Isoman Para Pahlawan

PROFESI sebagai tenaga kesehatan (Nakes), membuat mereka menjadi pasukan paling depan dalam pertempuran melawan Covid-19. Resiko kehilangan nyawa dan meninggalkan keluarga demi memenangkan perang itu tak membuat mereka gentar. Namun, sebagai manusia biasa, mereka juga punya resiko terpapar. Seperti juga yang dialami sejumlah nakes yang berhasil diwawancara BANPOS.

Seorang kepala puskesmas di Kabupaten Serang, menolak untuk menerima kedatangan BANPOS untuk kepentingan wawancara. Alasannya, ida sedang menjalani isolasi mandiri (Isoman) karena terpapar Covid-19. Namun, sang kepala puskesmas tak keberatan menceritakan pengalamannya menjalani ‘karantina mandiri’ di rumahnya, di wilayah Kota Serang.

“Nggak tahu puguh ini entah kontak sama siapa. Karena kan (tugas, red) ke desa iya, terus (pegawai) di Puskesmas juga kan sudah banyak yang terpapar,” ujar sang kepala Puskesmas, saat ditanya bagaimana dirinya bisa terpapar virus asal Cina tersebut, Minggu (18/7).

Si kepala puskesmas mengisahkan, setiap pekannya, selalu ada petugas di puskesmas yang dipimpinnya, terpapar covid-19. Meski begitu, pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat kecamatan itu tetap dilaksanakan dengan minimalisasi kontak dan memperketat protokol kesehatan.

“Jadi semacam kloter gitu, ketika kami (dirinya dan beberapa nakes lainnya) Isoman, yang lainnya sudah selesai dan kembali melakukan pelayanan di Puskesmas, bergantian ini. Sudah tiga minggu, per minggu itu pasti ada saja yang Isoman. Saat ini pun bukan hanya saya yang memiliki keluhan terpapar Covid-19,” jelasnya.

Ia mengaku tidak merasakan ada gejala pada saat dilakukan tes swab. Ketika dites antigen, hasilnya ia negatif, namun hasil swab PCR dinyatakan positif.

“Saat Swab kelihatan, ketika itu batuk-batuk saja sih. Tidak terlalu seperti yang lain, kan ada yang muntah dan sebagainya,” tuturnya.

Saat menjalani Isoman, sang kepala puskesmas terus berusaha meningkatkan imun tubuhnya dengan mengkonsumsi vitamin pendukung agar segera pulih. Ia juga mengaku tidak memiliki riwayat asma, sehingga tidak ada keluhan soal pernapasan.

“Alhamdulillah saya nggak punya asma dan sebagainya. Jadi masih sedikit batuk-batuk saja,” ucap dia.

Berdomisili di Kota Serang, selama Isoman ia menghabiskan waktu di rumah dengan membaca novel dan menonton film. Bersama suami dan anaknya, ia selalu kompak dalam menjalani hari-hari saat Isoman dengan hal-hal yang positif.

“Karena hidup di perumahan, jadi tetangga juga cuek. Harus diberitahu kalau saya sedang Isoman, sehingga mengantisipasi ketika anak mau ngaji pun saya tahan dulu, sudah biar di rumah dulu selama beberapa hari ini, karena kan kasihan guru ngajinya,” jelasnya.

Tepat hari ini, ia sudah melakukan Isoman selama 14 hari, dan akan dilakukan tes swab PCR kembali untuk memastikan ia masih perlu Isoman atau tidak. Selama waktu tersebut ia mengaku sudah menonton berbagai film, termasuk yang baru-baru ini viral di kanal Twitter yaitu film ‘Ayla’.

“Senengnya baca buku sama nonton. Seneng baca novel, karena kalau sudah masuk ke Puskesmas tidak ada waktu untuk membaca lagi. Banyaknya membaca novel karya Asma Nadia, untuk film kemarin ini nonton Ayla, itu sedih banget dan lucu juga filmnya,” katanya.

Memiliki hobi di rumah saja, ia pun sangat menikmati 14 harinya dengan baik. Sebab, menurutnya, sebelum ada pandemi Covid-19 pun ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah setelah pekerjaan di Puskesmas selesai.

“Jadi dari dulu nggak pernah keluyuran, hobinya di rumah saja. Kalau tidak ada yang perlu dibeli banget, saya tidak keluar rumah,” katanya.

Meski menikmati masa-masa Isoman di rumah, dia mengaku memiliki satu tanggung jawab yang mengganjalnya. Yaitu soal pengurusan administrasi di puskesmas. Karena isoman, hal-hal yang bersifat administratif dan perlu ditandatangani kepala puskesmas, termasuk soal verifikasi bantuan obat-obatan yang tengah dilakukan oleh Pemkab Serang, atau bantuan obat-obatan untuk nakes dari koramil setempat, ikut terhambat.

“Ribet, ketika harus ada tandatangan dari saya, nah saya kan sedang Isoman. Macam mana saya mau tandatangan. Bahkan, daripada menunggu bantuan dari koramil harus nunggu tanda tangan saya, saya menganjurkan nakes untuk membeli obat sendiri,” ujarnya.

Soal banyaknya nakes yang berguguran selama menangani pandemi, ia tak sampai detil melihat informasi yang masuk melalui aplikasi perpesanan dan media sosial. Ia lebih memilih menjalankan aktivitas yang positif, sehingga tidak terpikirkan kekhawatiran akan dirinya pun ikut tumbang seperti nakes lainnya.

“Makanya saya itu kalau WhatsApp jarang dilihat. Kalau lihat-lihat terus mah, di grup itu banyak sekali informasi berita duka cita seperti itu, jadi down juga jadinya. Makanya kadang-kadang telat lihat informasinya, lebih baik begitu daripada bikin saya down,” katanya.

Dengan banyaknya para nakes di Puskesmas yang terpapar, ia berharap warga di wilayah manapun untuk menaati prokes yang sudah ditentukan. Ia mengaku saat ini banyak kasus meninggal, dan ada juga yang mengusulkan pihak Puskesmas untuk melakukan pemulasaran.

“Kami menyampaikan tidak bisa kalau Puskesmas dijadikan ujung tombak, apalagi di tempat saya kebanyakan perempuan. Kita saja pada tumbang ini,” katanya.

Ia mengaku memang sesuai Permenkes ada aturan tentang memandikan jenazah di Puskesmas. Namun kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu.

“Rencana saya akan meminta bantuan dari pihak TRC atau darimana, akhirnya kami memutuskan yasudah kita belajar pemulasaran jenazah, nanti sebagian petugas dari kami, sebagian lagi dari desa,” tandasnya.

Nakes lainnya, Harum Prihanti adalah penyintas Covid-19 yang berhasil sembuh melalui isolasi mandiri. Harum menjelaskan, di tempatnya bekerja dirinya merupakan orang yang pertama kali terpapar. Setelah mengetahui positif temen-temen yang kontak dengannya pun di tracing dalam kurun waktu 14 hari kebelakang.

“Saya kurang tahu pasti dari mana terpapar Covid-19, sebelum positif bolak-balik Tangerang-Cilegon. Saat perjalanan saya sering makan di tempat, ada juga sempat ngumpul bareng temen. Yang pasti ada 9 orang hasil swabnya positif,” katanya soal teman-temannya yang memiliki kontak langsung dengannya.

Harum yang bekerja sebagai PNS di Pemkot Cilegon dan salah satu nakes di RSUD Cilegon ini tak menyangka gejala tipes yang pernah dialami merupakan gejala dirinya terjangkit Covid-19.

“Dalam seminggu gejalanya bertahap, pertama kali sakit punggung panas dan nyeri banget. Saat itu suhu normal 36,6 derajat lalu minum parasetamol, ketika bangun badan semakin jadi sakitnya, kepala pusing, mual, muntah, badan bangun sempoyongan, makan pun tidak ada rasanya, saya memutuskan ke UGD karena seharian tidak ada makanan masuk dan makin sakit,” paparnya.

Dua hari kemudian sakit yang dirasakannya berkurang namun masih tidak nafsu makan, Harum pun melakukan tes rapid dan swab tes karena memiliki riwayat masuk UGD dan bolak-balik ke zona merah.

“Keesokannya makan sudah ada rasanya badan sudah terasa enak tapi muncul batuk sama tenggorokan agak gatal dua hari berikutnya sudah tidak terasa sakit di hari berikutnya hasil swab menyatakan positif Covid-19,” katanya.

Setelah dinyatakan positif Covid-19, Harum memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah sebab sudah tidak merasakan sakit di badan namun tetap mendapatkan obat dan konsultasi dari dokter paru. Selama isolasi mandiri aktivitas di rumah dilakukan seperti biasa saja.

“Selama isolasi tak pernah lepas masker, kecuali tidur. Pintu rumah dan jendela pun dibuka untuk sirkulasi udara. Setiap Jam 10 berjemur sekitar 20 menit sambil nonton, lalu olahraga 15 menit. Makan tinggi protein,” ujarnya.

Harum pun mendapatkan vitamin dari petugas kesehatan yang bertugas memantau perkembangan kesehatannya setiap hari. “Saya minum obat sampai 10 hari karena masih ada batuk,” katanya.

Harum menjelaskan, masyarakat di sekitar rumahnya turut mendukung isolasi mandiri yang dilakukannya. “Warga mendukung mulai membantu membeli kebutuhan pokok dan dukungan moral jadinya tidak merasa seperti sedang isolasi,” ujar dia.

Total 3 minggu menjalani isolasi dengan hasil swab menyatakan negatif Covid-19 ditambah hasil rontgen menerangkan tidak ada flek di paru-paru.

Sebagai seorang yang pernah terpapar Covid-19 Harum mengimbau masyarakat agar lebih peduli dengan kondisi kesehatan saat ini. Kemudian bagi yang sedang menjalani pengobatan ataupun isolasi, ia meminta agar tetap semangat.

“Jangan stres dibawa enjoy aja memang agak berat tetapi tetap paksakan agar imun kita nggak drop,” sambungnya.

Ditambahkannya, bagi masyarakat yang di sekitarnya terdapat pasien Covid-19 untuk tidak menganggap sebagai aib.

“Karena toh mereka juga nggak tahu akan terpapar Covid-19. Dukung moral dan materi, karena dukungan masyarakat sangat membantu biar ngga merasa kesepian dan stres,” ujarnya.

Sementara, nakes lain di Kota Cilegon, berinisial S yang dinyatakan sembuh merasa bersyukur kepada tim medis maupun nonmedis yang telah memberikan pelayanan kesehatan dan motivasi selama masa karantina di RSUD Cilegon.

“Alhamdulillah, saya bisa pulang ke rumah untuk bertemu keluarga. Kami semua di sini butuh dukungan dan doa agar kami tetap sehat, kuat, dan tabah dalam mengemban tugas ini,” katanya.

Selama masa karantina, lanjutnya, dia hanya bisa melakukan kegiatan keagamaan, seperti mengaji, salat serta berzikir, berjemur sambil berolahraga, dan mengikuti arahan dari tim medis Gugus Tugas agar bisa melewati masa dari positif menjadi negatif Covid-19.

“Kami mohon, ke depannya masyarakat tidak memberikan stigma negatif kepada pasien positif covid dan keluarganya karena mereka membutuhkan support, baik moril maupun materil, untuk menjalani karantina dan isolasi mandiri ” tutupnya.

Terpisah, Nakes yang bertugas di Puskesmas Sumur, Kabupaten Pandeglang yang terpapar Covid-19, Siti Rofikoh, saat ini tengah melakukan Isolasi Mandiri (Isoman). Namun saat ini kondisinya sudah membaik.

“Alhamdulillah sudah membaik. Saya masih Isoman sampai hari Rabu (21/7),” kata Siti Rofikoh kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Minggu (18/7).

Saat diminta tanggapannya terkait kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19, dia mengatakan bahwa dalam melakukan penanganan, pemerintah sangat maksimal. Akan tetapi, penanganan tersebut akan sangat maksimal jika masyarakat turut andil dalam penerapan Protokol Kesehatan (Prokes) khususnya 5 M.

“Allhamdulillah kalau menurut saya pemerintah sudah sangat maksimal dalam menangani pendemi saat ini, tapi pemerintah melalui tenaga kesehatan dalam penanganan pendemi ini sangat akan maksimal jika seluruh masyarakat juga ikut andil dalam penerapan 5M seperti apa yang dianjurkan pemerintah,” terangnya.(MUF/LUK/DZH/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *