JAKARTA, BANPOS – Panitia kerja (Panja) Mafia Tanah Komisi II DPR menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus penyerobotan tanah milik warga. Salah satunya kasus di Kota Medan.
Keterlibatan oknum aparat dalam mafia tanah diungkapkan salah seorang kuasa hukum warga saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) korban mafia tanah dengan Panja Mafia Tanah Komisi II DPR, Rabu (3/11). Oknum aparat tersebut diduga telah melakukan intimidasi kepada kliennya melalui pendirian spanduk di atas tanah milik kliennya.
“Anehnya secara tiba tiba saat ini di atas tanah milik klien kami telah didirikan spanduk dengan nama oknum ini. Kami menduga, ada keterlibatan oknum jenderal polisi aktif dalam permasalahan tanah ini yang bertujuan untuk mengintimidasi dan meresahkan,” ujar kuasa hukum bernama Marimon Nainggola kepada para wakil rakyat di hadapannya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengingatkan, aksi penyerobotan tanah lebih tepat disebut sebagai aksi perampokan. Dia mensinyalir, ada oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang juga terlibat.
“Ini bukan mafia lagi, ini perampokan terhadap tanah yang di-backup oleh pihak tertentu dan pihak yang ada di dalam BPN,” tutur Guspardi.
Ketua Panja Mafia Tanah Komisi II DPR Junimart Girsang menegaskan, pihaknya menyayangkan dugaan keterlibatan oknum aparat. Politisi PDI Perjuangan itu mendesak agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil segera memberantas maraknya aksi mafia tanah di Indonesia.
“Saya pribadi, meminta bahkan mendesak agar Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil segera menyelesaikan masalah sindikasi mafia pertanahan ini,” ujar Junimart kepada wartawan saat ditemui di lobby Nusantara II gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (3/11).
Menurutnya, aksi mafia tanah ini sudah sistematis. Menteri Sofyan harus bersih-bersih anak buahnya hingga ke jajaran paling bawah.
“Sebab, sesuai hasil RDPU siang ini di Komisi II DPR, jelas tidak mungkin bisa ada oknum jenderal polisi aktif diduga menyerobot tanah milik warga jika tidak ada campur tangan orang dalam di BPN,” lanjutnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR itu mengatakan pihaknya akan mendorong Kementerian ATR/BPN segera menyelesaikan permasalahan yang terjadi, korektif intensif internal ATR/ BPN, terlebih permasalahan yang disebabkan oleh kepemilikan sertifikat ganda atas tanah yang sama. Termasuk warkah tanah, buku tanah yang sering raib dari kantor ATR/ BPN.
Diharapkannya, ke depan kejadian ini tidak akan terulang lagi dan masyarakat tak jadi korban kembali.
“Tentunya kita akan mendorong agar Kementerian ATR/BPN segera menyelesaikan permasalahan yang ada terlebih masalah yang muncul akibat diterbitkannya dua sertifikat tanah atas satu bidang tanah yang sama. Ini terjadi bukan di satu lokasi atau daerah, tapi di beberapa daerah dan raibnya warkah, buku tanah dari kantor ATR/ BPN,” tuturnya.
Sebagai upaya memaksimalkan pemberantasan mafia tanah, politisi kelahiran Kabupaten DAIRI itu meminta, Satuan Tugas (Satgas) Mafia Tanah yang sebelumnya telah dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat bekerja dengan independen tanpa melibatkan orang-orang dari Kementerian ATR/BPN. Sehingga diyakini dapat bergerak cepat bahkan menindak para oknum BPN yang terlibat mafia tanah.
“Saya juga mendorong Satgas Mafia Tanah yang telah dibentuk oleh Presiden Jokowi bekerja independen bergerak cepat menyikapi dan menindak para mafia tanah ini. Termasuk para oknum ASN ATR/BPN di setiap tingkatan dengan pola sistemik. Nah, untuk mengusut tuntas permafiaan ini dan menghindari kebocoran informasi, maka ATR/BPN tidak perlu dilibatkan dalam tim satgas,” sarannya.
Dalam RDPU korban mafia tanah dengan Panja Mafia Tanah Komisi II DPR, hadir di antaranya perwakilan dari daerah DKI Jakarta, Lombok Barat, Simalungun dan perwakilan PT Maskapai Perkebunan Moelia.[FAQ/RMID/PBN]
Tinggalkan Balasan