CILEGON, BANPOS – Walikota Cilegon, Helldy Agustian langsung memberikan penjelasan terkait ditetapkannya Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Cilegon Uteng Dedi Apendi (UDA) sebagai tersangka korupsi perizinan parkir di Pasar Kranggot oleh Kejari Cilegon, Kamis (19/8) lalu. Helldy turut prihatin atas kasus yang menimpa kadishub tersebut.
“Mengenai kasus yang hari ini beredar di masyarakat Kota Cilegon, khususnya mengenai dinas perhubungan, tentunya saya secara pribadi dan Pemerintah Kota Cilegon sangat prihatin dengan kasus ini,” kata Helldy melalui siaran tertulis, Minggu (22/8).
Helldy menjelaskan bahwa, kasus tersebut merupakan kasus lama. “Karena kami sedang giat-giatnya untuk melakukan reformasi birokrasi, kami sedang berbenah, namun setelah informasi kasus ini diterima ternyata ini kasus lama, kemudian kami sangat menghormati kasus hukum yang berlaku yang dilakukan oleh Kejari Cilegon saat ini,” tuturnya.
Helldy juga berpesan kepada ASN Kota Cilegon untuk tidak menyalahgunakan wewenangnya. “Tentunya pemerintah sangat menghormati kasus hukum yang sedang berlangsung dan kami menghimbau kepada seluruh ASN yang ada di Kota Cilegon bahwa kewenangan yang dilakukan teman-teman sebaiknya dilakukan dengan baik dan benar,” tegasnya.
“Karena yang kita kelola adalah uang rakyat, semoga kasus-kasus seperti ini tidak terulang atau terjadi lagi di pemerintahan kami,” tandasnya.
Menanggapi kasus suap penerbitan Surat Pengelolaan Tempat Parkir (SPTP) sebesar Rp 530 juta yang menjerat Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Cilegon Uteng Dedi Apendi (UDA), mahasiswa mendesak Kejari Cilegon untuk segera mengungkap pemberi suap untuk segera ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut dia, banyak yang bertanya-tanya kenapa hanya penerima suap saja yang dijadikan tersangka, namun pemberi suap masih bebas berkeliaran.
“Kenapa hanya Kadishub saja yang ditetapkan sebagai tersangka tetapi pihak pemberi suap belum ditetapkan. Kalau katanya sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sebagai saksi kami menghormati itu, tapi berharap batas waktu penetapannya jangan terlalu lama,” kata Ketua Umum HMI Cabang Cilegon, Rikil Amri saat dikonfirmasi, Minggu (22/8).
Lebih lanjut Rikil menegaskan, sejatinya tidak akan ada asap jika tidak ada api, begitupun tidak akan ada penerima suap, jika tidak ada yang memberi.
“Jelas di Pasal 5 UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pihak pemberi suap kepada penyelenggara negara. Ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta,” tuturnya.
Sorotan juga datang dari Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC). Ketua IMC Hariyanto mengatakan, seharusnya penetapan tersangka oleh Kejari atas Kadishub sebagai penerima suap dibarengi dengan penetapan tersangka terhadap pihak pemberi suap. “Kami rasa Kadishub tidak mungkin melakukannya sendiri. Dimana ada penerima pasti ada yang memberi,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) CIlegon, Ely Kusumastuti mengaku berhati-hati dalam menangani kasus dugaan suap UDA, Kadishub Cilegon yang menerima suap Rp530. Penyuap dari swasta yang meminta surat izin pengelolaan parkir Pasar Kranggot.
Kejaksaan belum menyasar pihak pemberi suap. Alasannya menggunakan azas praduga tak bersalah atau the presumption of innocence.
Ely mengaku berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Semuanya harus berdasarkan data dan bukti hukum yang kuat. “Saya belum bisa bilang yang memberi itu sudah masuk pemberi suap. Kami tidak boleh sembarangan, tidak boleh menyangka seseorang seperti itu. Karena kami memegang the presumption of innocence,” kata Ely saat konferensi pers, Kamis (19/8) lalu .
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemkot Cilegon, Agung Budi Prasetya kepada Banten Pos menjelaskan, jika UDA yang saat ini terjerat kasus hukum bisa didampingi penasehat hukum dari LKBH Korpri.
Agung menjelaskan bahwa, Pemerintah Daerah hanya mempunyai kewenangan pendampingan hukum terhadap Perangkat Daerah dan/atau ASN yang mengalami permasalahan hukum, yakni kasus Perdata dan TUN (Tata Usaha Negara).
Kasus gugatan TUN adalah terkait penerbitan administrasi kependudukan. Sedangkan gugatan Perdata contohnya gugatan warga Cikuasa, Kecamatan Pulomerak.
Selanjutnya, untuk permasalahan selain Perdata dan TUN secara langsung Pemkot tidak punya kewenangan. Namun apabila ada ASN yang diduga melakukan pelanggaran Tindak Pidana Khusus ataupun Pidana Umum dapat mengajukan permohonan kepada LKBH Korpri.
“LKBH Korpri dibentuk salah satu tujuannya dapat memberikan pendampingan hukum apabila ada ASN yang mendapat masalah hukum pidana. ASN yang bersangkutan yang mengajukan secara pribadi selaku ASN bukan institusi atau Perangkat Daerah.
Ia memaparkan, bisa saja ASN yang bersangkutan mempunyai hak penuh untuk menunjuk siapa Kuasa Hukumnya. “Pada intinya apabila ada ASN yang mendapatkan permasalahan Tindak Pidana, Pemerintah Kota Cilegon sudah memberikan ruang melalui LKBH Korpri,” terang Agung.
Adapun permohonan pendampingan hukumnya dapat dikabulkan atau tidak dikabulkan setelah dilakukan pengkajian terlebih dahulu oleh LKBH Korpri.
Sebagai diketahui, Kadishub Cilegon beberapa waktu lalu ditahan pihak Kejaksaan Cilegon karena diduga melakukan tindak pidana korupsi perizinan parkir. (LUK/BAR/RUL)
Tinggalkan Balasan