Jual Beli Jabatan Kerap Dilakukan

JAKARTA, BANPOS – Terus berulangnya kasus korupsi terkait pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gemas. Komisi pimpinan Firli Bahuri cs itu menyatakan, jual beli jabatan menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah.

“KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan 7 Bupati, yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding lewat pesan singkat, Rabu (1/9).

KPK pun mengingatkan kepada para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi ASN di lingkungan pemerintahannya.

Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, komisi antirasuah mendorong diimplementasikannya Monitoring Center for Prevention (MCP) manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi Pemda untuk dipenuhi. Pertama, meliputi ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau SK Kepala Daerah. Kedua, sistem informasi.

Lalu ketiga, kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi. Berikutnya keempat, tata kelola SDM. Dan terakhir kelima, pengendalian dan pengawasan.

Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan.

“Termasuk tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi,” tegasnya.

Dari hasil pemetaan KPK atas titik rawan korupsi di daerah, kata Ipi, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, yaitu di antaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan jasa. Kemudian korupsi pada sektor penerimaan daerah, mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat dan korupsi, di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan.

Dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan daerah, KPK telah mendorong diimplementasikannya Monitoring Center for Prevention (MCP).

“Manajemen ASN merupakan salah satu dari delapan fokus area intervensi perbaikan tata kelola pemda yang terangkum dalam aplikasi tersebut,” tambah Ipi.

Kedelapan area intervensi tersebut adalah Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa.

“Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong diimplementasikannya manajemen ASN berbasis ‘merit system’,” ungkap Ipi.

Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi, yaitu meliputi: ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau Surat Kepala Kepala Daerah; sistem informasi; kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi; tata kelola SDM; serta pengendalian dan pengawasan.

Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas, menurut Ipi, sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan.(OKT/ENK/RMID/JPG)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *