Samad Disebut Ngutang Buat Korupsi

SERANG, BANPOS – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Samsat Malingping, Samad, menggunakan dana pinjaman untuk membeli lahan yang akan dibebaskan oleh pemerintah. Pinjaman dia dapat dari koleganya dan menggadaikan Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS) miliknya, kepada perbankan.

Berdasarkan keterangan berbagai saksi di persidangan, Samad dalam menjalankan aksinya kerap kali dilakukan melalui perantara saksi Asep Saefudin, yang merupakan pegawai honorer di Samsat Malingping.

Ade Irawan selaku salah satu pemilik lahan yang dibeli oleh Samad, mengatakan bahwa mulanya Samad meminta kepada dirinya mencari lahan, untuk keperluan pembangunan kantor Samsat Malingping.

“Haji Samad datang ke saya. Saya disuruh mencari tanah seluas 10 ribu meter beserta dokumen-dokumennya. Tapi katanya jangan bilang kalau tanahnya untuk pembangunan Samsat,” ujar Ade Irawan, Selasa (7/9).

Ia pun menjalankan tugas dari Samad tersebut. Beberapa lokasi lahan pun ditemukan oleh dirinya, beserta berkas-berkas pendukung.

“Waktu itu saya serahkan ke Asep dokumen-dokumennya. Tapi tidak ada tanahnya yang jadi, karena dibatalkan,” ungkapnya.

Beberapa waktu kemudian, Samad pun membeli tanah milik Ade seluas 4.400 meter persegi. Tanah tersebut dibeli oleh Samad seharga Rp100 ribu per meter persegi dengan total pembayaran sebesar Rp430 juta. Menurutnya, Samad mencicil pembayaran hingga tiga kali dengan nominal Rp150 juta, Rp180 juta dan Rp90 juta.

“Pembeliannya itu dibuat AJB, namun tidak atas nama Haji Samad. Tapi atas nama Apriyatna. Saya tidak bertemu dengan Apriyatna, dokumennya dibawa oleh aparat desa. Awalnya saya tanya, kenapa Apriyatna, kata aparat desa, itu urusan saya (aparat desa),” tuturnya.

Saat dikonfirmasi kepada Samad, Ade pun mengetahui bahwa pengatasnamaan Apriyatna untuk AJB tanah yang ia jual lantaran Samad memiliki utang kepada Apriyatna. Namun tidak diketahui berapa jumlahnya.

“Katanya uangnya itu (untuk membeli tanah Ade Irawan) didapat dari menggadaikan SK PNS ke Bank dan mendapatkan pinjaman dari pak Apriyatna. Tidak tahu jumlahnya,” jelas Ade.

Apriyatna dalam kesaksiannya, membenarkan bahwa dirinya menandatangani AJB tanah milik Ade Irawan seluas 4.400 meter persegi, karena diminta oleh Samad. Menurutnya, Samad saat menghubungi Apriyatna, mengatakan bahwa AJB tersebut sebagai jaminan utang Samad kepada Apriyatna sebesar Rp150 juta.

“Tanda tangan AJB disuruh oleh pak Samad. Saya kira itu merupakan jaminan atas pinjaman Rp150 juta oleh pak Samad. Awal tahun 2019 itu peminjamannya. Sekarang sudah lunas, sekitar akhir tahun 2020 sudah dilunasi secara tunai. Saya pinjamkan juga secara tunai,” ucapnya.

Apriyatna mengaku bahwa dirinya tidak tahu menahu untuk apa pinjaman uang tersebut. Sebab, Samad tidak memberitahukan alasan ia meminjam uang dan Apriyatna percaya Samad bisa mengembalikannya, lantaran Samad merupakan mantan atasannya di Dispora, dan seorang Kepala UPT Samsat.

“Nggak bilang apa-apa waktu pinjam. Cuma bilang mau pinjam. Kebetulan saya memang sedang ada uang, dan saya juga melihatnya pak Samad ini Kepala Samsat dan mantan atasan saya di Dispora. Jadi saya pinjamkan saja,” jelasnya.

Cicih Suarsih selaku pemilik lahan seluas 1.707 meter persegi yang juga dibeli Samad, mengatakan bahwa mulanya ia didatangi oleh ayah dari Asep Saefudin, Abdul, yang bertanya apakah tanah miliknya mau dijual.

“Ada abahnya pak Asep nanya ada tanah yang mau dijual nggak? Katanya mau dibeli. Saya bilang (harganya) Rp100 ribu per meter. Katanya bakal ada yang datang ke sini. Saya tanya, buat apa bah? Katanya buat kebun-kebunan cau (Pisang, red). Katanya buat anak angkat abah, itu Haji Samad,” ujarnya.

Setelah pertemuan tersebut, Samad datang ke rumah Cicih bersama dengan Abdul dan Asep. Terjadi tawar menawar harga tanah, hingga sepakat bahwa tanah tersebut akan dijual dengan harga Rp170 juta. Samad pun menyerahkan uang muka atau DP kepada Cicih.

“Jadi DP dulu Rp30 juta. Ini di DP kata Haji Samad, biar enggak dijual ke orang lain. Haji Samad langsung yang membayar. Dibuatkan kwitansi, tapi enggak dikasih. Cuma disuruh tandatangan saja. Sekitar beberapa minggu kemudian, datang lagi Haji Samad. Itu untuk pelunasan sisanya Rp140 juta,” ungkapnya.

Menurutnya, pembelian tanah tersebut tidak langsung dibuatkan AJB. Sebab, pembuatan AJB akan dilakukan secara terpisah. Di sisi lain, Cicih diminta untuk mengaku bahwa pembeli dari tanah miliknya merupakan Euis yang merupakan anak dari Uwi Safuri, dan dilakukan pada tiga tahun yang lalu.

“Saya disuruh datang ke Samsat. Terus kata Asep, kalau ada yang bertanya saya disuruh bilang kalau tanahnya itu dijual tiga tahun yang lalu kepada Euis. Itu disuruh sama pak Samad, bilangnya melalui Asep. Karena saya disuruh seperti itu, ketika ada yang tanya saya lupa siapa, saya bilang seperti yang diarahkan,” tuturnya.

Saksi Uwi Safuri yang namanya dijadikan sebagai pemilik tanah yang dibeli Samad dari Cicih mengaku bahwa mulanya Samad datang untuk membeli tanah miliknya seluas 2.555 meter persegi. Namun ia menolaknya.

Lalu beberapa waktu kemudian, dilakukan sosialisasi bersama Samsat Malingping, berkaitan dengan pembebasan lahan beserta harga yang ditawarkan oleh pemerintah. Disepakati harga sebesar Rp500 ribu per meter persegi.

“Harganya Rp500 ribu per meter. Itu harga berdasarkan musyawarah waktu itu. Saya sudah menerima pembayaran dengan cara ditransfer ke rekening Bank Banten,” ujarnya.

Uwi pun mengaku pernah menandatangani AJB untuk pembelian tanah milik Cicih seluas 1.707 meter persegi. Menurutnya, hal itu merupakan saran dari BPN agar tanah yang dibebaskan harus satu kepemilikan.

“Pertama-tama saran dari BPN, dan saya disuruh oleh Haji Samad untuk menandatangani. Sebenarnya tanah itu punya Haji Samad, yang dibeli dari Hajah Cicih. Saya tanda tangan terpisah (dari Cicih), orang desa datang ke rumah,” katanya.

Majelis Hakim pun bertanya kepada Uwi, bagaimana dirinya mendapatkan uang pembebasan lahan dari pemerintah. Uwi pun menjelaskan bahwa pembayaran tersebut dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank Banten.

“Besarannya Rp3,2 miliar lebih. Saya hanya memegang saja. Yang saya itu ambil yang dari tanah saya saja. Kalau yang Rp850 juta saya serahkan ke Asep. Saya serahkan di kantor Bank Banten Malingping,” tuturnya.

Senada disampaikan oleh Euis. Ia mengaku bahwa pada saat sosialisasi, konsultan sempat bertanya kepada Cicih mengenai penjualan tanah miliknya. Menurut Euis, Cicih membenarkan bahwa tanah tersebut telah dijual.

“Terus kata Haji Samad, harus satu nama. Makanya digunakan nama saya. Saat di BPN, kata orang BPN ini kan saya (hubungan) anak bapak dengan Haji Uwi, jadi daripada berabe, atas nama bapak saja,” ujarnya.

Setelah itu, tanah milik dia dan ayahnya yakni Uwi Safuri serta tanah milik Samad yang diatasnamakan ayahnya pun dibeli oleh Pemprov Banten. Samad pun menelpon dirinya agar bagian dari penjualan tanah milik Samad, agar diberikan kepada Asep.

“Pak Haji Samad nelpon ke saya, bilang disuruh kasih ke Asep uang Rp850 juta. Saya mah karena mikirnya tanah itu emang milik pak Haji Samad, makanya saya bilang kasihkan saja,” jelasnya.

Sementara Asep Saefudin mengaku bahwa Samad memerintahkan dirinya untuk mencari tahu pemilik dari tanah yang akan dibeli oleh Pemprov Banten. Karena ia tidak tahu, maka dirinya pun bertanya kepada ayahnya yakni Abdul.

“Pada saat itu Kepala Samsat nanya kepada saya apakah tahu nama yang punya tanah, saya jawab saya tidak tahu. Saat saya cari tahu ke orang tua, kalau itu ternyata tetangga. Maka bertemu Haji Samad dengan Cicih. Saya lihat pada saat (pembayaran) DP dan pelunasan,” ujarnya.

Lalu ia pun membenarkan bahwa dirinya diperintah oleh Samad, untuk memberikan arahan kepada Cicih agar ketika ditanya mengenai pembelian tanah, harus menjawab tanah dibeli oleh Euis tiga tahun yang lalu.

“Saya disuruh oleh pak Samad untuk menjemput ibu Cicih ke kantor. Masalah disuruh menyampaikan soal dibeli tiga tahun lalu, saya disuruh oleh pak Samad,” ungkapnya.

Ia juga mengaku bahwa dirinya diperintah oleh Samad, untuk mengambil uang dari Uwi Safuri di Bank Banten Cabang Malingping. Namun ia mengaku tidak tahu berapa besaran uang yang akan diambil.

“Saya disuruh bertemu dengan haji Uwi di Bank Banten Cabang Malingping. Saya diminta untuk mengambil. Di sana dikasih oleh haji Uwi satu kantong untuk haji Samad. Lalu saya serahkan ke haji Samad di rumahnya,” tandasnya.(DZH/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *