SERANG, BANPOS – Konflik antara pemerintah Provinsi (pemprov) Banten dengan buruh berkemungkinan akan terus berlanjut di tahun 2022. Kepemimpinan Wahidin Halim (WH) dan Andika Hazrumy (AA) dituding tidak mampu menyelesaikan konflik. Bahkan, AA disebut cuek dengan konflik yang terus terjadi ini.
Diketahui, dalam rangka menyikapi konflik buruh dan Pemprov Banten, puluhan mahasiswa di Lebak selatan (Baksel) yang mengatasnamakan Barisan mahasiswa bela buruh (Bambbu) menggelar aksi unjuk rasa solidaritas di alun-alun Malingping, Sabtu (1/1).
Aksi tersebut merupakan gabungan dari tiga organisasi mahasiswa, yakni Himpunan Mahasiswa Mathla’ul Anwar (HIMMA) DPD Lebak, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) PAC Malingping dan dari Mahasiswa Taktis Demokratis Wanasalam (Matadewa).
Ketua HIMMA Komisariat Malingping, Rinaldy Agustian mengungkapkan, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy (AA) terkesan melakukan pembiaran terhadap sikap sejawatnya WH yang juga tidak berpihak terhadap kaum buruh.
“Andika Hazrumy sebagai Wakil Gubernur, itu harusnya mampu memberikan masukan kepada WH untuk dapat bersikap lebih baik, dan ia harus mampu mengambil peran dalam penyelesaian problematika kaum buruh bersama dengan gubernur bukan justru diam,” tegasnya.
Disisi lain, statement dari Ketua IPNU PAC Malingping, Nasyudin dalam orasinya mengatakan, bahwa tuntutan massa aksi adalah untuk kepentingan dari serikat pekerja buruh di Banten yang minta kebijakan soal UMK.
“Kami menuntut agar WH-Andika meminta maaf secara terbuka kepada rakyat Banten, menuntut WH mencabut laporan terhadap 6 orang buruh, menuntut WH-Andika merespon tuntutan buruh dengan cara yang beretika dan beradab, kami juga menuntut WH-Andika untuk berpikir waras sesuai peran dan fungsinya, yang dimana harus menjadi problem solving atas permasalahan para buruh di Banten saat ini,” paparnya.
Sementara, Koordinator lapangan aksi, Agus Djubaedi mengatakan, aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap sikap Gubernur Banten, WH karena dinilai tak mampu menyelesaikan aspirasi buruh.
“WH dan AA sebagai pemimpin harusnya bisa lebih bijaksana dan bisa lebih berfikir sehat dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Ucapan cari saja pegawai baru yang dilontarkan WH kepada para pengusaha yang ditujukan untuk kaum buruh adalah pernyataan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang gubernur,” ujar Agus dalam orasinya.
Terpisah, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengklaim menjadi salah satu kepala daerah yang tidak mendapat teguran tertulis dari pemerintah pusat, lantaran menaikan upah buruh sesuai dengan PP 36 tahun 2021.
Dalam siaran persnya, juru bicara WH, Ujang Giri, Minggu (2/1) menyampaikan, sebanyak 29 dari 34 Gubernur di Indonesia menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), sesuai dengan formulasi PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Termasuk Gubernur Banten Wahidin Halim, meskipun diserang gelombang aksi buruh, dia tetap konsisten dengan keputusannya,” tulis Ujang.
Sementara 5 Gubernur lainnya disurati Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), lantaran sudah melanggar ketentuan peraturan yang sudah ditetapkan.
“Terhadap Gubernur yang menetapkan UMP tahun 2022 tidak sesuai dengan formula PP Nomor 36 Tahun 2021, Menaker telah menyurati masing-masing Gubernur dimaksud agar menyesuaikan penetapan upah minimum tahun 2022 dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku,” sebut Ujang menirukan pernyataan Indah Anggoro Putri Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker, dalam keterangannya, Sabtu (1/1) lalu.
Dijelaskannya, Indah Anggoro Putri menyatakan berdasarkan hasil monitoring Kemenaker pada 31 Desember 2021, dari 34 Provinsi yang telah menetapkan UMP tahun 2022, terdapat 29 Provinsi yang menetapkan UMP sesuai formula PP 36 tahun 2021. Selain itu, terdapat 27 Provinsi yang memiliki UMK di 252 Kabupaten/Kota.
“Dari jumlah tersebut, sebanyak 236 UMK telah ditetapkan sesuai PP Nomor 36 tahun 2021,” terangnya.
Dia menjelaskan PP Nomor 36 tahun 2021 merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengamanatkan penetapan upah minimum merupakan bagian dari Program Strategis Nasional.
“Sesuai Pasal 4 PP Nomor 36 tahun 2021, Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kebijakan pengupahan wajib berpedoman pada kebijakan Pemerintah Pusat,” katanya.
Masih menurut, Ujang, sudah menjadi keharusan bagi gubernur mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk peraturan mengenai formulasi pengupahan. Sudah jelas bahwa formulasi pengupahan itu diatur melalui PP Nomor 36 tahun 2021.
“Gubernur Banten Wahidin Halim patuh dan taat pada aturan pengupahan sesuai dengan PP Nomor 36 tahun 2021,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua SPN Lebak, Sidik Uen melalui media sosial miliknya menyebutkan pada hari Rabu mendatang tanggal 5 Januari, serikat buruh atau pekerja akan melakukan aksi unjuk rasa di KP3B, Curug Kota Serang.
Ada tiga tuntutan yang akan disampaikan dalam aksi tersebut. Pertama, segera merubah atau merevisi Surat Keputusan (SK) UMK dengan besaran kenaikan 5 sampai 4 persen dari UMK 2021. Kedua, bebaskan rekan-rekan serikat buruh atau pekerja tanpa syarat. Dan ketiga, menyetop kriminalisasi terhadap buruh dan mahasiswa.
Diketahui, pada tanggal 22 Desember 2021 puluhan buruh berhasil masuk ruang kerja gubernur di Pendopo KP3B, Curug Kota Serang. Dan beberapa hari kemudian WH melaporkan aksi buruh tersebut kepada aparat penegak hukum (APH).
Kemudian pada tanggal 27 Desember 2021 Polda Banten telah menaikan status 6 orang buruh dari terperiksa menjadi tersangka, dimana 4 orang buruh dipersangkakan dengan pasal 207 KUHP tentang secara sengaja dimuka umum menghina sesuatu kekuasaan negara.
Sedangkan 2 orang buruh lainnya dikenakan pasal 170 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama.(WDO/RUS/PBN)
Tinggalkan Balasan