ADANYA kewajiban setoran kepada dinas oleh pengusaha yang mendapatkan paket pekerjaan sudah lama terjadi di Pemprov Banten. Bahkan praktik tersebut dinilai sangat sulit dihilangkan, karena sudah mendarah daging.
Akademisi dari Untirta Serang, Ikhsan Ahmad dihubungi BANPOS, Minggu (20/11) menyebutkan dugaan praktik setor menyetor oleh pengusaha kepada dinas-dinas dianggap hal yang wajar. Sulit dihindari.
“Praktik ini sebenarnya sudah lama terjadi dan tidak pernah ada jaminan akan berhenti. Banyak cerita berbagai pengusaha tertipu dengan praktik-praktik seperti ini,” katanya.
Bahkan katanya, lantaran praktik suap menyuap demi mendapatkan proyek, semakin lama semakin berkembang dengan pola dan gaya lebih canggih.
“Sistem korup ini hidup terus di tengah gaungan reformasi birokrasi. Praktik ini tetap subur ditengah keyakinan pemimpinanya tentang perubahan,” katanya.
Anehnya lagi, meski dugaan praktik suap menyuap demi paket pekerjaan terus terjadi, banyak penghargaan-penghargaan diterima pemprov.
“Praktik korup ini paling tidak pernah menghalangi pemprov mendapatkan berbagai award atau penghargaan pencegahan korupsi seperti dari KPK tahun 2019 silam. Ini kan tentu aneh,” ujarnya.
Suburnya praktik suap-menyuap Ini terbilang tahan lama dan rapih, penyebabnya yakni, kedua belah pihak antara dinas dengan pihak ketiga atau pengusaha sama-sama menikmati.
“Pengusaha dan OPD (dinas) saling bermutualisme simbiosis (menguntungkan), mencegat kepentingan rakyat,” ujarnya
Sebagai dinas dengan anggaran sangat besar mengelola APBD, Ikhsan meminta PUPR untuk tidak bermain- main dengan uang rakyat. Apalagi bergaya koboy, dengan memperjual belikan paket-paket pekerjaan. Jika itu masih terus dilakukan, lebih baik dinas tersebut beralih profesi atau diberi tambahan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) sebagai perusahaan pinjaman online (Pinjol).
“Harus diingat dinas-dinas atau OPD pemerintah itu menjalankan amanat uang masyarakat. Kalau kelakuannya seperti ini terus, sebaiknya PUPR juga diberi wewenang untuk membuka usaha pinjol untuk para pengusaha yang tertipu,” terangnya.
Melihat kondisi penyelenggaran yang begitu memprihatinkan atas pengelolaan APBD dan fakta dugaan korupsi seperti penyidikan dan persidangan dugaan korupsi pengadaan lahan untuk SMKN 7 Tangsel, pengadaan masker, lahan samsat Malingping dan hibah ponpes, ditambah ada 103 SPK bodong dan setoran 20 persen pengusaha ke PUPR, lebih baik semua penghargaan diserahkan kembali kepada lembaga yang menyerahkan. “Mengembalikan semua award,” imbuhnya.
Selain itu Ikhsan juga meminta kepastian hukum atas banyaknya pelanggaran pengelolaan keuangan daerah, serta memint kepada Anggota dan Pimpinan DPRD dan untuk konsen terhadap pelayanan masyarakat.
“Memastikan proses kepastian hukum sebagai bagian dari penegakkan hukum bukan kebijakan politis, pencitraan dan menjadikan ATM. Meminta maaf kepada masyarakat atas berbagai peristiwa yang melukai perasaan keadilan masyarakat dan berjanji jika terjadi satu peristiwa lagi terkait korupsi atau tipu menipu akan mengundurkan diri bersama antara pimpinan eksekutif dan legislatif. Tolak pencalonan kembali pemimpin (WH-Aa) saat ini yang telah dianggap gagal,” kata Ikhsan.
Pengusaha juga diminta untuk memiliki komitmen dalam pencegahan korupsi dan menggunakan ambisi kewajaran dengan menjunjung tinggi moral, sehingga kasus SPK bodong dan setor menyetor dapat dihilangkan di KP3B.
“Harus, biar nggak tampak bodoh, pengusaha ditipu kok diam aja. Jangan-jangan kebodohan pengusaha yang telah ditipu tetap ingin ditukarkan dengan proyek yang asli, alias tukar tambah, kalau begini kan mentalitas pengusahnya juga mental maling. Ini harus ada pembenahan di kalangan pengusaha juga. Laporkan saja pada aparat penegak hukum,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada meminta aparat penegak hukum melakukan proses penyelidikan atas apa yang ada di DPUPR.
“Kacau sekali ini. Jika benar ttd (tandatangan,) SPK-nya palsu, ini sudah layak untuk ditelusuri oleh aparat penegak hukum. Kasihan pelaksana, mereka tentu sangat dirugikan. Oknumnya harus ditindak tegas. Karena ini sudah menjadi rahasia umum kalau ada setoran. Tapi kalau soal SPK bodong, baru kali ini saya dengar,” kata Uday.
Bahkan ia beranggapan jika praktik setor menyetor proyek di dinas hampir merata
“Peluang itu terjadi juga di OPD lain, sangat terbuka. Buka saja dulu yang ini. Dengan memperhatikan bukti awal yang ada, SPK yang ditandatangani oleh Trenggono Kadis PUPR saat itu, bukti transfer, foto dan video, sudah selayaknya APH turun tangan.
Sudah warisan dari kepemimpinan lama yang masih saja menjadi tradisi buruk di hampir semua jenis pekerjaan di berbagai OPD. WH (Gubernur Banten) tak mampu menghentikannya,” terangnya
Plt Kepala Dinas PUPR, Arlan Marzan memastikan untuk setoran 20 persen oleh pengusaha dijamin tidak ada. “Sekarang ini, semua paket pekerjaan baik yang diatas Rp50 juta sampai puluhan miliar dilakukan secara terbuka di LPSE. “Semuanya sistem online. Mulai dari rencana umum pengadaan sampai ada pemenang tender proyek melalui online. Dan saya jamin di PUPR itu tidak ada setor- setoran,” kata Arlan meyakinkan.(RUS/ENK)
Tinggalkan Balasan