SERANG, BANPOS – Saksi perkara kasus dugaan korupsi pengadaan masker pada Dinkes Provinsi Banten menyebut bahwa Lia Susanti selaku PPK tidak ada tanggungjawab dalam perkara tersebut. Sebab, tanggungjawab sepenuhnya berada di penyedia.
Selain itu, nominal harga pokok pada invoice pembelian masker PT RAM kepada PT BMM yang diduga telah dimanipulasi oleh penyedia, menjadi landasan Satgas Akuntabilitas Keuangan Daerah (AKD) berpendapat adanya ketidakwajaran harga pada proyek pengadaan masker tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh saksi Primandono, yang merupakan tim Satgas AKD Provinsi Banten. Saksi Primandono ditemani oleh saksi lainnya dari Satgas AKD juga bernama Rohman.
Dalam keterangannya, Primandono mengungkapkan bahwa tugas dari Satgas AKD salah satunya yakni melakukan audit terhadap pengadaan barang dan jasa, yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Maka dari itu, pengadaan masker KN-95 pun menjadi salah satu kegiatan yang pihaknya audit.
Dalam audit yang dilakukan oleh pihaknya, ditemukan adanya ketidakwajaran harga pada pengadaan masker yang dibeli dari PT RAM sebanyak 15 ribu masker. Ketidakwajaran tersebut terendus setelah pihaknya melakukan konfirmasi, atas harga pokok pengadaan masker PT RAM, dari pemasoknya yakni PT BMM.
“Kami anggap tidak wajar karena invoice harga pokok pembelian barang yang diberikan oleh PT RAM kepada Dinkes sebesar Rp170 ribu per buah, namun dari PT BMM harga pokok sebesar Rp88 ribu per buah,” ujarnya di persidangan, Rabu (8/9).
Majelis Hakim pun menanyakan perihal pengadaan masker PT BMW dan PT RNI, yang memiliki harga hampir serupa dengan PT RAM, namun tidak tersandung masalah. Menurut Primandono, hal tersebut karena tidak ditemukan kejadian yang sama dengan PT RAM.
“Hasil konfirmasi yang kami lakukan kepada penyedia dan pemasoknya, tidak ditemukan nilai yang tidak wajar. Jadi sinkron antara yang disampaikan oleh penyedia dengan pemasok,” terangnya.
Kuasa Hukum Lia Susanti pun bertanya, dalam perkara tersebut, apakah pihak penyedia telah menyampaikan pernyataan bahwa akan bertanggungjawab apabila terjadi permasalahan. Primandono pun mengatakan bahwa penyedia menyatakan bertanggungjawab, dibuktikan dengan surat pernyataan.
“Setahu saya, apapun hasilnya apabila terdapat ketidakwajaran harga, akan menjadi tanggungjawab penyedia. Itu sudah ada dalam surat pernyataannya,” ungkap dia.
Kuasa hukum lainnya pun menanyakan, apakah jika PT RAM melampirkan invoice dengan harga pokok yang sesuai yakni Rp88 ribu dan tetap menjual seharga Rp200 ribu, apakah akan dianggap tidak wajar pula harganya. Ia pun menjawab bahwa hal tersebut bukan menjadi ranah tugasnya.
“Itu bukan wewenang saya pak. Tadi saya sudah sampaikan, seharusnya pada saat menyampaikan surat kewajaran harga, harga pokok yang disampaikan adalah Rp88 ribu, bukan Rp170 ribu. Yang namanya keuntungan, itu bukan ranah kami. Tapi karena PT RAM tidak ada itikad baik dalam menyampaikan harga pokok, kami anggap tidak wajar,” jelasnya.
Lalu, Primandono pun mengatakan bahwa dalam hal pengadaan barang dan jasa, termasuk pengadaan masker, PPK tidak memiliki tanggungjawab apabila terjadi permasalahan. Sebab, permasalahan tersebut menjadi tanggungjawab dari penyedia.
“Pertanggungjawabannya secara penuh oleh penyedia. Tugas PPK hanyalah untuk meminta penyedia untuk meminta dokumen-dokumen, untuk nanti diserahkan untuk diaudit. Tapi dokumen-dokumen yang kami dapatkan, itu diterima dari penyedia. Dokumen-dokumen semua (yang salah nama), semua kami terima dari direktur PT RAM,” tandasnya.(DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan