Ngeri, Varian Omicron Galak Sama Anak-anak, Organisasi Dokter Desak Hentikan PTM

JAKARTA, BANPOS – Lima organisasi profesi kedokteran mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghentikan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen. Sebab, ledakan kasus Covid-19 varian Omicron di Ibu Kota sudah tidak terelakkan.

Kelima organisasi kedokteran tersebut, yakni Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Mereka juga sudah menyurati empat Kementerian. Yakni, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan serta Kementerian Dalam Negeri.

“Laporan dari beberapa negara, proporsi anak yang dirawat akibat infeksi Covid-19 varian Omicron lebih banyak dibandingkan varian sebelumnya,” kata Ketua PDPI Agus Dwi Susanto dalam keterangan resminya, kemarin.

Dia juga telah menerima laporan adanya transmisi lokal varian Omicron di Indonesia. Bahkan, sudah ada yang meninggal.

Ketua PERKI Isman Firdaus menimpali, anak-anak berpotensi mengalami komplikasi berat jika terinfeksi Omicron. Yaitu, multisystem inflammatory syndrome in children associated with Covid-19 (MIS-C) dan komplikasi long Covid lainnya.

“Seperti orang dewasa yang akan berdampak pada kinerja dan kesehatan organ tubuh lainnya,” ingat Isman.

Sebab itu, kelima organisasi profesi medis ini meminta Pemerintah membolehkan anak-anak atau orang tua memilih belajar di rumah atau tatap muka di sekolah. Bukan wajib PTM 100 persen.

“Anak-anak yang sudah melengkapi vaksinasi Covid-19 dan cakap dalam melaksanakan protokol kesehatan dapat mengikuti PTM,” imbaunya.

Selanjutnya, anak-anak yang memiliki komorbid diimbau memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter yang menangani.

Para dokter itu juga meminta Pemerintah transparan terkait kasus Covid-19 di sekolah. Sehingga memberi kenyamanan bagi orang tua murid untuk mengirim anaknya belajar tatap muka.

Diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, per 22 Januari jumlah kasus Covid-19 varian Omicron sudah mencapai 1.161 kasus. Sudah ada dua pasien Omicron yang meninggal dunia.

Satu kasus merupakan transmisi lokal yang meninggal dunia di RS Sari Asih Ciputat, dan satu lagi merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri yang meninggal di RSPI Sulianti Saroso.

Tiru Afsel

Pakar Epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman menyarankan Pemerintah menghentikan PTM. Setidaknya hingga Maret mendatang. Sebab, penularan Omicron di Tanah Air kian meningkat.

Dicky memperkirakan, awal bulan depan akan terjadi peningkatan kasus anak terinfeksi Covid-19 yang ada di rumah sakit. Dia pun mencontohkan Afrika Selatan (Afsel).

“Ketika gelombang Omicron terjadi di Afrika Selatan, di sana sekolah langsung ditutup,” kata Dicky saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, penutupan sekolah itu merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap melandai dan terkendalinya penyebaran Omicron.

Dengan penutupan sekolah, akan berdampak pada penurunan aktivitas dan mobilitas warga.

“Karena kalau anak tidak sekolah, aktivitas jauh berkurang, sehingga gelombang (Omicron) tidak terjadi,” terangnya.

Dicky juga membandingkan dengan Amerika Serikat dan Inggris, yang tetap membuka sekolah. Akibatnya, terjadi ledakan kasus Omicron. “Dan kasus infeksi Omicron pada anak banyak sekali,” ungkapnya.

Di Australia saja, yang sekolah ditutup sejak Desember, menurutnya, masih ada kasus infeksi dan kematian pada anak, walau hanya satu.

“Tapi, sewaktu varian Delta merebak, justru tidak ada kematian,” imbuhnya.

Dicky mengingatkan, hal tersebut bisa terjadi di Indonesia jika PTM tidak dihentikan.

“Saya menghargai dan menghormati keputusan Pemerintah yang tetap menggelar PTM. Tapi sebagai akademisi, saya harus terus mengingatkan. Ini kewajiban, saya ingatkan, ini berbahaya,” tegas Dicky.

Menurutnya, esensi dari strategi kesehatan masyarakat (public health) adalah memberikan peringatan. Kemudian, tindakan awal untuk pencegahan. Jika respons dilakukan ketika kasus infeksi pada anak sudah meningkat, momennya sudah telat.

“Ingat, apa yang terjadi di Inggris dan Amerika bisa sangat mungkin terjadi di Indonesia,” ujar Dicky, mengingatkan lagi.

Ikuti Pemerintah

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, Pemprov menerapkan PTM 100 persen kembali mengikuti arahan Pemerintah Pusat.

Bahkan, kata Riza, beberapa sekolah yang sempat ditutup karena temuan kasus Covid-19, kembali dibuka dan melaksanakan PTM 100 persen lagi.

“Yang masih tutup 15 sekolah. Mudah-mudahan dalam waktu dekat hampir semua sudah dibuka kembali,” harap Riza di Jakarta, kemarin.

Sementara di wilayah tetangga, seperti Tangerang, Depok dan Bekasi, PTM dilakukan terbatas. Misalnya Kota Tangerang, menghentikan PTM untuk siswa kelas 1 dan 2 SD. Sedangkan untuk kelas 3-6 diberlakukan pembatasan 50 persen.

Dari data per 22 Januari, Pemprov DKI Jakarta mencatat ada 90 sekolah yang ditutup akibat ditemukannya kasus Covid-19.

Temuan kasus Covid-19 itu tersebar di sembilan wilayah Suku Dinas Pendidikan yang tersebar di lima kota administrasi DKI Jakarta.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan, kasus positif Covid-19 varian Omicron kembali bertambah. Kini, menjadi 1.697 orang.

“Dari 1.697 orang yang terinfeksi, 1.166 orang adalah pelaku perjalanan luar negeri. Sedangkan 531 lainnya adalah transmisi lokal,” ungkap Dwi.

Menurut dia, kasus positif Covid-19 di Jakarta turut mengalami penambahan 1.708 orang. Secara keseluruhan, total kasus aktif di Jakarta saat ini mencapai 12.196 orang.

(DRS/ENK/RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *