SERANG, BANPOS – Program kota tanpa kumuh (Kotaku) Provinsi Banten di tahun anggaran 2021, menggelar kegiatan reguler infrastruktur skala lingkungan. Dalam pelaksanaannya, infrastruktur tersier diusulkan, direncanakan dan dilaksanakan langsung oleh masyarakat secara swakelola melalui Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) ditingkat Kelurahan/Desa.
Tenaga ahli komunikasi OC6 Banten, Gin gin ginanjar, mengungkapkan bahwa tahun 2021 ini, mendapatkan 9 kelurahan reguler dengan anggaran masing-masing Rp1 miliar per Kelurahan. Diantaranya yaitu di Kabupaten Pandenglang, Desa Labuan dan Carita, Kota Serang, Kelurahan Banjar Sari, Serang, Sumur Pecung, Margaluyu, Suka jaya dan di Kabupaten Serang untuk Desa Pamanuk dan Panenjoan.
“Infrastruktur skala lingkungan dalam program Kotaku adalah jenis kegiatan infrastruktur yang dibangun melalui program Kotaku adalah infrastruktur yang secara langsung berkontribusi mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni, utamanya terkait penyelesaiaan permasalahan aspek 7+1 Kekumuhan,” ujarnya, kemarin.
Menurutnya, implementasi penyelenggaraan infrastruktur skala lingkungan, harus terintegrasi dengan infrastruktur skala kawasan atau jaringan infrastruktur kota. Dalam pelaksanaannya, difokuskan pada lokasi permukiman kumuh, sehingga penanganan pada lokasi tersebut dapat tuntas.
“Sebagai wujud tanggungjawab bersama dalam melaksanakan program Kotaku, pemerintah pusat hanya mengalokasikan sebagian kecil dari kebutuhan dana investasi upaya pencegahan maupun peningkatan kualitas permukiman kumuh,” tuturnya.
Untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan dana investasi, Gin Gin mengatakan, diharapkan dapat disediakan oleh pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Ia menjelaskan, pembangunan infrastruktur skala lingkungan umumnya memerlukan perencanaan yang lebih sederhana, biaya yang tidak terlalu besar, teknologi sederhana, resiko kecil dan biaya pemeliharaan yang kecil sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan secara partisipatif dan swakelola oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh Fasilitator kelurahan atau desa.
“Pembangunan atau rehabilitasi infrastruktur skala lingkungan perlu memperhatikan pembangunan infrastruktur skala kawasan, sehingga terjadi integrasi antara skala lingkungan dengan system kotanya,” ucapnya.
Pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan permukiman juga perlu didukung oleh berbagai pihak seperti BKM, UPL, KSM serta masyarakat penerima manfaat langsung, yaitu warga miskin atau MBR dan warga sekitar. Pelaku pembangunan di tingkat kelurahan, dilakukan pendampingan teknis dan administrasi oleh Fasilitator Kelurahan.
“Berbicara pembangunan infrastruktur tentu tidak terlepas dari operasional dan pemeliharaannya, maka dalam memenuhi hal ini dalam pelaksanaan program Kotaku ada yang namanya KPP (Kelompok Pemanfaat dan Pemeliharaan),” terangnya.
Menurutnya, peran KPP ini sangat diperlukan untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik infrastruktur melalui KSM/Panitia atau bersama kader teknis, membantu UPL dalam pengendalian pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh KSM/Panitia.
“Selain itu, KPP membangun peningkatan kesadaran dan kontribusi warga untuk melakukan pemeliharaan prasarana secara bersama-sama dan berperan dalam hal melakukan kerjasama kemitraan dengan pemerintah kelurahan/desa, Dinas/Instansi tingkat kota/kabupaten terkait dan pihak swasta atau lainnya guna meningkatkan peroleh pembiayaan pemeliharaan atau pengembangan layanan prasaran,” tandasnya. (MUF)
Tinggalkan Balasan