, pemerintah saat menerapkan kebijakan PPKM Darurat mestinya dibarengi dengan solusi atas masalah yang dihadapi para pedagang kecil. Hal tersebut guna menghindari kerugian besar yang menimpa masyarakat.
Solusi tersebut, masih kata Daskim, pemerintah memberikan kompensasi atau bantuan kepada masyarakat yang terdampak. Karena bagaimanapun juga, saat omset pedagang berkurang maka pemasukan untuk keluarga akan kena imbasnya. Terlebih bagi pedagang yang hidupnya serba kekurangan.
Jika kompensasi atau bantuan tidak diberikan, sama saja pemerintah saat ini membunuh rakyatnya secara perlahan dengan mematikan mata pencahariannya.
“Hari ini kan pemerintah mengintruksikan PPKM, nah jaminanya apa? kita para pedagang kecil kan tiap hari harus makan, ya kalau para aparat enak lah, mereka tinggal nunggu intruksi suruh nutup warung terus dapat gaji,” tuturnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap pemerintah bisa mengeluarkan solusi atas masalah ini. Jangan hanya memikirkan bagaimana mencegah penyebaran virus Covid-19. Namun juga memikirkan perut masyarakatnya.
“Kalau pemerintah ngasih jaminan kepada pedagang, misalnya satu hari 100 ribu buat kebutuhan pokok dengan catatan kita tutup total. yaa kita pasti nurut kok,” tandasnya.
Pada bagian lain, Gubernur Wahidin Halim (WH) kembali memperpanjang status PPKM Mikro sejak tanggal 6 sampai dengan 20 Juli 2021. Hal itu tertuang dalam Instruksi Gubernur Nomor 17 tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro Dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 Di Tingkat Desa dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 yang ditujukan kepada Kepala Daerah di delapan Kabupaten/Kota.
Dalam Instruksi tersebut dikatakan PPKM Mikro diperpanjang dengan tetap mempertimbangkan kriteria zonasi ditingkat RT (Rukun Tetangga), yakni Zona Hijau dengan kriteria tidak ada kasus Covid-19 di satu RT. Maka skenario pengendalian dilakukan dengan surveilans aktif, seluruh suspek dites dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara rutin dan berkala.(RUS/DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan