Match Fixing Terbukti

SERANG, BANPOS – Lima mantan pemain Perserang yang dipecat karena dugaan melakukan match fixing dinyatakan bersalah oleh Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Mereka dijatuhi hukuman bervariasi, namun, hukuman terberat diberikan kepada Eka Dwi Susanto.

Dalam notulensi rapat Komdis PSSI yang beredar, disebutkan Eka Dwi Susanto dikenakan sanksi 60 bulan alias lima tahun larangan beraktivitas di lingkup PSSI. Selain itu, yang bersangkutan juga diwajibkan membayar denda sebesar 30 juta dan dan 60 bulan larangan masuk area stadion.

“Berdasarkan pasal 64 ayat (1) dan (2) point a jo pasal 8 jo pasal 9 Kode Disiplin PSSI tahun 2018,” demikian bunyi notulensi menyebutkan landasan peraturan yang digunakan untuk mengambil vonis kepada pemain tersebut.

Sementara, untuk Fandy Edy dikenakan sanksi 48 bulan alias empat tahun larangan beraktivitas di dunia sepak bola dibawah PSSI. Sementara, denda yang dijatuhkan kepada pemain asal Polewali Mandar itu adalah sebesar Rp20 juta.

“Dan 48 bulan larangan masuk area stadion. Berdasarkan pasal 64
ayat (1) dan (2) point a jo pasal 8 jo pasal 9 Kode Disiplin PSSI tahun 2018,” lanjut notulensi tersebut.

Untuk Ade Ivan Hafilah dikenakan sanksi 36 bulan alias tiga tahun larangan beraktivitas di dunai sepakbola, denda sebesar Rp15 juta, dan 36 bulan larangan masuk area stadion.

Sedangkan Ivan Julyandhy dan Aray Suhendri masing-masing dijatuhi sanksi 24 bulan larangan beraktivitas di dunia sepakbola, denda sebesar Rp10 juta, dan 24 bulan larangan masuk area stadion.

Selain dari pihak Perserang, ada nama Muhammad Diksi Hendika yang dikenakan sanksi 12 bulan larangan beraktivitas, denda sebesar Rp10 juta, dan 12 bulan larangan masuk area stadion. Diksi yang juga pernah memperkuat Perserang itu disanksi karena kasus yang berbeda. Diksi disebut mengontak kiper Perserang Yogi Triana agar timnya tidak kalah dari Badak Lampung pada 25 Oktober, karena ia sudah bertaruh dengan rekannya.

“Saudara Diksi Hendika atau dipanggil Odoy menghubungi Yogi Triana. Ia bertaruh dengan temannya dan meminta Yogi agar tidak kalah dan dia akan diberi imbalan. Kami menilai pemain sudah memasang taruhan,” ucap Ketua Komdis PSSI Erwin Tobing saat jumpa pers virtual pada Rabu (3/11).

Menurut Erwin, Komdis PSSI memeutuskan vonis kepada seluruh pihak setelah memanggil 14 orang pada Senin (1/11) hingga Selasa (2/11). Mereka yang dipanggil terdiri dari manajer Perserang, pelatih dan asisten pelatih, serta 11 pemain. Dari semua yang diapnggil, hanya lima pemain yang terbukti bersepakat untuk melakukan kecurangan.

“Keputusan yang kami ambil, memberi hukuman kepada yang terlibat dalam percobaan match fixing. Setelah kami periksa ternyata memang ada pemain kita yang tidak beritikad baik dan bersekongkol, dan berhubungan dengan pihak luar,” ujar Erwin.

“Yang disebut pengaturan skor dari pihak lain adalah bagaimana pemain Perserang kalah di babak pertama. Itu tawarannya, dengan iming-iming Rp150 juta. Yang dihubungi salah satu pemain Perserang Eka Dwi Susanto,” ucapnya menjelaskan.

Selain pemain, juga ada nama pelatih yang juga sudah diberhentikan dari Perserang yaitu Putut Wijanarko. Namun, berdasarkan hasil investigasi, Komdis memutuskan sang juru taktik Perserang tidak terlibat.

“Setelah kami teliti, Putut tidak terlibat dalam praktik pengaturan skor. Dia tidak pernah dihubungi dan tidak pernah diajak. Namun, dia memang diberi tahu,” kata Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing saat konferensi pers virtual, Rabu (3/11).

Dari hasil penelusuran serta pemeriksaan yang dilakukan Komdis PSSI, Putut memang telah mencium keterlibatan sejumlah pemainnya dalam praktik pengaturan skor.

Putut pun memutuskan untuk tak menurunkan lima pemain yang bersangkutan ketika Perserang berjumpa Badak Lampung FC. Namun, karena kebutuhan tim ia terpaksa memainkan salah satu dari mereka yakni Eka Dwi Susanto.

“Sebab dia mendengar, mendapat informasi, dan mendapat laporan dari pemainnya bahwa ada upaya mempengaruhi beberapa pemain,” ia menambahkan.

Lebih lanjut, Erwin menjelaskan pemecatan Putut murni karena masalah internal Perserang dengan sang pelatih. Disebutkan Erwin, Putut memang memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan manajer Perserang, Babay Karnawi.

“Lalu soal alasan dia diberhentikan dari jabatannya sebagai pelatih kepala, menurut penilaian kami itu hanya permasalahan manajemen saja,” terang Erwin.

“Kami melihat tidak ada hubungannya dengan pengaturan skor. Itu hanya soal hubungan yang kurang harmonis antara pelatih dengan manajer,” pungkasnya.

Manajer Perserang, Babay Karnawi mengaku menerima putusan komdis. Dia mengapresiasi kinerja komdis yang memutuskan persoalan dugaan match fixing yang melibatkan mantan pemainnya dengan cepat.

“Tentunya kami bersyukur persoalan ini cepat selesai. Kami mengapresiasi komdis bekerja cepat, sehingga kami bisa kembali fokus menatap sisa laga Liga 2 di Grup B,” kata manajer yang kerap disapa Jibay itu.

Soal Putut Widjanarko yang diputuskan tidak bersalah, Babay juga menerima keputusan itu. Menurutnya, sejak awal Perserang tidak menuduh Putut maupun pemain melakukan praktik Match Fixing. Yang dijadikan landasan pemecatan Putut adalah tidak melaporkan adanya dugaan match fixing kepada manajemen meskipun sudah mengetahuinya beberapa hari jelang pertandingan melawan Badak Lampung FC.

Babay membenarkan pengunduran diri yang dilakukan Putut. Namun, pengunduran diri dilakukan sepihak melalui pesan Whatsapp kepada manajer. Sehingga, manajemen belum memutuskan menerima atau tidak pengunduran diri tersebut.

Di sisi lain, Putut juga sudah meninggalkan mess pelatih perserang, sebelum mengkonfirmasi dugaan pengaturan skor yang dilaporkan sejumlah pemain kepadanya.

“Ketika manajemen akan mengkonfirmasi peristiwa itu kepada pemain dan tim pelatih, pelatih kepala justru meninggalkan Kota Serang. Kami menilai hal itu salah, sehingga keputusan rapat manajemen adalah menolak pengunduran diri pelatih kepala dan melakukan pemecatan,” kata Jibay.

Jibay juga berharap apa yang menimpa Perserang bisa menjadi yang terakhir dalam persepakbolaan di Indonesia. Menurutnya, praktik-praktik seperti itu merusak integritas sepakbola itu sendiri dan merugikan semua pihak, termasuk seluruh pecinta sepakbola Indonesia.

“Match fixing adalah pelanggaran terbesar dalam dunia olahraga dan harus diperangi bersama. Apabila kita mengetahui adanya Match fixing, tetapi dengan sengaja diam, melakukan pembiaran dan tidak melaporkan adanya Match fixing, juga suatu kesalahan yang besar,” tegas Jibay.

Menurut Jibay, banyak kasus Match fixing yang terjadi di luaran yang mengakibatkan pelaku dan yang terlibat atau tidak terlibat secara langsung, mendapatkan hukuman seumur hidup tidak dapat beraktivitas dalam sepakbola.

“Semoga ini jadi pelajaran bagi kita semua agar ke depan tidak lagi terjadi hal-hal yang merusak integritas sepakbola. Sehingga klub, federasi, operator liga hingga seluruh pemain fokus pada peningkatan kualitas kompetisi,” kata Jibay.

Jibay mencontohkan, runtuhnya imej persepakbolaan Italia ketika didera isu calciopoli pada 2006 silam. Masa itu adalah salah satu periode terburuk yang dialami persepakbolaan negeri PPizza ketika sejumlah klub seperti Juventus, Lazio, Fiorentia dan AC Milan terbukti melakukan tindakan pengaturan pertandingan.

“Kita sedang membangun sepakbola kita, jangan malah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Jibay.

Diberitakan sebelumnya, Perserang resmi melaporkan dugaan praktik mafia sepakbola dalam pertandingan Liga 2 yang dilakukan sejumlah pihak dan melibatkan pemainnya, Kamis (28/10). Laporan disampaikan kepada PSSI setelah sebelumnya manajemen Perserang memberhentikan dengan tidak hormat lima pemain dan seorang pelatih.

Manajer Perserang, Babay Karnawi dalam keterangan tertulisnya mengatakan, berdasar sejumlah informasi, pengakuan dan barang bukti yang dimilikinya, manajemen Perserang melaporkan inidikasi pengaturan skor yang ditemukan kepada PSSI sesuai dengan yurisdiksi sepakbola.

Babay melanjutkan, Perserang melaporkan kondisi yang terjadi di Perserang dalam rangka meminta Badan Yudisial PSSI menindak secara tegas seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam upaya pengaturan skor ini.

“Sebagai anggota, kami melaporkan agar PSSI melindungi klub, pemain, pelatih dan ofisial Liga 2 dari praktik seperti ini dengan memperketat pengawasan dalam jurisdiksi sepakbola di Liga 2,” kata Jibay.(ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *