SERANG, BANPOS – Eks Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cilegon, Uteng Dedi Apendi, didakwa telah menerima suap sebesar Rp530 juta, untuk memberikan izin pengelolaan parkir Pasar Kranggot kepada dua perusahaan. Penerimaan suap dilakukan secara bertahap dan di tiga tempat yang berbeda.
Hal tersebut terungkap dalam dakwaan yang dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang diketuai oleh Sudiyo, dalam sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (25/10).
Dalam dakwaan tersebut, Uteng disebutkan menerima suap sebesar Rp130 juta dari saksi Hartanto selaku Komisaris PT Hartanto Arafah Perkasa dan sebesar Rp400 juta dari saksi Mohammad Faozi Susanto selaku Direktur PT Damar Aji Mufidah Jaya.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau hak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa selaku Kepala Dinas Perhubungan Kota Cilegon menerbitkan Surat Pengelolaan Tempat Parkir kepada PT Hartanto Arafah Perkasa dan PT Damar Aji Mufidah Jaya untuk dapat mengelola parkir di eks Terminal Angkot Pasar Kranggot Tahun 2020,” ujar JPU.
JPU menjelaskan, penerimaan suap tersebut bermula saat Uteng baru pertama kali menjabat sebagai Kepala Dishub Kota Cilegon. Ia memerintahkan beberapa staf Dishub untuk mencari pihak ketiga, yang berminat untuk mengelola parkir di Pasar Kranggot dengan syarat memberikan sejumlah uang.
Hingga pada akhirnya, didapati bahwa Hartanto siap untuk mengelola parkir di Pasar Kranggot. Uteng pun melakukan pertemuan dengan Hartanto di sekitar Alun-alun Kota Serang dan membicarakan terkait ‘mahar’ yang harus dibayarkan oleh Hartanto, agar bisa mengelola parkir di pasar Kranggot.
“Dalam pertemuan itu pada pokoknya terdakwa menyampaikan kepada saksi HARTANTO selaku Komisaris PT Hartanto Arafah Perkasa, untuk menyediakan sejumlah uang sebesar Rp250 juta jika berminat untuk mengelola parkir di eks Terminal Angkot Pasar Kranggot,” tutur JPU.
Akan tetapi, Hartanto merasa jumlah tersebut terlalu tinggi, sehingga terjadilah tawar menawar. Namun, Uteng menolak dan tetap meminta sebesar Rp250 juta untuk dapat mengelola parkir di Pasar Kranggot. Dan jika sepakat, maka akan dibuatkan SPTP.
“Setelah mendengar permintaan dari terdakwa, kemudian saksi Hartanto menyampaikan bahwa saat itu ia hanya memiliki uang sebesar Rp40 juta dan meminta untuk dicicil, yang kemudian terdakwa pun menyetujuinya,” ungkapnya.
Secara bertahap, Hartanto pun membayar suap tersebut kepada Uteng dengan rincian pembayaran Rp20 juta, Rp20 juta dan Rp50 juta melalui transfer rekening. Namun karena Hartanto tidak memenuhi mahar sebesar Rp250 juta dan hanya memberikan sebesar Rp130 juta, Hartanto tidak mendapatkan hak pengelolaan parkir di pasar Kranggot.
Usai gagal dalam transaksi dengan Hartanto, Uteng kembali mendapatkan calon ‘pembeli’ izin pengelolaan parkir di pasar Kranggot yakni Mohammad Faozi Susanto. Berbeda dengan Hartanto yang hanya dibandrol mahar sebesar Rp250 juta, Uteng membandrol mahar kepada Mohammad Faozi sebesar Rp600 juta untuk bisa mengelola parkir di pasar Kranggot.
Pada pertemuan di salah satu rumah makan di Kota Cilegon, terjadi tawar menawar antara Uteng dengan Mohammad Faozi, hingga akhirnya disepakati bahwa mahar yang harus dibayarkan hanya sebesar Rp400 juta dengan dibayar bertahap yakni Rp300 juta dan Rp100 juta.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang – Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP,” tandasnya.(DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan