SERANG, BANPOS – Koalisi Masyarakat Sipil Banten melakukan perayaan HUT Banten yang ke 21 dengan mengadakan diskusi publik dan deklarasi Perempuan Anti Korupsi Banten. Dalam diskusi tersebut menghadirkan Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan, Ketua Advokasi Disabilitas Inklusi (AUDISI) dan Senior Field Coordinator USAID MADANI Banten, Ufi Ulfiah.
Sekjen FITRA, Misbah Hasan, menilai, Provinsi Banten perlu melakukan revolusi secara sistemik. Hal ini dilakukan untuk mencegah praktik penyelewengan anggaran berupa korupsi yang kembali terulang.
“Memang harus ada revolusi sistemik di Banten,” kata Misbah.
Revolusi sistemik dimaksud, lanjut dia, pertama melibatkan masyarakat sipil dalam proses penganggaran oleh pemerintah daerah. Ini perlu dilakukan mengingat penyelewengan anggaran umumnya tidak hanya terjadi saat realisasi anggaran, tapi sudah direncanakan sejak proses perumusan.
“Itu yang harus tetap dipantau oleh masyarakat sipil, termasuk berkolaborasi dengan teman-teman media,” ujarnya.
Selanjutnya, politik alokasi dan distribusi anggaran harus benar-benar berpihak pada kelompok rentan. Seperti kelompok perempuan miskin, penyandang disabilitas, lanjut usia (lansia), dan lain sebagainya.
“Banten termasuk salah satu daerah relatif miskin. Makanya politik alokasi dan distribusi itu harus memikirkan bagaimana anggaran itu untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran mereka (kelompok rentan), ini bisa dipastikan ketika ada keterlibatan tadi koalisi masyarakat sipil,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua AUDISI, Yustitia Arief menyampaikan, permasalahan di Banten selain korupsi juga terkait kesetaraan, terutama terhadap penyandang disabilitas. Menurutnya, dalam pemenuhan hak disabilitas, terlihat Pemerintah Provinsi Banten belum maksimal.
“Kami sempat mengadvokasi terkait perda, namun sampai sekarang tidak jelas dan tidak ada kabarnya,” terang Yustitia.
Selain itu, ia juga memaparkan terkait permasalahan korupsi juga berdampak terhadap penyandang disabilitas. Karena dalam beberapa hal, akses informasi yang tertutup di Banten menyebabkan banyak penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya yang tidak mendapatkan informasi dan menerima manfaat dari adanya bantuan sosial di APBD.
Usai diskusi, Koalisi Masyarakat Sipil Banten melakukan deklarasi Perempuan Anti Korupsi Banten di Sekretariat Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten, KP3B, Kota Serang.
Pembacaan deklarasi Perempuan Anti Korupsi Banten tersebut dilakukan oleh perwakilan dari Pengurus Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Serang, Rohyati dan perwakilan dari Pengurus Wilayah Fatayat Banten, Anis.
Secara bersama-sama, dibacakan deklarasi anti korupsi dan menyatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus dilawan secara bersama-sama.
SFC USAID MADANI, Ufi Ulfiah mengatakan, kampanye anti korupsi harus terus dilakukan. Karena, pada ke-21 tahun Banten masih dibayangi kasus korupsi. Untuk itu itu koalisi masyarakat sipil dan Perempuan Anti Korupsi Banten akan terus memantau pembangunan di Provinsi Banten.
“Visinya menciptakan gerakan anti korupsi di Banten, baik itu, pertama dalam mengawal pembangunan agar pembangunan tidak dikorupsi, dan juga gerakan di masyarakat seperti literasi anggaran, karena yang dikorup itu uangnya,” ucapnya.
Pendidikan anti korupsi sangat penting diajarkan kepada masyarakat. Sebab perilaku korup tidak hanya terjadi di pemerintahan saja, tapi juga bisa di rumah, di sekolah atau institusi lainnya.
“Potensi korupsi itu dimana saja, maka juga perlu pengarusutamaan gerakan anti korupsi. Bukan hanya di rumah tapi di sektor manapun juga berpotensi,” tandasnya.(PBN/ENK)
Tinggalkan Balasan