Tindak Lanjut Lambat, Awas Dijerat

TEMUAN-temuan yang diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), memiliki konsukwensi bagi entitas atau institusi yang memiliki kaitan dengan temuan tersebut. Kebanyakan, pilihannya adalah mengganti kerugian Negara yang disebutkan dalam laporan tersebut. Lalu, sudah sejauh mana respon pemerintah daerah terkait LHP itu?

Di Cilegon, Pelaksanaan harian (Plh) Inspektorat Cilegon Didin S Maulana membenarkan temuan BPK atas pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) 6 lantai di Pusat Pemerintah Kota (Puspemkot) Cilegon. BPK menemukan pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung baru tersebut belum sesuai spesifikasi kontrak dan denda keterlambatan belum dikenakan kepada penyedia.

Diketahui kelebihan pembayaran pembangunan gedung Setda 6 lantai tersebut senilai Rp518,339 juta. Selain itu, BPK juga menemukan denda keterlambatan belum dikenakan kepada penyedia senilai Rp50,506 juta.

Didin mengatakan, dari temuan yang nilainya lebih dari setengah miliar rupiah itu, yang sudah dikembalikan baru Rp20 juta. “Baru (dicicil) Rp 20 juta yang dibayar,” kata Didin kepada BANPOS saat dikonfirmasi, Minggu (22/8).

Kata, Didin pasca meninggalnya Kepala Inspektorat Cilegon (Almarhum Epud Saepudin) pada (23/7/2021) lalu, pihaknya terus memonitor hasil temuan BPK tersebut.

“Kita nagih terus karena harus segera diselesaikan. Kita juga mesti laporan setiap tiga bulan sekali ke BPK
dilaporkan,” terang Didin yang saat ini menjabat sebagai Inspektur Pembantu (Irban) IV Inspektorat Cilegon ini.

Didin mengaku belum mengetahui data secara rinci seluruh hasil temuan BPK tersebut lantaran dirinya ditunjuk menjadi Plh Inspektur belum lama.

“Ini mau dicek lagi, biasanya ada kesepakatan pembayaran itu berapa kali, berapa bulan, itu ada biasanya mesti dilihat dulu. Yang lengkapnya hari Senin (23/8) lah. Datanya ngga hapal persis karena yang tahu datanya almarhum pak Inspektur yang lama (Epud),” tuturnya.

Lebih lanjut Didin juga mengingatkan kepada OPD-OPD agar mengerjakan suatu pekerjaan sesuai dengan aturan yang ada.

“Intinya kepada OPD lakukan kegiatan itu sesuai ketentuan. Jadi ketentuannya sudah diatur seperti pengadaan barang jasa segala macam ada lengkap. Intinya taat aturan. Taati ketentuan aturan yang memang sudah disepakati bersama,” terangnya.

Didin juga mewanti-wanti agar para pejabat di Lingkungan Pemkot Cilegon menghindari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.

“Jangan coba-coba untuk berbuat melanggar hukum, lebih ke pencegahan tolong lah kan ada tujuh tindakan yang masuk ke pidana korupsi, yah hindari itu, jauhilah. Misalnya benturan kepentingan dalam pengadaan jasa karena itu benturan kepentingan hindari seperti itu,” pungkasnya.

“Suap menyuap, gratifikasi itu tolak kalau menerima laporkan, terus jangan sampai merugikan keuangan negara,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala DPUTR Kota Cilegon Ridwan saat dikonfirmasi melalui telepon dan pesan WhatsApp belum memberikan keterangan resmi. Ia meminta wartawan agar datang langsung ke kantor.

“Iya udah Senin (23/8) hari ini. Telepon mah ngga jelas,” singkatnya melalui pesan WhatsApp, Minggu (22/8).

Terpisah, sejumlah pejabat di Pemkot Serang mengaku belum bisa berkomentar banyak terkait tindak lanjut temuan BPK. Alasannya, mereka baru dilantik pecan kemarin.

Seperti disampaikan Plt Kepala Dinkes Kota Serang, dr Hasanudin. Dia mengaku belum memahami temuan soal pengadaan alat rapid test karena terjadi di masa kepemimpinan kepala dinas sebelumnya, dr Ikbal. “Kan saya masih baru, belum tau cerita yang dulu,” kilahnya.

Senada dengan Hasanudin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Serang, Iwan Sunardi juga mengaku belum memahami temuan BPK karena baru saja dilantik. Dia mengaku belum menginventarisir temuan-temuan BPK yang ada di DPUPR.

“Kalo PU belum saya inventarisasi, kan saya baru dilantik kemarin. Memang sebagian besar ya sudah, cuma kalo detilnya saya belum verifikasi. Tindaklanjutnya kan nanti kita juga ada peluang untuk beberapa argumen ke BPK lagi yang dipandu oleh Inspektorat nantinya, jadi nanti kita ada pendampingan dari inspektorat ke BPK lagi tapi tahun ini akan diselesaikan semua,” ungkapnya.

Ia pun menjelaskan terdapat perbedaan pemahaman dalam evaluasi pekerjaan antara Dinas Pekerjaan Umum dan BPK. Perbedaan pemahaman tersebut menjadi pertemuan untuk membahas teknis maupun administrasi.

“Prinsipnya begini, kan kadang-kadang pemahaman temen-temen di kita cara mengevaluasi pekerjaan kita dengan temen-temen BPK kan kadang-kadang ada yang berbeda. Nah, perbedaan ini kadang-kadang yang menjadikan pertemuan dari sisi teknis maupun administrasi kan ya. Jadi kadang-kadang dari sisi laboratorium kita rekomendasikan ke salah satu lab misalkan, BPK rekomendasinya lain, cara perhitungannya yang berbeda, tetapi ya beda-beda tipis aja,” terangnya.

Kemudian ia menjelaskan perbedaan evaluasi Dinas Pekerjaan Umum dengan BPK.

“Yang pasti begini, pasti akan berbeda karena kan beda orang beda pemikiran tapi prinsipnya mungkin dari sisi teknis dan administrasi pasti ada perbedaan. Karena mungkin kalo kita koring dititik misalkan di 30 meter, mereka koringnya dititik 10 meter,” jelasnya.

Sementara, soal temuan sembilan paket pekerjaan jalan di DPUPR dan Perkim Kota Serang, Sekda Kota Serang nanang Saefudin mengaku proses pengembaliannya sudah mencapai 80 persen. Adapun teknis pengembaliannya dilakukan inspektorat Kota Serang.

“Sudah 80 persen ya dikembalikan, itu tindaklanjutnya dan untuk evaluasi teknis pertemuannya itu inspektorat” terangnya.

Pada bagian lain, Oknum Aparatur Sipil Negara Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Kabupaten Pandeglang, TB Muhammad Affandi saat dihubungi BANPOS membenarkan temuan BPK.

“Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang telah dilakukan oleh BPK perwakilan Provinsi Banten, menemukan adanya rekayasa pelaksanaan pekerjaan penyusunan naskah akademik Raperda tentang PUG pada kegiatan penyusunan Raperda inisiatif DPRD dan Propemperda atas belanja konsultansi TA 2020 senilai Rp 78.760.000,” kata TB M Affandi.

Hasil pemeriksaan BPK terhadap penyedia jasa yaitu CV Dh, lanjut Affandi, ditemukan bahwa penyedia jasa tidak melaksanakan pekerjaan penyusunan naskah akademik Raperda tentang PUG. Bahkan penyedia jasa mengakui kepada BPK bahwa saat mengikuti proses pengadaan jasa konsultansi berdasarkan kesepakatan dengam MA yang merupakan ASN yang sebelumnya bekerja pada Sekretariat DPRD.

Affandi menambahkan, setelah ditetapkan sebagai penyedia jasa, lalu anggota DPRD bersangkutan merekomendasikan emat nama tenaga ahli untuk diikut sertakan sebagai personel dalam pekerjaan tersebut.

“MA menyampaikan rekomendasi tersebut kepada penyedia jasa untuk kemudian memasukan empat orang itu sebagai tenaga ahli untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Pembayaran SP2D seluruhnya masuk ke rekening penyedia jasa sebesar Rp70.168.000 setelah dikurangi pajak, sesuai kesepakatan penyedia jasa hanya mengambil fee Rp6 juta dan sisanya secara tunai diberikan kepada MA dan selanjutnya diberikan seluruhnya kepada anggota DPRD,” terangnya.

Kata dia, BPK juga melakukan penelurusan terhadap tenaga ahli dan ditemukan bahwa yang melaksanakan pekerjaan tersebut hanya dua orang saja dn keduanya mengaku diberikan honor masing-masing sebesar Rp 9 juta.

“Total pembayaran yang diberikan kepada dua orang tenaga ahli tersebut adalah Rp 18 juta, sehingga BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp 60.760.000,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Affandi, dengan adanya temuan BPK tersebut, pihaknya akan melaporkan oknum ASN yang diduga telah merekayasa pelaksanaan pekerjaan pengadaan jasa konsultansi kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
“Temuan BPK ini akan kita laporkan kepada APH untuk memberikan efek jera,” tegasnya.

Salah satu nama oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial MA yang bekerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang, yang ditulis dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Provinsi Banten saat ditemui BANPOS membenarkan temuan BPK tersebut dan mengaku dihubungi oleh oknum anggota DPRD Kabupaten Pandeglang berinisial R untuk mencarikan penyedia jasa konsultansi yang akan dipinjam namanya saja.

Saat ditanyakan kembali apakah oknum anggota DPRD yang menghubunginya sudah senior menjabat anggota DPRD, MA mengatakan bahwa ada anggota dewan lain yang lebih senior.

“R ini sudah dua periode, kalau berbicara senior yang lain ada yang udah tiga periode. Itu sudah saya omongin inisialnya, situ udah tau lah,” ucapnya.

Saat ditanya alasan MA dihubungi untuk mencarikan penyedia jasa konsultansi apakah atas usulannya, MA mengaku bahwa dirinya sudah tidak bekerja di Sekertariat DPRD (Setwan) Kabupaten Pandeglang lagi. “Yaa saya mah udah nggak disitu lagi (Setwan, red),” ujarnya.

Sementara itu salah satu anggota DPRD Kabupaten Pandeglang, berinisial R saat dihubungi BANPOS melalui pesan WhatsApp untuk menanyakan apakah yang dimaksud oleh MA tersebut dirinya atau bukan, hingga berita ini ditayangkan belum memberikan jawaban.(MG-01/LUK/DZH/DHE/PBN/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *