SERANG, BANPOS – Keinginan empat orang terdakwa untuk menggugurkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi dana hibah pondok pesantren (ponpes), kandas. Majelis hakim menolak eksepsi atau nota pembelaan dari keempatnya karena menganggap eksepsi sudah masuk dalam pokok perkara.
Penolakan eksepsi oleh majelis hakim itu dibacakan majelis hakim dalam persidangan di PN Serang, kemarin. Majelis halim yang diketuai Slamet Widodo, menilai eksepsi yang dilayangkan oleh penasihat hukum tidak menemukan unsur pelanggaran hukum pada poin tuntutan para terdakwa.
Slamet menjelaskan, dalam eksepsinya, penasihat hukum terdakwa Irvan Santoso mempersoalkan dakwaan JPU yang dianggap tidak cermat dan tidak lengkap menguraikan peristiwa dugaan tindak pidana yang disangkakan terhadap kliennya.
Pengacara mengklaim Irvan selaku Kabiro Kesra hanya menjalankan tugas sebagaimana ketentuan dan perintah Peraturan Gubernur Banten nomor 49 tahun 2017 dalam penganggaran dan pelaksanaan pemberian dana hibah 2018 yang merugikan negara senilai Rp65 miliar.
“Mengacu pada pedoman hibah, maka Sekda yang harus diminta pertanggungjawaban hukum,” kata hakim menjelaskan eksepsi yang disampaikan terdakwa.
Tapi setelah majelis hakim mempelajari poin eksepsi tersebut, lanjutnya, hal itu sudah memasuki pokok perkara. Jika ada dugaan keterlibatan sekda Banten dalam kasus tersebut, maka yang harus dilakukan adalah kembali melakukan pemeriksaan. “Maka eksepsi satu tidak dapat diterima,” tuturnya.
Majelis hakim juga menyoroti poin keberatan terkait dakwaan jaksa yang dinilai tidak lengkap karena tidak memasukkan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) selaku penerima hibah.
“Apabila ternyata ada peranan FSPP dan mengakibatkan kerugian negara majelis hakim akan mempertimbangkan di dalam putusannya,” katanya.
Selanjutnya eksepsi terdakwa Toton Suryadina yang menyatakan bahwa dakwaan jaksa keliru karena error in persona. Majelis hakim juga menilai eksespsi ini gugur dengan sendirinya karena prosesnya sudah masuk pokok perkara.
“Harus melalui proses persidangan, karena sudah memasuki pokok perkara. Berdasarkan urain nota keberatan eksepsi tidak dapat diterima,” katanya.
Sementara, dalam eksepsinya, Epih Saepudin yang mempersoalkan penyidik Kejati Banten terhadap nilai kerugian negara dari penyalurah hibah 2020 senilai Rp5,3 miliar dari total anggaran Rp117 miliar didapat dari lembaga yang diragukan keakuratannya.
Menurut Epih, audit yang akurat itu semestinya didapat dari lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bukan dari luar lembaga tersebut.
Tapi setelah majelis mempelajari poin eksepsi tersebut, hakim menilai apa yang dilakukan penyidik adalah sah dan tidak ada aturan yang bertentangan.
“BPKP bukan satu-satunya lembaga yang menghitung kerugian negara tapi bisa lembaga publik dan lembaga lain yang diminta penuntut umum,” katanya.
Sementara eksepsi dari terdakwa Asep Subhi pun tidak diterima majelis hakim karena poin keberatannya tidak jelas.
Atas pertimbangan di atas, majelis hakim menyimpulkan bahwa eksepsi terdakwa Irvan Santoso, Toton Suryadina, Epih Saepudin dan Asep Subhi tidak diterima. Dan menyatakan dakwaan JPU adalah sah sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili para terdakwa. “Memerintahkan JPU melanjutkan perkara atas para terdakwa,” katanya.
Diketahui sebelumnya dari lima terdakwa dalam kasus korupsi hibah hanya terdakwa Agus Gunawan selaku honorer di Kesra yang tidak mengajukan nota keberatan atas dakwan jaksa.(PBN/ENK)
Tinggalkan Balasan