SERANG, BANPOS – Banjir yang menggenangi sejumlah wilayah di Provinsi Banten, Selasa (14/9) lalu memancing reaksi aktivis lingkungan. Selain karena curah hujan yang sangat tinggi, banjir itu juga diakibatkan oleh faktor lain.
Hal itu diungkapkan oleh Peneliti Saung Hijau Indonesia (SAHID), Najdi Alkhatami. Menurutnya, pengendalian perumahan, minimnya anggaran pemeliharaan drainase oleh pemerintah daerah dan Pemprov Banten ikut memberi andil terhadap terjadinya banjir. Bahkan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten merefokusing anggaran peningkatan banjir kanal senilai Rp3 miliar pada 2021 ini.
Menurutnya, refokusing anggaran pemeliharaan drainase oleh Pemprov Banten juga termasuk salah satu penyebab banjir yang juga menggenangi beberapa perumahan di Kota Serang.
“Pemprov Banten Bahkan melakukan refokusing terhadap anggaran peningkatan banjir kanal. Faktor lainnya yaitu ketidaksiapan dan ketidakmampuan mengatasi banjir atau mitigasi,” ungkapnya.
Selain itu, pertumbuhan developer perumahan di Kota Serang saat ini sangat tinggi. Menurutnya, banyak lahan-lahan di Kota Serang saat ini beralih fungsi menjadi perumahan.
“Namun pembangunan perumahan yang dilakukan di Kota Serang mengabaikan kaidah pembangunan berwawasan lingkungan. Beberapa perumahan di Kota Serang melupakan adanya drainase dan ruang terbuka hijau, sehingga ketika curah hujan tinggi akan terjadi banjir,” jelasnya.
Najdi mengatakan, salah satu contoh perumahan yang mengabaikan kaidah pembangunan berwawasan lingkungan terjadi disalah satu cluster di perumahan Bumi Mutiara Serang (BMS) di Cipocok Jaya Kota Serang. Lahan yang diduga merupakan sempadan sungai atau irigasi yang ada di cluster tersebut dijadikan jalan beton untuk menjadi akses utama cluster tersebut, sehingga membuat aliran sungai menyempit.
“Selain aliran sungai menyempit, ancaman meluapnya air selalu mengintai warga Kota Serang ketika curah hujan tinggi. Kemudian, yang menjadi faktor terjadinya banjir ialah minimnya pemeliharaan drainase, ini dibuktikan banjir yang terjadi di daerah pasar Rau, terjadi karena saluran drainase yang buruk,” jelasnya.
Ia menyebut, ketidaksiapan dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi banjir, menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan banjir terjadi. Ketidaksiapan itu bisa dilihat dari perawatan drainase yang belum maksimal yang dilakuakan oleh pihak-pihak berwenang.
“Ini juga membuktikan belum tegasnya pemerintah daerah terhadap para developer perumahan untuk membangun perumahan yang berwawasan lingkungan. Maka diharapkan pemerintah agar segera melakukan aksi nyata dalam penanganan hal ini, agar dilain waktu tidak terjadi lagi,” tandasnya.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Banten. M. Nawa Said Dimyati meminta kepada pemerintah baik Kabupaten/Kota ataupun Provinsi untuk siaga bencana banjir, lantaran menurut wakil rakyat itu setiap memasuki musim penghujan Banten sudah menjadi langganan Banjir.
“Pemerintah melalui OPD terkait harus tetap siaga, memberikan pengarahan kepada masyarakat bagaimana bahaya Banjir, pasang sepanduk sosialisasi di beberpa aliran sungai yang memang bahaya banjir, jangan sampai ada kabar orang hanyut terbawa aliran sungai, ini perlu ditingkatkan, agar mitigasi bencana kita berhasil,” katanya.
Politisi Partai Berlambang mercy yang akrab disapa Cak Nawa juga menghimbau kepada masyarakat agar tetap waspada disaat memasuki musim penghujan terutama di wilayah yang rawan banjir dan dekat dengan aliran sungai.
“Masyarakat jangan lengah, kalau rumahnya dekat dengan aliran sungai anaknya dihimbau agar tidak bermain air, yang kita khawatirkan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Terpisah, dari peristiwa banjir yang menerjang Kabupaten Lebak, diperkirakan menimbulkan kerugian materi hingga Rp4,8 miliar. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lebak juga mencatat 1.273 rumah milik warga di 5 kecamatan merendam, empat rumah rusak ringan dan satu rumah mengalami rusak berat.
Akibat banjir ratusan warga juga mengungsi karena rumah mereka terendam air dengan ketinggian dikisaran 50-70 centimeter. Satu orang warga Kampung Lembur Sawah RT 10/ RW 10, Kelurahan Cijoro Pasir, Kecamatan Rangkasbitung, Asmawi (76) hanyut terbawa air kali Cikambuy yang meluap pada Senin (13/9/2021) dan ditemukan sudah meninggal dunia.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, Febby Rizky Pratama menjelaskan, berdasarkan perhitungan kerugian akibat banjir diperkirakan sebesar Rp4,8 miliar.
“Berdasarkan perhitungan, kerugian diperkirakan sekitar Rp4,8 miliar. Ini sudah dilaporkan ke pemerintah daerah,” katanya, Rabu (15/9).
Menurutnya, kerugian itu dihitung melihat bagaimana kerusakan infrastruktur, kerusakan peralatan rumah tangga yang terendam akibat banjir. Kerugian terbesar itu didominasi oleh aktivitas ekonomi yang lumpuh akibat banjir, seperti warga tidak bisa bekerja karena banjir dan aktivitas ekonomi lainnya yang berhenti atau tidak bisa dilakukan karena dampak dari banjir.
Pihaknya bersama Dinas PUPR dan Dinas Lingkungan Hidup ungkap Febby, telah bergerak melakukan pembersihan sampah di drainase yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya banjir.
“Dari kemarin sudah dilakukan, ya kita antisipasi agar tidak terjadi, dan kalau pun banjir bisa lebih cepat surut,” ungkapnya.
Sekretaris Dinas Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat Kabupaten Lebak Irvan Suyatupika mengatakan, Dinas PUPR hanya terlibat dalam penelusuran penyebab terjadinya banjir tidak masuk pada hitungan kerugian akibat banjir.
“Soal kerugian BPBD yang menghitung. Enggak, kita hanya menelusuri penyebabnya dan menentukan rencana jangka pendek dan jangka panjang,” katanya.
Pada bagian lain, Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah II mengingatkan Pemprov Banten tentang potensi terjadinya bencana yang masih mengintai. Masyarakat juga diminta waspada bencana banjir di wilayahnya.
Dalam rilisnya, BBMKG Wilayah II menjelaskan, awal musim penghujan di Banten tahun ini diperkirakan pada bulan September 2021. Perkiraan BMKG awal musim hujan di Banten di Wilayah Kabupaten Lebak lalu bulan selanjutnya disusul Kabupaten Pandeglang, begitu juga dengan Kabupaten Serang bagian Selatan, Kota Serang bagian Selatan, Kabupaten Tangerang bagian Selatan dan sebagian besar Kota Tangerang Selatan.
Sementara pada Bulan November giliran Kabupaten Serang bagian Utara, Kota Serang bagian Utara dan Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang bagian Tengah, Kota Tangerang yang diprakirakan memasuki awal musim penghujan. Untuk Pesisir Utara Kabupaten Serang dan pesisir Utara Kabupaten Tangerang diprakirakan memasuki awal musim penghujan pada Bulan Desember Dasarian II.
Forecaster BBMKG Wilayah II, Septina Resha Trinanda menyampaikan, untuk beberapa hari ini terdapat hujan deras di beberapa wilayah di Banten karena dipicu oleh faktor cuaca regional yang cukup aktif di wilayah Banten.
“Cuaca regional yang cukup aktif di wilayah Banten, diantaranya MJO (madden julian oscillation) dan konvergensi (daerah pertemuan massa udara),” katanya.
Dirinya juga menyampaikan, BBMKG memperkirakan konsisi hujan lebat yang menyebabkan beberapa wilayah di Banten mengalami banjir akan berlangsung beberapa hari kedepan.
“Kondisi hujan beberapa hari terakhir juga diprediksi masih akan terjadi hingga beberapa hari kedepan, namun perlu diwaspadai adanya peningkatan intensitas curah hujan di wilayah Banten selama 3 hari kedepan,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat, beberapa daerah seperti Kota Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Tangerang Raya terdapat beberpaa titik banjir di wilayah tersebut, bahkan di Lebak dan Kota Serang dikabarkan ada beberapa masyarakat yang hanyut ke sungai.(CR-01/RUS/PBN/ENK)
Tinggalkan Balasan