Tambang Pasir di Cihara Diduga Ilegal dan Abaikan Amdal

BAKSEL, BANPOS – Praktik tambang pasir diduga ilegal yang berada di area Kecamatan Cihara kini kembali mendapat sorotan aktivis lingkungan di Lebak selatan (Baksel). Kini yang mendapat sorotan adalah eksploitasi tambang pasir kuarsa di area Perhutani Blok Cibobos, Desa Karangkamulyan karena diduga tidak punya ijin dan tak mengindahkan dampak lingkungan, Kamis (23/12).

Diketahui, bahwa perusahaan tambang di sana dilakukan oleh PT Legon Pari, yang sebelumnya sempat dimiliki dan diajukan perizinan kegiatannya oleh PT Global.

Aktivis lingkungan Baksel, Widjaya D Sutisna, kepada BANPOS menjelaskan, bahwa praktik usaha tambang itu juga berencana melakukan eksploitasi pasir di tanah warga. Namun rencana itu ditolak oleh warga setempat karena khawatir akan menimbulkan kerusakan lingkungan.

“Perusahaan tambang itu milik PT Legon Pari, awalnya yang mengurus ijin PT Global, tapi dipastikan masih ilegal, cuma katanya mereka baru mengajukan saja. Ada rekayasa juga dalam pengajuan izin, yang diajukan tanah warga yang di bawah kampung, izin belum keluar tapi mereka sudah melakukan kegiatan, namun ditolak oleh masyarakat kampung, dan perusahaan pindah lagi ke sebelah hilirnya dan ditolak lagi oleh warga, akhirnya mereka ngambil lahan milik perhutani,” ungkap Wijaya D Sutisna.

Wijaya Sutisna pun mempertanyakan soal legalitas praktik tambang yang berada di atas tanah negara tersebut. Sebab terangnya, selain izin melakukan pertambangan, perusahaan juga wajib memiliki pernyataan komitmen, serta harus mengurus persyaratan teknis sesuai dengan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

“Pertanyaannya sekarang, kalaupun dia mengajukan izin dan misalnya ke luar izin, toh mereka juga harus mengantongi izin usaha kerjasama dengan perhutani, karena itu kan tanah negara. Kalau tidak ada klausul itu, luar namanya, perhutani juga jangan diam saja, atau jangan-jangan ada permainan juga?” tanyanya.

Kendati begitu, sejauh ini tambang diduga ilegal tersebut sudah lama menggali material pasir dari sana untuk dijual. “Saya tau, perusahaan itu sudah membawa pasir dari lahan perhutani itu ratusan truk ke luar, bahkan jalan yang dibuat oleh mereka juga menggunakan tanah area perhutani,” jelas Wijaya Sutisna.

Adapun dampak lingkungan lain yang kini timbul, kata Wijaya Sutisna, bahwa praktik tambang itu juga melakukan pembuangan limbah hasil cucian pasir ke sungai, sehingga air sungai yang biasa dimanfaatkan warga sekitar jadi tercemar dan mengalami sedimen lumpur.

“Proses pencucian pasir di atas itu limbahnya dibuang ke kali Cidahu yang digunakan oleh masyarakat di hilirnya yaitu Kampung Panyaungan Barat. Sekarang di kali bawah jembatan itu sudah terjadi pendangkalan limbah dari cucian pasir dari area perhutani,” paparnya.(WDO/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *