Wartawan Dilarang Potret Jembatan Bogeg, Memang Ada Apa Sih???

SERANG, BANPOS – Pembredelan kemerdekaan pers kembali terjadi di Provinsi Banten. Kali ini, wartawan fotografi BANPOS, Dziki Oktomulyadi, menjadi korban pelarangan liputan oleh oknum keamanan yang menjaga proyek pembangunan jembatan Bogeg.

Dziki bercerita bahwa pada saat itu, dirinya ingin memotret progress pembangunan jembatan Bogeg pada Rabu (19/1) sekitar pukul 15.00. Saat itu, ia sedang melakukan setting kamera untuk keperluan liputan foto.

“Masih setting kamera, namun dari belakang saya ditegur oleh satpam yang katanya bertugas di area tersebut dan melarang saya untuk memotret di area jembatan, karena alasan SOP,” ujar Dziki. “Maaf mas dilarang memotret di sini,” kata Dziki menirukan perkataan dari petugas keamanan tersebut.

Hal itu sontak membuat Dziki kaget sekaligus heran. Ia pun menanyakan alasan mengapa dirinya tidak boleh memotret progres salah satu proyek yang dibangga-banggakan oleh Gubernur Banten itu.

“Dia menjawab ‘ini sudah perintah dan SOP dari atasan’,” tiru Dziki.

Terbiasa menghadapi kejadian seperti itu, Dziki pun menjelaskan kepada oknum tersebut bahwa dirinya merupakan wartawan surat kabar harian Banten Pos sembari menunjukkan kartu pers. Sebab, oknum itu pun menanyakan kartu pers miliknya.

“Namun dengan nada keras satpam tersebut tetap melarang saya memotret sambil meminta saya untuk memotret dirinya dan nama jelasnya. ‘Silahkan foto saya, tampilkan di koran, kalau saya gak ngebolehin motret di sini’. Dia bilang dengan nada keras,” ucap Dziki.

Tanpa berpikir panjang, ia pun memfoto oknum petugas keamanan itu. Bukan karena diperintah oleh oknum tersebut, melainkan sebagai pertanggungjawaban terhadap Pemimpin Redaksi dan sebagai bukti bahwa dirinya dilarang melakukan peliputan di proyek pembangunan itu.

“Tidak berselang lama, entah itu mandor atau siapa lengkap dengan seragam kerja menghampiri saya, sama dia juga melarang saya memotret. Katanya harus ngasih surat dulu ke kantor, minta izin dan lain lain,” katanya.

Meskipun berhadapan dengan dua orang, Dziki mengaku bahwa dirinya tetap tenang. Namun ia merasa aneh dengan pelarangan yang dilakukan oleh pihak keamanan proyek, sebab jembatan merupakan fasilitas umum dan seharusnya setiap orang berhak memfoto tempat itu.

“Padahal jelas jelas saya gak ada maksud menjelek-jelekkan, hanya ingin memberitahu warga Serang dan sekitanya bahwa progres pembangunan jembatan Bogeg sudah seperti ini visualnya. Alhasil saya gak bisa motret jembatan Bogeg namun berhasil mengabadikan satpam yang melarang saya motret,” tandasnya.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Banten, Rian Nopandra, mengatakan bahwa pers baik itu wartawan tulis, elektronik maupun fotografi dalam bertugas dilindungi oleh Undang-undang.

“Jelas ketika dia (oknum petugas keamanan) menghalang-halangi tugas jurnalistik, dia berarti telah melanggar Undang-undang Pers,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Opan mengingatkan, sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ada konsekwensi pidana terhadap orang atau lembaga yang menghalang-halangi kerja pers. Karena itu, dia meminta semua pihak menghormati kerja pers yang memiliki hak untuk memperoleh dan menyebarkan informasi kepada masyarakat.

Ia pun mengaku heran, ada apa sebenarnya dengan proyek pembangunan jembatan Bogeg, sampai-sampai wartawan pun dilarang untuk mengambil foto dari progres pembangunan tersebut.

“Yang jadi pertanyaan, ada apa dengan jembatan Bogeg? Kita perlu tanya jelas, kenapa wartawan dalam hal ini fotografer BANPOS dihalang-halangi dalam menjalankan tugas? Padahal sudah menunjuk identitas yaitu kartu pers,” tandasnya.(DZH)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *