Negosiasi Soal Kompensasi ‘Sampah Impor’ Buntu

SERANG, BANPOS – Pemerintah Kota (Pemkot) Serang melakukan negosiasi bersama dengan 21 RT se-Kelurahan Cilowong, Kecamatan Taktakan, di Aula Setda Kota Serang, Senin (25/10). Hasilnya, disepakati ada 10 tuntutan yang diminta oleh masyarakat. Namun, negoisasi soal kompensasi yang dituntut warga menemui jalan buntu.

Berdasarkan pantauan BANPOS, negoisasi yang berlangsung kemarin berjalan alot. Hingga kini negosiasi belum menemukan kesepakatan yang jelas. Pasalnya, dari 10 tuntutan yang diajukan, Pemkot Serang belum menyanggupi soal kompensasi.

Walikota Serang, Syafrudin mengatakan, membenarkan bahwa ada satu tuntutan yang belum bisa dipenuhi dan disepakati antara kedua belah pihak. Sehingga pihaknya akan kembali melanjutkan pertemuan tersebut pada hari Rabu, 7 Oktober 2021 untuk membahas soal pemberian kompensasi.

“Jadi ada satu yang belum ada kesepakatan, terkait kompensasi, karena mereka (masyarakat) mintanya (dibayar) selama satu tahun. Jadi belum ada kesepakatan, dan akan dilanjutkan pada Rabu (27 Oktober) untuk dibahas kembali soal pemberian kompensasi,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, kerja sama pengiriman sampah antara Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) dengan Pemkot Serang baru dilakukan pada September 2021. Sehingga Pemkot Serang hanya menyiapkan dana kompensasi sesuai dengan berjalannya kerja sama tersebut.

“Jadi nilainya sudah disepakati, tapi pemberiannya yang belum disepakati. Karena Tangsel ini mulainya dari September sampai Desember, sedangkan mereka minta dari Januari hingga Desember,” terangnya.

Berdasarkan negosiasi dan rapat pembahasan bersama Ketua RT di Kelurahan Cilowong, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, ia mengaku sudah menyepakati besaran dana kompensasi, yakni sejumlah Rp2,5 miliar per tahun. Namun, permintaan itu pun belum disanggupi oleh Pemkot Serang, karena dana yang ada saat ini tidak mencukupi.

“Sebab, dana yang diberikan oleh Pemkot Tangsel untuk kompensasi warga dihitung berdasarkan dimulainya kerja sama tersebut. Kalau umpamanya dari Januari sampai Desember, kami uangnya tidak ada. Karena kami hanya menyiapkan dari September sampai Desember,” jelasnya.

Sementara itu, untuk tuntutan masyarakat terkait pendidikan gratis mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, Pemkot Serang pun masih melakukan pembahasan.

“Memang pendidikan gratis, tapi untuk (perguruan tinggi) itu belum. Tapi itu bentuknya beasiswa, jadi bukan minta gratis, jadi banyak kalau beasiswa,” tandasnya.

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang, Roni Yurani mengatakan, masyarakat meminta uang kompensasi sebesar Rp1,047 miliar minta dibayarkan tunai dalam waktu dekat ini. Ia mengaku, dana yang ada di DLH saat ini sesuai progres, hanya ada di kas sebesar Rp367 juta.

“Namun berdasarkan estimasi, hingga Desember kalau pengiriman sampah lancar pemkot akan menerima sebesar Rp847 juta, ditambah uang kompensasi, jadi total Rp1,047 miliar,” ujarnya.

Menurutnya, jika sesuai dengan kesepakatan awal, uang kompensasi akan diberikan pada akhir tahun. Namun, masyarakat malah meminta pekan ini untuk dibayarkan secara tunai sebesar Rp1,047 miliar.

“Sedangkan di dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) sudah terdata sesuai dengan kepala keluarga (KK) sebanyak 642 by name by address untuk masyarakat di empat kampung dengan total Rp200 juta,” ucapnya.

Perwakilan RT Kelurahan Cilowong, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Edi Santoso mengatakan, pihaknya akan mengomunikasikan dengan masyarakat lainnya mengenai hasil negosiasi dengan Pemkot Serang. Sebab, masih ada tuntutan warga yang belum disepakati oleh pemerintah, yakni terkait dana pemberian kompensasi.

“Ini alasan birokrasi, tidak ada kesepakatan. Makanya kami akan komunikasi lagi ke masyarakat apakah siap seperti itu atau opsi kedua tutup (kerja sama). Karena kalau sampah Tangsel ini tidak ada manfaat buat masyarakat buat apa kami berusaha duduk bersama,” katanya.

Ia menyebut bahwa masyarakat hanya ingin ada keseriusan dari Pemkot Serang mengenai persoalan kerja sama pembuangan sampah Tangsel ke Kota Serang. Pasalnya, banyak masyarakat, khususnya di Kelurahan Cilowong yang terdampak dari kerja sama tersebut.

“Kami ingin ada keseriusan dari pemerintah. Kami dipaksa untuk mengikuti alur terkait kompensasi, dan masyarakat sudah musyawarah,” ujarnya.

Menurutnya, kompensasi yang diberikan oleh pemerintah tidak sebanding dengan apa yang telah dirasakan oleh masyarakat selama kerja sama dilakukan. Karena ada sampah Tangsel tidak seimbang, masyarakat hanya diberikan Rp200 juta, sedangkan masyarakat menginginkan Rp2,5 miliar dibagi 21 RT per tahun.

“Kalau memang tidak memenuhi kesejahteraan masyarakat buat apa. CSR itu kan sepuluh persen jadi setahun Rp2,5 miliar,” terangnya.

Selain itu, masyarakat juga meminta agar pengiriman sampah dari Tangsel dilakukan pada malam hari, bukan siang hari. Adanya pembagian pengiriman sampah baik milik Kota Serang, maupun Tangsel harus dilakukan agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat.

“Sistem transportasi tidak boleh siang hari, harus malam hari. Air lindi tidak boleh diendapkan dulu, (pengiriman) sampah kota siang hari itu dibagi. Intinya jangan sampai masyarakat dirugikan, kami ingin ditutup ya ditutup. Insyaallah ada pertemuan lagi,” tandasnya. (MUF/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *