SERANG, BANPOS – PT Right Asia Medika (RAM) disebut meminta untuk dibuatkan invoice dan kuitansi fiktif kepada PT Berkah Mandiri Manunggal (PT BMM) selaku distributor. Selain itu, terungkap pula fakta bahwa masker yang dibeli tersebut ternyata berasal dari pembelian online.
Direktur PT BMM, Agus Haryanto, mengatakan bahwa pihaknya pada saat itu mendapatkan order pengadaan masker KN-95 dari PT RAM sebanyak 15 ribu pcs. Karena sulitnya mendapatkan barang tersebut, ia pun melakukan pencarian secara online dan mendapatkan pihak yang menjual.
“Susah (cari masker), makanya dikirimnya tiga kali. Waktu itu saya searching di Google. (Pembelian masker dari) Haji Hardian, pribadi (bukan perusahaan),” tuturnya.
Saat membeli dari Hardian, Agus menuturkan bahwa harga pembelian hanya sebesar Rp72 ribu per pcs. Sedangkan pihaknya menjual kepada PT RAM seharga Rp88 ribu per pcs.
“Kami mengambil keuntungan 2,5 persen. Harga beli Rp72 ribu, dijual Rp88 ribu. Setahu saya asal sama-sama sepakat, tidak masalah,” tuturnya.
Agus mengaku bahwa pihaknya diminta oleh PT RAM untuk membuat invoice dan kuitansi fiktif oleh Chandra dan Lutfiana, yang disebut merupakan karyawan PT RAM. Namun belum diketahui siapa yang memerintahkan keduanya untuk meminta invoice dan kuitansi fiktif.
“Waktu itu pernah melalui pak Chandra maupun pak Luthfiana untuk (membuat) kuitansi (fiktif) untuk harga sekitar Rp3 miliar, tapi saya menolaknya. (Permintaan) setelah selesai transaksi. Saya ngomongnya enggak mau, gitu saja. Saya bilangnya enggak bisa (buat kuitansi Rp3 miliar) karena harganya sesuai invoice yang kami kirimkan Rp1,3 miliar,” ungkapnya.
Saksi pun mengaku selama transaksi dan pengiriman barang, pihaknya tidak pernah bertemu dan tidak mengenal terdakwa Wahyudin dan Lia Susanti. Ia hanya mengenal dan bertemu dengan terdakwa Agus Suryadinata.
“Sebelumnya belum pernah (bertemu dengan Agus). Bertemu setelah pengiriman barang ke Dinkes. Tidak pernah (ketemu Wahyudin). Ibu Lia tidak tahu. Tahunya saudara Agus. Saya tahunya dari pak Chandra, pak Agus ini dari PT RAM gitu,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejati Banten mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan masker oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten. Diduga, kerugian negara yang terjadi mencapai Rp1,680 miliar pada akhir Mei lalu.
Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan pengadaan masker yang dimaksud yakni pengadaan masker KN95 yang dilakukan oleh Dinkes Provinsi Banten pada Mei 2020 yang lalu sebanyak 14 ribu buah.
“Pengadaan masker KN95 sebanyak 14 ribu buah. Itu berasal dari biaya tak terduga (BTT) APBD Pemprov Banten tahun 2020 yang dikelola oleh Dinas Kesehatan,” tuturnya.
Sementara untuk kerugian yang ditimbulkan, Kejati Banten menduga mencapai Rp1,680 miliar. “Kerugian negara itu diduga mencapai Rp1,680 miliar. Nilai itu masih merupakan dugaan kami,” katanya.
Menurut Ivan, dugaan adanya tindak pidana korupsi tersebut lantaran pihaknya melihat ada ketidakwajaran harga pada pengadaan masker tersebut. Nilai itu pun disebutkan tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh penyedia.
“Ini kewajaran harganya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Memang sesuai dengan surat pemesanan, namun untuk kewajaran nilainya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh penyedia barang yah,” ungkapnya.(DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan