Kredit Macet BPRS Cilegon Mandiri Tembus Rp44 Miliar

CILEGON, BANPOS – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon meminta Direktur Utama (Dirut) BPRS Cilegon Mandiri (BPRS-CM) yang baru menjabat untuk bisa menyelesaikan permasalah yang saat ini dihadapi oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon tersebut.

Salah satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh BUMD Pemkot Cilegon ini yaitu sedang berupaya terbebas dari pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusul besarnya kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) atau kredit macet yang berada di kisaran 41 persen atau sekitar Rp 44 miliar.

Ketua Komisi III DPRD Cilegon, Abdul Ghoffar mengatakan agar manajemen BPRS mampu menyelesaikan persoalan NPF tersebut melalui pendekatan persuasif terutama pada kreditur bermasalah.

“Terkait masalah kredit macet itu kalau menurut saya alangkah baiknya (kreditur bermasalah-red) bisa didekati dengan lebih soft, karena di awal kan ada perjanjian bersama antara nasabah dengan lembaga keuangan. Kecuali itu memang ada persoalan kaitan agunan ataupun pemalsuan dokumen,” kata Ghoffar usai rapat dengar pendapat (hearing) antara Komisi III DPRD Kota Cilegon dengan jajaran direksi BPRS-CM di Ruang Rapat DPRD Kota Cilegon, Kamis (23/12).

Ditempat yang sama, anggota Komisi III DPRD Kota Cilegon Rahmatulloh mengatakan rumitnya persoalan tersebut, dinilai tidak dibarengi dengan komitmen dan keseriusan dari pemerintah daerah sebagai pemegang saham yang dipandang sebaliknya justru hanya memojokkan kinerja korporasi lantaran tidak mampu memberikan solusi.

“Apakah penyertaan modalnya ditambah atau ada solusi lain, jangan hanya ditonton dan diketawain cuma karena NPF ini dianggap produk masa lalu. Kami dari DPRD dan Badan Anggaran, kalau mereka cuma bicara dan tidak memberikan solusi, ya sudah lebih baik diam,” kata Politisi Partai Demokrat ini.

Lebih lanjut, secara prinsip dalam tugas kontrolnya, sambung dia, parlemen hanya menginginkan agar BPRS Cilegon Mandiri tetap berjalan, semakin maju dan mampu menyumbang dividen ke kas daerah.

“Kalau kondisi BPRS hanya jadi bahan olok-olokkan saja dengan berbagai statemen di media, ya sudah mending BPRS ditutup saja. Apa tidak pernah berpikir kalau pernyataan-pernyataan itu malah membuat masyarakat dan deposan was-was, seolah BPRS sedang sakit, yang pada akhirnya mereka malah menarik dananya. Kalau mau bicara masalah, BUMD lainnya justru lebih banyak masalahnya. Persoalannya sekarang kan jajaran Komisaris dan Direktur Utama yang baru sedang berpikir bagaimana menyehatkan perbankan daerah ini,” paparnya.

Menanggapi hal tersebut, Dirut BPRS-CM, Novran Erviatman Syarifuddin berharap adanya dukungan dari seluruh pihak dalam upaya dan rencana kerjanya untuk menekan NPF.

“Kami diminta OJK untuk menyusun action plan yang dari situ menjadi dasar rujukan kami bahwa NPF harus dapat turun di kisaran 26 persen tahun depan. Action plan itu sendiri akan menjadi rencana kerja yang harus terlapor secara berkala maksimum tiga bulan sekali karena kita perbankan di bawah pengawasan yang intensif oleh OJK. Sementara untuk rencana tambahan penyertaan modal, itu sudah kami ajukan ke Ekbang,” tandasnya.(LUK/RUL)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *