SERANG, BANPOS – Konflik lahan yang terjadi di Desa Mekarbaru, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang untuk kepentingan pembangunan Pusat Distribusi Provinsi (PDP) Banten oleh Disperindag, dilaporkan ke Satgas Mafia Tanah Polda Banten. Pelaporan dilakukan oleh kuasa hukum Duriat dan Saki, warga yang mengklaim kepemilikan tanah.
Pelaporan dilakukan lantaran diduga kuat terjadi praktik mafia tanah yang mengakibatkan tanah yang masih diolah dan diusahakan oleh Duriat beserta anaknya yakni Saki, bisa berpindah kepemilikan tanpa adanya jual beli yang dilakukan oleh Duriat.
Kuasa hukum Duriat dan Saki, Arfan Hamdani, mengatakan bahwa dalam proses pembangunan yang terjadi saat ini, tanah memang menjadi faktor utama penunjang. Namun ternyata dalam pelaksanaannya, terdapat masyarakat yang terdampak dan menjadi korban.
“Salah satunya adalah seperti yang dialami oleh klien kami bernama Duriat alias Durijal dan salah satu anaknya bernama Saki, warga miskin, buta hukum dan tertindas yang menjadi korban praktik para Mafia Tanah,” ujarnya dalam rilis yang diterima BANPOS, Senin (25/10).
Arfan menuturkan, hal itu terjadi lantaran secara de facto sebagian lahan tanah masih dikuasai, diolah dan diusahakan dengan ditanami pohon pisang, singkong serta umbi-umbian sampai saat ini. Akan tetapi secara de jure dokumen tanah dan surat-suratnya sudah beralih dan berganti pemilik ke pihak lain.
“Bahkan lahan tanah tersebut sudah dijualbelikan dan/atau dialihkan ke Disperindag Provinsi Banten oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab (Mafia Tanah),” ungkapnya.
Atas peristiwa tersebut, Arfan mengatakan bahwa kliennya telah mengadu untuk mencari keadilan. Akan tetapi, hingga saat ini kliennya belum mendapatkan kepastian lantaran persidangan masih ditangani oleh Mahkamah Agung RI. Pihaknya pun berharap yang terbaik, meskipun tahu bahwa yang dihadapi ialah Mafia Tanah.
“Kami tahu Mafia Tanah bisa menutupi kejahatan dengan rapinya administrasi yang dibuat, mampu mengendalikan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara ini karena mempunyai sumber daya uang dan jaringan, serta bisa mencari beking dari pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan,” jelasnya.
Sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung, pihaknya pun melaporkan kasus tersebut ke Satgas Mafia Tanah dan Kapolda Banten pada Jumat (22/10) lalu. Dalam laporan tersebut, pihaknya pun meminta kepada pihak kepolisian untuk dapat meluruskan permasalah konflik tanah itu.
“Jika semasa hidupnya Duriat alias Durijal memang betul pernah menjual kepada pihak lain (kecuali yang diakui pernah dijual), para ahli waris tentunya akan menerima dan tidak akan mengadu, selama bisa menunjukkan bukti dan dokumen yang dapat dipertanggugjawabkan secara hukum,” katanya.
Namun jika pihak Kepolisian tidak menindak tegas para Mafia Tanah, maka dipastikan akan muncul Mafia Tanah yang lainnya dan akan bertambah korban seperti kliennya. Ia menegaskan, praktik Mafia Tanah tersebut sudah sangat merugikan dan merampas hak kliennya.
“Praktik perampasan lahan tanah milik klien kami oleh Mafia Tanah yang berkolaborasi dengan oknum pemerintahan baik di tingkat desa maupun di atasnya dengan topeng pembebasan lahan untuk kepentingan umum, pada akhirnya sangat merugikan Klien kami dan mencederai Hak Asasi Manusia,” tegasnya.
Oleh karena itu, pihakya meminta kepada siapapun yang menangani perkara tersebut agar dapat meluruskan perkara apabila memang kliennya pernah melakukan penjualan tanah yang bersengketa. Jika tidak, maka para Mafia Tanah yang mengatur perpindahan kepemilikan dapat segera diungkap.
“Jika program prioritas Disperindag yaitu proyek pembangunan Pusat Distribusi Provinsi harus tetap dijalankan, maka yang menjadi hak klien kami tolong disampaikan. Jangan sampai praktik perampasan lahan tanah milik klien kami oleh Mafia Tanah yang berkolaborasi dengan oknum pemerintahan baik di tingkat desa maupun di atasnya menjadi legal dengan topeng pembebasan lahan untuk kepentingan umum, sehingga merugikan klien kami,” tandasnya.
Pada pemberitaan BANPOS sebelumnya, Sekretaris Desa (Sekdes) Mekarbaru, Idris, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon mengatakan bahwa dirinya tidak bisa memberikan keterangan detail mengenai masalah sengketa lahan itu. Karena, sengketa sudah masuk ke dalam pengadilan dan dirinya tidak mau mengomentari persoalan yang sudah masuk ke pengadilan.
“Kalau itu tanya saja ke pengadilan. Karena informasinya sudah masuk ke tingkat kasasi. Sebelumnya dimenangkan oleh pemerintah. Lebih lengkapnya silahkan tanya ke pengadilan,” ujar Idris
Namun menurutnya, lahan itu keseluruhan sudah dibebaskan oleh pemerintah dan sudah dibayarkan. Namun yang menjadi persoalan adalah, terdapat warga yang mengaku bidang tanah itu masih menjadi miliknya.
“Kalau sepengetahuan saya, yang menganggap itu masih tanah dia. Sudah dibebaskan sebenarnya, sudah itu,” tuturnya.
Mengenai percaloan pada pembebasan lahan, ia tidak mau berkomentar banyak. Karena menurutnya, persoalan itu ada bahkan sebelum dirinya menjabat sebagai Sekretaris Desa. “Karena ketika naik ke pengadilan kan kami juga tidak terlibat. Kalau persisnya, saya tidak mau ngomong apa ya itu sudah masuk ke pengadilan. Saya juga masuk ke desa, permasalahan sudah ada,” ungkapnya. (DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan