TIGARAKSA, BANPOS – HUT Kabupaten Tangerang ke-389 yang jatuh pada Rabu (13/10) kemarin, diwarnai kericuhan. Sejumlah mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi di Puspemkab Tangerang, terlibat bentrok dengan aparat keamanan yang melakukan pengamanan secara berlebihan.
Awalnya unjuk rasa dilakukan secara Damai di depan Kantor Bupati Tangerang. Sambil menyampaikan aspirasi, puluhan mahasiswa berusaha maju sampai mendekati kantor Bupati Tangerang. Selanjutnya, aksi puluhan mahasiswa tersebut dihalangi oleh para aparat. Hingga kejadian saling dorong pun terjadi antara mahasiswa dan kepolisian.
Alhasil, proses itu berujung saling dorong antara massa demonstran dengan aparat kepolisian. Usai saling dorong tersebut menimbulkan kericuhan serta mendapat tindakan represif dari pihak kepolisian.
Dalam video yang beredar, nampak salah seorang mahasiswa ditarik dari kerumunan aksi, dan ditangkap oleh aparat. Mahasiswa itu dicekik dan ditarik saat berada di kerumunan aksi. Kemudian, seperti aksi-aksi tayangan gulat yang populer dengan sebutan Smack Down, badan si mahasiswa diangkat keatas lalu dibanting ke bawah dengan cukup keras. Mahasiswa yang dibanting itu sontak tergeletak tak berdaya.
Beberapa aparat polisi menghampiri mahasiswa yang belakangan diketahui bernama M Fariz Amrullah tersebut dan berusaha membantunya untuk berdiri, namun korban sudah tidak berdaya.
Seorang rekan korban bernama Anas, menyatakan kondisi Fariz setelah dibanting polisi cukup memprihatinkan. Fariz disebut sempat mengalami kejang-kejang dan membuat panic teman-temannya.
“Melihat kondisi teman saya yang cukup parah bahkan sempat kejang-kejang, Saya sama teman saya langsung membawa fariz ke rumah sakit terdekat,” kata dia.
Terpisah, Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Muhammad Izqi Kahfi, mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat mengamankan aksi unjuk rasa di Kabupaten Tangerang sudah melanggar aturan.
“Tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat mengamankan aksi unjuk rasa teman-teman Himata di Kabupaten Tangerang jelas-jelas sudah melanggar Perkap Nomor 7 tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum,” ujarnya.
Ia mengatakan, dalam Perkap Nomor 7 Tahun 2012 tidak mengizinkan adanya kekerasan dalam membubarkan aksi massa yang dinilai telah melanggar aturan.
“Jika memang aksi unjuk rasa tersebut dinilai telah melanggar aturan, dalam Perkap Nomor 7 Tahun 2012 pasal 20, secara jelas dan gamblang tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa aparat kepolisian yang melakukan pengamanan boleh menghajar massa aksi, apalagi hingga berpotensi cedera berat,” tuturnya.
Jika melihat kebelakang, ia mengatakan bahwa tindakan represif yang dilakukan oleh petugas Kepolisian tidak terjadi hanya pada aksi kali ini saja. Bahkan ia menilai, Kepolisian sengaja mengeluarkan ‘syahwat liar’ mereka saat melakukan pembubaran aksi massa.
“Pelanggaran Perkap Nomor 7 tahun 2012 sudah sering terjadi di Banten. Kita masih ingat bagaimana teman-teman mahasiswa di Pandeglang dan pada saat aksi HUT Banten kemarin, turut merasakan syahwat liar aparat kepolisian yang ingin menyalurkan hobi ‘Smack Down’ mereka saat melakukan pengamanan unjuk rasa,” tuturnya.
Menumpuknya catatan kelam Kepolisian dalam menghadapi mahasiswa, menurutnya patut dijadikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan wacana Pjs Gubernur Banten dari kalangan Kepolisian.
“Aksi polisi yang membanting massa aksi di Kabupaten Tangerang menambah daftar kelam represifitas kepolisian dalam melakukan pengamanan. Tentu ini juga menjadi pertimbangan serius apabila wacana Pjs Gubernur Banten dipimpin oleh pejabat Polri benar-benar terealisasi, masyarakat akan selalu berfikir ‘siapa yang akan dibanting lagi esok hari?” tandasnya.
Sementara itu, Kapolda Banten Rudy Heriyanto bersama Kabidpropam Polda Banten KBP Nursyah Putra dan Kabidhumas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga mengunjungi Polresta Tangerang untuk bertemu secara langsung dengan mahasiswa M. Faris Amrullah (21) dan orangtuanya. Pda kesemaptan itu Kapolda menyampaikan langsung permintaan maaf atas perlakuan oknum Polresta Tangerang pada saat pengamanan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Tangerang pada Rabu (13/10).
“Atas nama Polda Banten, saya meminta maaf kepada adik Faris dan ayahanda yang mengalami tindakan kekerasan oleh oknum Polresta Tangerang pada saat pengamanan aksi unjuk rasa. Kami pastikan ada sanksi tegas terhadap oknum tersebut yang saat ini sedang dalam pemeriksaan oleh Divisi Propam Polri dan Bidpropam Polda Banten,” kata Rudy.
Untuk memastikan kesehatan Faris, Kapolresta Tangerang KBP Wahyu Sri Bintoro bahkan langsung membawa Faris ke Rumah Sakit Harapan Mulia Tigaraksa pada sekitar 15.00 WIB. FAris pun langsung ditangani oleh penanggung jawab pasien dr. Florentina.
“Kami bertanggung jawab penuh atas kesehatan Faris dengan membawa Faris ke rumah sakit untuk pengecekan fisik, dalam, dan torax. Alhamdulillah hasilnya fisik baik, kesadaran composmentis atau sadar penuh dan suhu badan normal. Terhadap Faris telah diberikan obat-obatan dan vitamin,” jelas Wahyu.
Kapolresta Tangerang membenarkan bahwa terdapat 19 peserta aksi yang dibawa ke Polresta Tangerang untuk dimintai keterangan termasuk koordinator lapangan aksi, Faturahman (25). Berdasarkan informasi dari personel pengamanan aksi unjuk rasa di lapangan, ketegangan terjadi saat tim negosiator Polresta Tangerang meminta perwakilan mahasiswa untuk bertemu dengan pejabat Kesbangpol Linmas Pemkab Tangerang, namun massa aksi meminta hadirnya Bupati Tangerang secara langsung, dan permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi karena Bupati Tangerang sedang mengikuti rangkaian kegiatan perayaan hari ulang tahun Kabupaten Tangerang ke 389.
“Massa aksi mendorong personel pengamanan, dan personel bereaksi dengan mengamankan massa pengunjuk rasa sehingga terjadi ketegangan di lokasi aksi,” terang Wahyu.
Terhadap aksi ini dipastikan tidak ada Surat Tanda Pemberitahuan yang dikeluarkan dari Satuan Intelkam Polresta Tangerang, karena wilayah Kabupaten Tangerang masih dalam kondisi PPKM level 3.
“Benar, aksi tersebut tidak memiliki STP karena masih dalam status PPKM level 3,” kata Wahyu.
Terhadap oknum Brigadir NP, saat ini tengah dilakukan pemeriksaan secara intensif oleh Divisi Propam Polri dan Bidpropam Polda Banten, “Kapolda Banten telah secara tegas menyatakan akan menindak dan memberi sanksi yang berat terhadap personel yang melakukan pengamanan aksi unjuk rasa diluar prosedur pengamanan,” tutup Wahyu.
Pada saat konferensi pers berlangsung di lobi Polresta Tangerang, Brigadir NP secara langsung menyampaikan permohonan maaf kepada Faris dan orangtuanya dan berterima kasih atas kebesaran hati Faris dan orangtuanya yang menerima permohonan maaf darinya.
“Saya meminta maaf kepada Faris dan orangtua atas perbuatan saya,” kata Brigadir NP sambil berjabat tangan dan memeluk Faris dan orangtuanya.
Terpisah, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengapresiasi langkah cepat Kapolda Banten yang sigap mengunjungi dan minta maaf pada orang tua pendemo dan pendemo MFA yang dijatuhkan dalam aksi demonstrasi mahasiswa di Tangerang.
Menurutnya, di tengah sorotan masyarakat dengan tagar #percumalaporpolisi sebagai cermin ketidakpercayaan masyarakat pada Polri, tindakan responsif kapolda Banten mencerminkan kepekaan pimpinan Polri atas peristiwa yang bisa mencoreng nama baik Polri bila dibiarkan berlarut larut.
“Peristiwa yg mengakibatkan pendemo pingsan karena dijatuhkan oleh brigadir NF telah harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan internal terhadap Brigadir NF yg diduga melanggar ptotap pengamanan demo,” kata Sugeng dalam rilis yang diterima BANPOS, kemarin.
Menurutnya, pemeriksaan oleh Divpropam Mabes Polri dan Bidpropam Polda Banten agar menjadi perhatian para aparat kepolisian di lapangan agar melakulan tindakan terukur pada saat munculnya aksi demonstrasi yang rusuh.(DZH/PBN/ENK)
Tinggalkan Balasan