SERANG, BANPOS – Aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Banten galau. Pasalnya, sejak pekan lalu mendapatkan informasi berantai akan adanya penghapusan tunjangan kinerja (Tukin) atau tambahan penghasilan pegawai negeri sipil (TPPNS) untuk dua bulan kedepan.
Selain itu, ASN yang bertugas di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten yang biasanya mendapatkan upah pungut (UP), tidak akan mendapatkan secara utuh. Ada pengurangan hingga 50 persen.
Salah seorang ASN Pemprov Banten yang identitasnya minta dirahasiakan, Senin (20/12) mengaku, Tukin yang biasa ditransfer setiap tanggal 15 atau pekan kedua di setiap bulannya, untuk Desember 2021 dan Januari 2022 tidak ada, dengan alasan Kas Daerah (Kasda) pemprov kosong.
“Informasi adanya tukin dihapus untuk Desember ini dan Januari tahun depan sudah ramai sejak pekan kemarin. Tadinya saya tidak percaya, karena belum ada penjelasan resmi dari para pejabat terkait. Tapi setelah sekarang ini, saya percaya kalau Tukin dua bulan kedepan tidak ada. Buktinya, sekarang saja sampai tanggal 20 belum ada tanda-tanda Tukin akan dibayarkan,” ujarnya.
Diakui ASN yang sudah mengabdi di pemprov lebih dari 20 tahun ini, dirinya memaklumi jika Tukin tidak dibayarkan lantaran keuangan pemerintah benar- benar tidak ada.
“Ikhlas, tidak ikhlas, karena jujur saya hanya mengandalkan gaji dan Tukin. Berbeda, mungkin kalau ASN yang bertugas di Bapenda, karena mereka selama ini tidak hanya menerima Tukin, tapi juga menerima UP yang nilainya sangat fantastis,” ungkapnya.
Senada dengan ASN lainnya. Menurutnya, kebijakan pemerintah masih bisa diterima dengan penghapusan Tukin dua bulan kedepan dengan alasan Pandemik Covid-19. Hanya saja dirinya harus membayar sejumlah tagihan bulanan yang sumbernya berasal dari uang Tukin.
“Saya resah. Dan saya yakin banyak pegawai yang resah. Apalagi tidak sedikit pegawai yang terang-terangan menyampaikan secara terbuka melalui media sosialnya terkait keresahan tidak mendapatkan Tukin,” ungkap ASN yang juga meminta namanya dirahasiakan.
Namun yang membuat iri atau ketidaksukaan ASN adanya kebijakan pemberian UP kepada ASN di Bapenda, walaupun hanya separuhnya.
“Yang tidak bisa kami terima adalah, kebijakan pemberian UP kepada ASN di Bapenda. Mereka memang hanya mendapatkan 50 persennya. Tapi kan walaupun dikurangi, nilainya masih besar.Kalau dihitung-hitung selama tiga bulan, UP staf pelaksana dapat Rp60 juta, dan kalau dikurangi 50 persennya mereka dapat Rp30 juta, dan kalau pejabat eselon IV, III dan II, nilainya lebih besar lagi. Kita sangat iri sekali,” jelasnya.
Harusnya, pegawai di Bapenda diberikan sanksi, lantaran target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak tercapai.
“Mestinya semua pegawai di bidang Bapenda dapat teguran dari kepala daerah atau wakil kepala daerah, dan UP nya jangan diberikan. Kasda kosong kan karena PAD tidak tercapai,” jelasnya.
Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Banten, Rina Dewiyanti dihubungi melalui telepon genggamnya tidak merespon. Begitupun dengan pesan tertulis yang dikirim BANPOS. Hingga berita ini diturunkan tidak dijawab. Rina hanya membacanya, Ini terlihat dari centang dua dalam aplikasi tertulis tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Kasda Banten sejak Kamis pekan lalu benar-benar kosong. Dari total tagihan kebutuhan pihak ketiga atau pengusaha dan lainnya sebesar Rp500 miliar, yang terpenuhi hanya Rp100 miliar atau 20 persennya saja.
Menurut Kepala DPKAD Banten, Rina Dewiyanti, ada dua hal pembayaran-pembayaran untuk pengusaha tertunda. Pertama, target PAD tidak tercapai dan kedua, dana transfer dari pusat.(RUS/PBN)
Tinggalkan Balasan