Masih Ada 26,5 juta Warga Miskin di Indonesia

JAKARTA, BANPOS – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah orang miskin turun 1,04 juta orang. Meski begitu, secara keseluruhan, warga yang hidup miskin masih double digit, yakni 26,5 juta.

Kepala BPS, Margo Yuwono menerangkan, angka itu merupakan posisi pada September 2021. Angka itu berkurang 1,04 juta dibanding Maret 2021, dan 1,05 juta orang dari September 2020.

Dengan pengurangan ini, persentase penduduk miskin pada September 2021 sebesar 9,71 persen. Angka ini turun 0,43 persen poin dibanding Maret 2021 dan 0,48 persen poin dibanding terhadap September 2020. “Artinya, upaya perbaikan ekonomi dampaknya kepada kemiskinan mulai terasa, karena sudah mengalami penurunan,” kata Margo, dalam Konferensi Pers Profil Kemiskinan di Indonesia September 2021, di Jakarta, kemarin.

Ia menilai, tren penurunan kemiskinan di Indonesia semakin baik. Sebab, secara umum, pada periode Maret 2011 sampai September 2021, tingkat kemiskinan menurun. Baik dari sisi jumlah maupun persentase. Kecuali pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, dan September 2020.

Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013 dan Maret 2015 dipicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga BBM. Sementara, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2020 dan September 2020 disebabkan pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.

Margo mengakui, angka kemiskinan pada September 2021 masih lebih tinggi dari level sebelum pandemi, yang 24,78 juta orang pada September 2019. “Kesimpulannya, selama setahun ini penurunan kemiskinan menunjukan kinerja perbaikan, tetapi masih lebih tinggi dari angka sebelum pandemi,” tuturnya.

BPS mencatat, persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah Maluku dan Papua. Angkanya mencapai 20,43 persen pada September 2021. Sedangkan yang terendah berada di Kalimantan, yang hanya 5,85 persen.

Dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Jawa, yakni 14,02 juta orang. Sementara, jumlah penduduk miskin terendah berada di Kalimantan, yaitu 980 ribu orang.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mencatat, ada dua faktor yang menyebabkan angka kemiskinan di September 2021 menurun. Pertama, pelonggaran PPKM. Kebijakan ini membuat sebagian masyarakat kembali mendapat pekerjaan, terutama di sektor informal.

“Banyak orang-orang di sekitar garis kemiskinan itu kerjanya di sektor informal. Sekarang, mereka bisa bekerja kembali, ada income. Sehingga, mereka yang tadinya di bawah garis kemiskinan bisa di atas garis kemiskinan. Walaupun masih dalam kategori garis kemiskinan,” ulas Faisal, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Kedua, ada faktor bansos yang diberikan Pemerintah sepanjang pandemi. Bansos ini mampu menambal kekurangan pendapatan masyarakat.

Sayangnya, banyak penduduk miskin yang bergantung pada bansos. “Ketika bansosnya dikurangi atau terlambat, mereka sering kali jatuh di garis kemiskinan. Padahal, bansos itu sifatnya darurat, dan diberikan kepada mereka yang tidak bekerja,” kata Faisal.

Menurutnya, cara paling ampuh untuk mengentaskan kemiskinan adalah menciptakan lapangan pekerjaan. Yaitu dengan membangun iklim usaha yang sehat dan membantu dunia usaha.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menganggap, dengan angka 26,5 juta, tingkat kemiskinan belum bisa dikatakan turun. Sebab, angka itu masih lebih tinggi dibanding sebelum pandemi.

Untuk mengatasi ini, dia menyebut, ada tiga PR yang harus dikerjakan Pemerintah. Yaitu pengendalian inflasi, penyerapan tenaga kerja, dan efektivitas bansos.

“Inflasi adalah masalah serius yang membuat pengentasan kemiskinan belum kembali seperti prapandemi. Tahun 2022, kenaikan harga bahan pangan dan penyesuaian tarif energi membuat daya beli kelompok rentan miskin mudah merosot di bawah garis kemiskinan,” ulas Bhima.

Di sisi lain, 76 persen garis kemiskinan di pedesaan disumbang makanan. Artinya, semakin miskin orang di Indonesia, semakin sensitif terhadap kenaikan harga pangan.

Soal serapan tenaga kerja, kata dia, meski ada pemulihan, tapi belum merata di seluruh sektor usaha. Pariwisata dan pekerja informal yang terkait dengan sektor transportasi misalnya, belum bisa pulih.

“Di sini perlunya Pemerintah memformulasikan stimulus khusus untuk penciptaan lapangan kerja di sektor atau wilayah yang pemulihannya tertinggal. Kemudian efektivitas bansos harus diawasi dan terus dilakukan evaluasi,” terang Bhima.

Sementara, Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno, mengapresiasi angka kemiskinan di bawah 10 persen. Kata politisi senior PDIP ini, laporan BPS menunjukkan Program Pemulihan Ekonomi (PEN) 2020-2021 berbuah manis.

Untuk 2022, Hendrawan memprediksi, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi di tengah kondisi pandemi. Sebab, masih banyak yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan pola hidup yang berubah.

“Penciptaan kesempatan kerja produktif adalah strategi terbaik mengatasi kemiskinan. Orang jadi miskin karena tak punya pekerjaan, atau pekerjaannya masuk segmen upah yang kurang memadai,” terang Hendrawan.(MEN/ENK/RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *