Penanganan Pandemi Bisa Rugikan Negara Rp2,94 Triliun, Menkeu Jamin Jaga Akuntabilitas

JAKARTA, BANPOS – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp2,94 triliun dalam Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) tahun 2020. Angka ini akumulasi dari 2.843 persoalan yang ditemukan.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, permasalahan tersebut meliputi 887 kelemahan sistem pengendalian intern, 715 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan 1.241 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan BPK telah melakukan pemeriksaan komprehensif berbasis risiko terhadap 27 Kementerian/Lembaga, 204 pemerintah daerah dan 10 BUMN dan badan lainnya.

“Hasil pemeriksaan atas PC-PEN tersebut mengungkap 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan senilai Rp 2,94 triliun,” kata Agung dalam workshop bertema Deteksi & Pencegahan Korupsi, Selasa (14/9).

Alokasi anggaran PC-PEN 2020 yang berada di pemerintah pusat, daerah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, BUMN, BUMD, serta hibah/sumbangan masyarakat yang dikelola pemerintah, sebesar Rp 933,33 triliun. Anggaran tersebut telah direalisasikan Rp 597,06 triliun atau 64 persen.

BPK juga menilai efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi Cobid-19 tidak sepenuhnya tercapai.

“Bukti-bukti empiris memperlihatkan bahwa pengelolaan keuangan baik di sektor publik maupun di sektor swasta di masa krisis cenderung memperbesar risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Dalam kondisi krisis, pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan rentan untuk mengalami situasi yang menyebabkan terjadinya kecurangan,” imbuhnya.

BPK pun telah merekomendasikan sejumlah langkah agar potensi kerugian negara semakin minimal dalam penanganan Covid-19. Pertama, menetapkan grand design rencana kerja satuan tugas penanganan Covid-19 yang jelas dan terukur.

Rekomendasi kedua, menyusun identifikasi kebutuhan barang dan jasa dalam penanganan pandemi Covid-19. Ketiga, memprioritaskan penggunaan anggaran untuk PC-PEN. Keempat, menetapkan kebijakan dan prosedur pemberian insentif dan perencanaan pemenuhan distribusi serta pelaporan distribusi alat kesehatan.

Rekomendasi kelima, melakukan pengujian kewajaran harga yang disampaikan rekanan. Rekomendasi terakhir, validasi dan pemutakhiran data penerima bantuan baik by name by address serta menyederhanakan proses dan mempercepat waktu penyaluran dana ke penerima akhir serra meningkatkan pengawasan pengendalian serta memproses indikasi kerugian negara dan daerah sesuai peraturan perundang-undangan.

Terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan terus menjaga akuntabilitas keuangan negara dalam penanganan pandemi Covid-19. Caranya, dengan melibatkan para penegak hukum.

“Pemerintah bekerja keras menggunakan instrumen APBN untuk meringankan dan memulihkan ekonomi. Kita menggunakan resources ini harus dipertanggungjawabkan,” tegas Sri dalam Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintahan Tahun 2021, Selasa (14/9).

Mantan Direktur Bank Dunia ini mengungkapkan, lembaga penegak hukum yang bersinergi dengan pemerintah dalam mengawal akuntabilitas keuangan negara adalah Polri, Kejaksaan Agung, KPK, BPK, BPKP dan LKPP.

Pelibatan lembaga-lembaga penegak hukum itu dilakukan untuk menghindari potensi terjadinya risiko penyelewengan terhadap uang negara. Penyelewengan itu, ditambahkannya, bisa mengurangi efektivitas program pemerintah.

“Kita memahami akan terjadi adanya risiko penggunaan uang negara sehingga dalam perencanaan dan pelaksanaan melibatkan lembaga penegak hukum,” tuturnya.

Sri memahami, tidak mudah mengatur keuangan negara di tengah krisis. Sebab, kebanyakan kementerian/lembaga, tiba-tiba harus melakukan refocusing anggaran.

Sementara beberapa kementerian/lembaga lain juga mendadak mendapat anggaran sangat besar lantaran menjadi garda terdepan dalam menghadapi pandemi.

Misalnya saja, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Sosial (Kemensos) Kemenkop UKM, dan BNPB.

“Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh pimpinan K/L dan Pemerintah Daerah, yang saya yakin menghadapi situasi luar biasa tidak mudah,” ucap Sri.

Dia bangga, lantaran kementerian/lembaga dan Pemda telah mampu melewati tantangan dalam menjaga akuntabilitas keuangan negara pada tahun lalu. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.

Rinciannya, sebanyak 84 LKKL dari 86 kementerian dan lembaga atau 97,7 persen mendapatkan Opini WTP. Untuk Pemerintah Daerah, sebanyak 486 dari 542 pemerintah daerah atau 89,7 persen mendapatkan opini WTP. Rinciannya, 33 provinsi 88 pemerintah kota dan 365 Pemerintah kabupaten di seluruh Indonesia.

Sri menyatakan, peningkatan kualitas laporan keuangan yang terjadi pada situasi yang extra ordinary ini merupakan suatu prestasi yang tidak mudah dan bukan sesuatu yang sederhana.

“Karena yang kita gunakan adalah dana publik, dana rakyat dan kita harus mempertanggungjawabkan secara baik, terus menjaga tata kelola. Kalau masih ada Kementerian/Lembaga yang belum mencapai, kita berharap untuk terus memperbaikinya,” imbaunya.(OKT/FAQ/ENK/RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *