SERANG, BANPOS – PT Pembangunan Perumahan (PP) selaku kontraktor pembangunan jembatan Bogeg meminta maaf atas insiden pelarangan wartawan fotografer oleh oknum keamanan. Akan tetapi, PT PP mengaku bahwa memang jika ingin melakukan peliputan, harus bersurat dan meminta izin terlebih dahulu.
Hal itu disampakan oleh Humas proyek pembangunan jembatan Bogeg PT PP, Surya. Ia mengatakan bahwa pihaknya meminta maaf atas terjadinya insiden pelarangan tersebut, meskipun memang menurutnya, seharusnya BANPOS bersurat dulu kepada Dinas PUPR.
“Kami minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Biasanya, kalau ada teman-teman media yang ingin mengambil dokumentasi, biasanya bersurat ke PU. PU akan konfirmasi ke kami. Memang secara SOP kalau ada rekanan media mau mengambil dokumentasi , itu akan kita arahkan, kita kawal,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis (20/1).
Ia mengklaim bahwa hal tersebut dilakukan demi keamanan. Sebab, apabila ingin memasuki areal konstruksi, maka harus menggunakan alat pelindung diri (APD) sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Misalkan ke lokasi lingkungan pekerjaan, memakai APD kan memang SOP kita. Ketika memang kemarin dari teman sekuriti, mungkin ada penyampaian yang memang secara penyampaian mungkin kurang bijak,” ucapnya.
Saat ditanya apakah memotret dari luar area konstruksi dilarang, padahal jembatan tersebut sudah digunakan oleh masyarakat umum untuk berkendara, ia menuturkan bahwa hal itu tidak dilarang. Namun secara SOP, tetap harus berkirim surat terlebih dahulu.
“Kalau untuk globalnya untuk pengambilan dokumentasi kita tidak melarang. Hanya saja lebih baiknya apabila akan ada dokumentasi, bersurat terlebih dahulu. Nanti akan kami sediakan sepatu, helm dan rompi,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, wartawan fotografi BANPOS, Dziki Oktomulyadi, menjadi korban pelarangan liputan oleh oknum keamanan yang menjaga proyek pembangunan jembatan Bogeg.
Dziki bercerita bahwa pada saat itu, dirinya ingin memotret progress pembangunan jembatan Bogeg pada Rabu (19/1) sekitar pukul 15.00. Saat itu, ia sedang melakukan setting kamera untuk keperluan liputan foto.
“Masih setting kamera, namun dari belakang saya ditegur oleh satpam yang katanya bertugas di area tersebut dan melarang saya untuk memotret di area jembatan, karena alasan SOP,” ujar Dziki. “Maaf mas dilarang memotret di sini,” kata Dziki menirukan perkataan dari petugas keamanan tersebut.
Hal itu sontak membuat Dziki kaget sekaligus heran. Ia pun menanyakan alasan mengapa dirinya tidak boleh memotret progres salah satu proyek yang dibangga-banggakan oleh Gubernur Banten itu.
“Dia menjawab ‘ini sudah perintah dan SOP dari atasan’,” tiru Dziki.
Terbiasa menghadapi kejadian seperti itu, Dziki pun menjelaskan kepada oknum tersebut bahwa dirinya merupakan wartawan surat kabar harian Banten Pos sembari menunjukkan kartu pers. Sebab, oknum itu pun menanyakan kartu pers miliknya.
“Namun dengan nada keras satpam tersebut tetap melarang saya memotret sambil meminta saya untuk memotret dirinya dan nama jelasnya. ‘Silahkan foto saya, tampilkan di koran, kalau saya gak ngebolehin motret di sini’. Dia bilang dengan nada keras,” ucap Dziki.
(DZH)
Tinggalkan Balasan