Terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) soal Penetapan Desa Adat oleh Pansus VIII DPRD Provinsi Banten yang draf Raperda-nya itu sempat beredar, anggota DPRD Lebak, Musa Weliansyah turut angkat bicara dan mempertanyakan keberadaan Raperda tersebut.
Menurut Musa, inisiasi menyusun Raperda dan dasar hukumnya itu terlalu singkat, yang isinya juga terlalu menyalin tempel dari UU Desa, terutama dalam bab pengangkatan kepala desa adat dan lembaga desa adat.
“Saya kira ini keliru, harusnya DPRD Banten membuat Raperda Mekanisme atau Tata Cara Penetapan Desa Adat terlebih dahulu, karena sebagaimana amanat Undang-undang penetapan desa adat itu kewenangan Kabupaten atau Kota, bukan poksi garapan Pemprov. Saya melihat pembahasan Raperda pemerintahan desa adat ini sarat kepentingan, harusnya mulai dari awal inisiasi desa adat, persyaratan untuk menjadi desa adat dulu Karena Kabupaten Lebak itu belum menetapkan desa adat, namun Perda Lebak No 1 Tahun 2015 tentang Desa di dalamnya ada pasal yang mengatur perubahan status desa administratif menjadi desa adat,” ujar Musa kepada BANPOS, Kamis (23/9).
Ia menambahkan, jika melihat desa yang ada di Kabupaten Lebak, memang terdapat satu desa yakni Desa Kanekes yang layak dijadikan desa adat, mengingat Baduy memiliki karakteristik tersendiri dari dulu hingga sekarang, mereka masih bisa mempertahankan itu, sementara yang lainnya tidak ada yang memiliki karakteristik khas dan tetap.
Oleh karena itu, pemprov harusnya membuat Perda Mekanisme dan Tata Cara Penetapan Desa Adat sedangkan penetapan desa adat nya oleh kabupaten atau kota, “Tentunya setelah melakukan identifikasi dan kajian terhadap desa yang layak diubah menjadi desa adat dari desa administratif. Pastinya itu dengan syarat-syarat tertentu atau memenuhi kriteria yang telah ditentukan berdasarkan Perda mekanisme dan tata cara penetapan desa adat,” katanya.
Jadi sebelum ke arah itu, ujar mantan pegiat sosial di Lebak ini, tentunya diawali dengan mekanisme penetapan desa adatnya dahulu.
“Ini ko, aneh malah merencanakan Perda pemerintah desa adat yang isinya sangat singkat. Dan sudah ada aturan perundang-undangan di atasnya, sementara Perda mekanisme dan tata cara penetapan desa adat belum dibuat,” ujar Musa.
Jadi dalam hal membuat Raperda itu harus runut sesuai tupoksi, apalagi bila melihat draft Raperda yang hanya membuat enam pasal yang isinya copy paste dari peraturan perundang-undangan yang ada, kesannya mentah sekali.
“Untuk itu saya berharap, Pansus VIII DPRD Provinsi Banten untuk lebih rasional, profesional dan objektif di dalam merencanakan Raperda pemerintahan desa adat. Saya kira pembahasan Raperda itu mending dihentikan. Jangan dipaksakan, lebih baik membuat Perda mekanisme dan tata cara penetapan desa adat dulu sebelum ke arah itu, ini biar aturan dan fungsinya tertib beraturan,” paparnya.(WDO/PBN)
Tinggalkan Balasan