CILEGON, BANPOS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon menyita sejumlah aset milik PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM). Aset-aset itu diduga terkait dengan kasus yang sedang ditangani Kejari Cilegon, yaitu dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan oleh perusahaan milik Pemkot Cilegon itu.
Penyitaan aset dipimpin langsung oleh Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Cilegon Muhammad Ansari. Dasarnya adalah Surat Perintah Penyitaan Nomor Print-15/M.6.15/Fd.1/01/2022 yang diterbitkan 5 Januari 2022 lalu, dan Penetapan Sita Pengadilan Negeri (PN) Serang Nomor 3/Pid.Sus-TPK/2022/PM.Srg yang diterbitkan 28 Januari 2022.
“Benar Kejari Cilegon telah melakukan penyitaan beberapa barang tidak bergerak dan barang bergerak terkait dengan penyidikan dugaan Tindak Pidana Korupsi pada pemberian fasilitas pembiayaan oleh PT. BPRS CM tahun 2017 sampai dengan tahun 2021,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Cilegon Atik Ariyosa melalui siaran tertulis yang diterima BANPOS, Kamis (10/2).
Adapun barang bergerak dan tidak bergerak yang disita Kejari Cilegon terdiri dari lima unit tanah dan bangunan yang berada di Kota Cilegon, tiga unit tanah yang berada di Kota Cilegon, satu unit tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang, tiga unit mobil dan empat unit motor.
Penyitaan tersebut dilakukan karena Tim Penyidik Kejari Cilegon meyakini bahwa barang-barang tersebut adalah benda yang seluruh atau sebagian diperoleh dari hasil tindak pidana dan benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.
Selain itu tindakan penyitaan oleh penyidik juga demi kepentingan penyelamatan keuangan negara yang menjadi fokus utama kegiatan penyidikan selain untuk menemukan tersangka. Kegiatan penyitaan tersebut dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protocol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M.
“Penyitaan ini sebagai upaya penyelamatan aset negara. Untuk total nilai asetnya masih kami hitung, kami belum mengetahui secara keseluruhan nila total asetnya,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejari Cilegon telah memeriksa 19 orang sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) BPRS-CM. Namun saat ini pemanggilan saksi – saksi masih terus berjalan dan diperkirakan bisa bertambah lantaran masih banyak yang belum memenuhi panggilan dari penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejari Cilegon dengan berbagai alasan.
Kasi Intelijen Kejari Cilegon Atik Ariyosa mengatakan pihaknya sudah melayangkan surat panggilan kepada sejumlah saksi akan tetapi dari sejumlah saksi yang dimintai keterangan ada yang memenuhi panggilan dan ada yang belum atau mangkir. “Total 19 (saksi), baik dari pihak internal BPRS ataupun nasabah – nasabah yang melakukan pinjaman. Totalnya 19 itu campuran internal dan eksternal,” kata Ari sapaan akrabnya kepada awak media saat ditemui di Kantor Kejari Cilegon, Kamis (3/2).
Selain itu, saat ini pihaknya dalam proses penyidikan guna mengumpulkan data – data masih menggunakan dokumen-dokumen hasil sitaan penggeledahan, karena menurutnya itu sudah cukup.
“Nah kalau sesuai fakta – fakta masih berkutat disitu (pemeriksaan saksi – saksi). (Barang bukti dokumen hasil sitaan) dari 2017 sampai 2021 kami menguji itu bagaimana proses mekanismenya berapa penyalurannya?, (harus) sesuai aturan kan,” ujarnya.
Saat disinggung apakah ada nasabah yang dipanggil sebagai saksi dari kalangan pejabat eksekutif maupun legislatif, Ari belum mau menyebutkan hal itu. “Untuk saat ini tidak ada (pejabat ataupun anggota dewan). Kalau untuk nasabah itu adalah nasabah yang melakukan pinjaman tapi tidak semua nasabah juga. Nah kalau yang klasifikasinya yang menurut tim penyidik bahwa pada saat proses itu sudah salah,” tuturnya.
“Dia (nasabah) menyalahi juklak juknis atau mekanisme peminjaman, nah itu yang kita periksa. Kita mencari yang benar-benar terkait pinjaman itu yang benar – benar proses awalnya itu sudah salah. Nah nasabah-nasabah ini yang kita uji (periksa). Mengambil keterangan dengan menguji dokumen-dokumen yang sudah didapatkan pada saat penggeledahan,” sambungnya.
Saat ditanya kenapa sampai saat belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka padahal sudah masuk proses penyidikan, pihaknya mengaku penyidik masih mengumpulkan seluruh keterangan saksi-saksi yang sesuai dengan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP).
“Jadi gini untuk menentukan seseorang jadi tersangka memang benar cukup dengan dua alat bukti, tapi mohon maaf kami pun sangat berhati-hati sangat kehati-hatiannya lebih. Jangan sampai nanti seperti mendzolimi seseorang, jadi kita ini tim penyidik lagi mengumpulkan seluruh keterangan, masih on progress,” ungkapnya.
Kasus ini bermula dari adanya pembiayaan bermasalah dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Cilegon ini menyusul besarnya Non Performing Financing (NPF) atau kredit macetnya mencapai Rp44 miliar.
Kemudian, penyidik Kejari Cilegon menggeledah kantor BPRS-CM yang berlokasi di komplek perkantoran Sukmajaya, Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Kamis (6/1) silam. Penggeledahan tersebut dalam rangka pengusutan kasus dugaan korupsi di BUMD milik Pemkot Cilegon ini.
Hasil penggeledahan ditemukan benda atau barang atau dokumen yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, dan terhadap benda atau barang atau dokumen dilakukan penyitaan sebagaimana Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kasus dugaan korupsi ini telah masuk di tahap penyidikan. Kejari belum memastikan berapa kerugian negara dalam perkara tersebut.
Kemudian penggeledahan tersebut dilaksanakan setelah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cilegon Ely Kusumastuti meningkatkan penanganan perkara dari tahap penyelidikan ke penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 01 /M.6.15/Dd.1/01/2022 tanggal 05 Januari 2022.(LUK/ENK)
Tinggalkan Balasan