SERANG, BANPOS – Pembangunan toilet sekolah di Kota Serang yang mencapai Rp2,5 miliar mendapat sorotan dari pegiat anti korupsi. Nilai tersebut dianggap tidak wajar untuk pembangunan toilet, karena dengan nilai tersebut bahkan bisa untuk membangun rumah standar.
Berdasarkan data yang tercantum dalam situs Sirup LKPP, diketahui terdapat 19 Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang mendapat kucuran anggaran untuk pembangunan toilet. Masing-masing sekolah mendapat alokasi sebesar Rp134 juta yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Sedangkan berdasarkan pantauan di salah satu sekolah, yakni SDN Ampel, diketahui bahwa meskipun pembangunan sudah selesai sejak sebulan yang lalu, namun toilet tersebut masih belum bisa digunakan. Sebab, tidak ada air yang mengalir dan kondisi toilet masih berantakan.
Kepala SDN Ampel, Sasmita, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pembangunan toilet di sekolahnya tersebut telah rampung sejak sebulan yang lalu. Akan tetapi, toilet tersebut masih belum bisa digunakan lantaran belum ada aliran air.
“Sudah sebulan. Bagaimana mau digunakan, kondisinya masih berantakan seperti ini,” ucapnya.
Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada, mengatakan bahwa program pembuatan toilet tersebut sebenarnya bagus. Namun yang menjadi perhatiannya ialah besaran anggaran untuk setiap toilet.
“Melihat anggarannya hingga angka Rp134 juta per unit, itu saya kira sebuah kejanggalan, pemborosan di situasi pandemi seperti ini,” ujarnya kepada awak media melalui pesan WhatsApp, Senin (30/8).
Menurutnya, saat ini masyarakat tengah menjerit akibat pandemi Covid-19. Sayangnya, jeritan tersebut malah diperparah dengan tidak tepatnya penggunaan anggaran, termasuk anggaran yang direfocusing.
“Dari proses perencanaannya sudah tidak benar. Dari Rp134 juta itu, saya kira bisa menyelesaikan satu unit bangunan rumah, bukan toilet,” tuturnya.
Uday menegaskan, para pengambil kebijakan seharusnya melakukan pengecekan ulang terhadap program pembangunan tersebut. Sebab, kondisi toilet yang sudah selesai terbangun pun jauh dari yang dibayangkan dengan besaran anggaran sebesar itu.
“Karena disinyalir ini kan ada 19 titik yang biasanya dilaksanakan dengan cara swakelola oleh pihak sekolah. Seperti halnya di Kabupaten Pandeglang, ini dikerjakan oleh pihak ketiga, ini kondisinya jauh dari yang kita bayangkan toilet itu seperti apa,” tuturnya.
Pengecekan tersebut bisa dilihat dari spesifikasi bangunan, mulai dari keramik hingga ke spesifikasi barang-barang seperti urinoir. Dari yang ia lihat, keramik yang digunakan saja terbilang standar jika dibandingkan dengan nilai pembangunan.
“Menurut relawan Banten, saya kira itu bisa satu unit (senilai) Rp 30juta. Artinya itu pemborosan yang luar biasa,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dindikbud Kota Serang, Alpedi, saat dihubungi melalui sambungan telepon tidak merespon. Sedangkan pesan WhatsApp yang dikirimkan oleh BANPOS hanya dijawab secara singkat oleh Alpedi. “Ke kantor saja ya,” tandasnya.(DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan