Anggota DPR RI ‘Senggol’ Kejagung Soal Temuan Setwan DPRD Banten

JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi III DPR RI, Rano Al Fath mendesak agar Kejaksaan menyelesaikan permasalahan temuan BPK di Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Banten yang sudah terkatung-terkatung sejak tahun 2015.

Dalam video rapat kerja DPR RI bersama Kejaksaan Agung, Rano menegaskan bahwa perlu ada tindak lanjut dari kejaksaan terhadap permasalahan temuan BPK yang sempat bocor ke publik upaya penyelesaian oleh inspektorat.

“Terakhir, saya titip buat Kejati Banten, pak Jaksa Agung, ada banyak temuan LHP BPK di Banten itu, mudah-mudahan bisa ditindak dengan tegas jika tidak dikembalikan. Jadi harus jelas dan sesuai saja dengan aturan yang berlaku,” ujar Rano dalam video tersebut.

Saat dikonfirmasi, Rano Al Fath mengaku, tindakannya tersebut dilakukan dikarenakan ada informasi terkait temuan BPK RI, yaitu terdapat Pengeluaran Belanja Promosi dan Publikasi pada Setwan Provinsi Banten sebesar Rp21,5 miliar yang tidak didasarkan SPK ataupun Surat Pesanan dan terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp6,7 miliar. Dari nilai temuan Rp6,7 miliar itu juga dikabarkan sisa pembayaran yang belum dikembalikan sebesar Rp2,87 miliar. Adapun temuan disini untuk Tahun Anggaran 2015.

“Nah disini baru ketahuan setelah surat panggilan dari Inspektorat Banten untuk para pejabat terkait itu bocor ke ranah publik. Namun yang mengherankan adalah, penyelesaian kerugian negara dan publikasi miliaran ini kok belum ketahuan oleh aparat penegak hukum dan temuan BPK ini seakan penanganannya terkatung-katung,” ujarnya.

Kejadian bocornya surat tersebut pada akhirnya membuat ramai masyarakat. Rano khawatir, jika tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum, pada akhirnya kejadian tersebut akan mencoreng citra pemerintah.

“Maka dari itu, kemarin pada saat Rapat Kerja bersama Kejaksaan Agung, saya minta pak JA (Jaksa Agung, red) dan Kejati Banten, pastinya secara khusus dapat memberikan atensi agar kasus ini dapat ditindaklanjuti dan seperti apa penyelesaiannya,” tandasnya.

Diketahui, ada dua temuan kerugian negara yang sampai dengan memasuki tahun 2022 ini belum juga selesai, salah satunya adalah temuan anggaran publikasi tahun anggaran 2015. Dan satu lagi adalah di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) kelebihan pembayaran sport center di tahun 2021 kemarin.

Informasi dihimpun, khusus untuk temuan LHP BPK anggaran publikasi tahun 2015 di Sekretariat DPRD (Setwan) Banten , dimana negara disebutkan mengalami kerugian Rp6,778 miliar dari total pagi kegiatan Rp21,5 miliar sudah mulai dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati).

Menurut salah seorang sumber BANPOS di KP3B, Curug Kota Serang yang meminta identitasnya dirahasiakan, aparat penegak hukum (APH) mulai melakukan proses penyelidikan dua pekan lalu. Lantaran sisa pengembalian negara hingga enam tahun belum juga diselesaikan.

“Dari kegiatan anggaran publikasi di Setwan Banten sebesar Rp21,5 miliar yang jadi kerugian negara Rp6,778 miliar, dan yang telah disetorkan ke kas daerah (Kasda) informasi yang saya terima Rp3,904 miliar. Jadi masih ada sisa pengembalian Rp2,873 miliar, dan sampai sekarang belum selesai. Inilah yang jadi alasan APH kemungkinan dilakukan penyelidikan, dengan mengumpulkan Pulbaket, karena sudah enam tahun tidak tuntas-tuntas,” kata sumber tadi.

Secara ekonomi, uang miliaran yang seharusnya disetorkan enam tahun lalu, saat ini telah berkurang. “Kalau melihat belum selesainya setoran ke kasda (kas daerah) atas kerugian negara, saya rasa tidak ada itikad baik dari pihak-pihak terkait di Setwan. Ditambah lagi, kalau dinominalkan, uang itu berkurang, nilainya lebih sedikit jika dibanding tahun sekarang, dengan enam tahun lalu. Jadi wajar saja, kalau APH turun. Dan harusnya sudah dari tiga atau empat tahun lalu, kerugian negara di kegiatan Setwan diselidiki,” katanya.

Hal ini katanya, dilihat dari kasus-kasus dugaan hukum yang menjadi temuan BPK di sejumlah dinas pemprov. Dinas Kesehatan dan RSUD Banten. “Kemarin saja, ada kasus masker tahun 2020 di Dinkes Banten, sekarang sudah disidang, dan sebelumnya ada kasus di RSUD Banten, tahun 2018, yang Dirutnya Bu Hesti, sudah vonis. Tapi yang Setwan ini kok anteng-anteng aja,” ujarnya.

Padahal katanya, berdasarkan data dan dokumen yang didapati, kerugian negara sebesar Rp6,778 miliar yang merupakan kelebihan pembayaran sudah tentu melanggar hukum.

“Dalam dokumen LHP BPK 2015, temuan kelebihan pembayaran terjadi pada sembilan media yang menjadi rekanan kegiatan publikasi di Sekretariat DPRD Banten. Sembilan media yang dimaksud antara lain Soeara Rakjat, Genta Winata, Bidik Post, Gema Pemuda, Serang Timur Post, Legislator, Gema Publik, Aliansi Banten, dan RSKS,” ungkapnya.

Adapun rinciannya untuk masing-masing media tersebut yakni Soeara Rakjat Rp846 juta, Genta Winata Rp988 juta, Bidik Post Rp1,004 miliar, Gema Pemuda Rp1,022 miliar, Serang Timur Pos Rp683,5 juta, Legislator Rp662 juta, Gema Publik Rp569 juta, Aliansi Banten Rp862,5 juta dan RSKS Rp141,207 juta.

Dan pada tahun 2016 lalu, kata sumber tersebut, pihak Setwan dimana Ali Hanafiah sebagai PPTK atau pejabat eselon IV yang menjabat sebagai Kepala Sub bagian informasi dan publikasi pada Setwan tahun 2015, saat itu telah mengembalikan sebesar Rp2,9 miliar.

“Sisanya mereka (Ali Hanafiah) menyerahkan jaminan sebagai penggantian yang tersisa Rp3,9 miliar. Jaminan yang diberikan dalam bentuk sertifikat tanah sebanyak tujuh bidang dengan total luas tanah 14.245 meter persegi,” ujarnya.(RUS/ENK/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *