JAKARTA, BANPOS – Sebanyak 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) karena gagal dalam tes wawasan kebangsaan (TWK), akan segera diberhentikan dengan hormat.
“Memberhentikan dengan hormat kepada 50 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat per tanggal 30 September 2021,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/9).
Dia mengatakan, selain 50 pegawai, ada enam pegawai lain yang ikut dipecat lantaran tidak mau mengikuti pelatihan bela negara. Sementara 18 pegawai yang mengikuti pelatihan bela negara, dilantik menjadi ASN setelah dinyatakan lulus dari diklat bela negara.
Selain itu, ditambahkan eks mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor itu, KPK memberi kesempatan kepada tiga pegawai yang baru menyelesaikan tugas luar negeri untuk mengikuti TWK. Ketiga orang tersebut akan mengikuti TWK pada 20 September 2021
Pemecatan secara hormat ini dilakukan lebih cepat. Sebelumnya, Komisi antirasuah sebelumnya menyebut pemecatan akan berlangsung pada awal November 2021.
Alex mengatakan, mereka semua sudah sangat berjasa selama bekerja di KPK. Dia menegaskan, pemecatan mereka bukan penghinaan.
“Semoga dedikasi dan amal perbuatannya menjadi amal soleh dan berguna bagi bangsa dan negara,” harapnya.
Alex yakin, mereka semua akan mempunyai tempat di instansi lain. Mereka diyakini tidak akan kehilangan integritas yang sudah tertanam karena bekerja di KPK bertahun-tahun.
Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, tidak ada istilah mempercepat pemecatan. Menurutnya, pemecatan boleh dilakukan sebelum batas maksimal proses alih status rampung berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
“Kami tunduk pada undang-undang, jadi tidak ada istilah percepatan atau perlambatan, sesuai keputusan saja,” ujar Firli.
“(Pemecatan dengan hormat) itu (cuma maju) setengah bulan,” imbuh Jenderal polisi bintang tiga itu.
Sedangkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menambahkan, berdasarkan Pasal 69 b dan Pasal 69 c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, komisi antirasuah diberi waktu sampai 31 Oktober 2021 untuk menyelesaikan proses alih status pegawai sebagai ASN.
Namun, penyelesaian alih status rampung sebelum 31 Oktober 2021. Dengan begitu, pemecatan pegawai tidak perlu menunggu batas akhir. “Jadi ini bukan percepatan tapi ini dalam durasi yang dimandatkan dalam undang-undang,” tuturnya.
Dipastikan Ghufron, hal itu tidak melanggar hukum. Apalagi, Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memberikan putusan tentang uji materil pelaksanaan TWK. “Namanya paling lama bisa dua tahun, kalau cepet ya Alhamdulillah,” tandasnya.
Terpisah, penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan merespons langkah Pimpinan KPK memecat 57 pegawai nonaktif, termasuk dirinya. Menurut Novel pemecatan terhadap dirinya dan puluhan rekannya merupakan bentuk permasalahan yang harus diprotes. Karena berdasarkan hasil pemantauan Ombudsman Republik Indonesia dan Komnas HAM, asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN melanggar HAM dan malaadministrasi.
“Saya kira ini suatu hal yang luar biasa. Kenapa kita tahu bahwa ada banyak permasalahan yang jelas, yang nyata, perbuatan melawan hukum, perbuatan manipulasi, perbuatan ilegal yang dilakukan dengan maksud menyingkirkan pegawai KPK tertentu. Itu jelas ditemukan, bukti-buktinya jelas,” kata Novel ditemui di depan Gedung ACLC KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/9).
Novel menyadari, kinerja pemberantasan korupsi sangat berat, karena banyak lawan yang harus dihadapi. Tetapi hal ini harus dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara.
“Kami mengambil jalan itu. Kami akan selalu sampaikan bahwa setiap langkah yang kami lakukan, kami sadar dengan segala risikonya dan kami akan berbuat sebaik-baiknya. Setidaknya sejarah akan mencatat kami berbuat baik,” tegas Novel.
Menurut Novel, langkah Pimpinan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri dengan memecat 57 pegawai, seharusnya bisa menjadi dasar evaluasi bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menilai, pemecatan tersebut melanggar hukum.
“Kalaupun ternyata, negara memilih atau pimpinan KPK dibiarkan untuk tidak dikoreksi perilakunya melanggar hukum, masalahnya bukan karena kami,” ucapnya.
Dia menegaskan, dirinya bersama 56 pegawai KPK sangat serius dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi. Tetapi keseriusan itu justru menyingkirkannya dari KPK.
“Tapi kami berupaya memberantas korupsi yang sungguh-sungguh ternyata justru kami yang diberantas. Tentu ini kesedihan yang serius, saya kira ini juga dirasakan seluruh rakyat Indonesia,” sesal Novel.(OKT/ENK/RMID)
Tinggalkan Balasan