SERANG, BANPOS – Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, membantah Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) yang melaporkan dugaan penyimpangan anggaran belanja penunjang operasional (BPO) Gubernur dan Wakil Gubernur Banten ke Kejaksaan tinggi (Kejati) Banten. Bahkan dia menyatakan selama ini Pemprov Banten selalu mendukung terhadap apa yang dibutuhkan Kejati Banten.
Saat diwawancara sejumlah awak medeia di Kawasan Pusat Pemerintahan provinsi Banten, Andika mengklaim pelaksanaan pencairan anggaran BPO sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dia mengklaim bahwa Pemprov Banten dalam menjalankan kebijakan anggaran, sangat berhati-hati. Sehingga, dirinya memastikan bahwa aturan terkait dengan pencairan BPO telah dipenuhi oleh Pemprov Banten.
“Pelaksanaan kebijakan terkait dengan penyerapan BPO ini sudah dilakukan sesuai dengan aturan. Karena kami juga sangat berhati-hati dalam melaksanaan kebijakan anggaran negara,” ujarnya saat diwawancara awak media di KP3B, Selasa (15/2).
Kendati merasa yakin, Andika mengaku tidak tahu aturan apa saja yang menjadi acuan dalam pencairan BPO tersebut. Sebab, yang mengetahui ialah Badan Pengelola keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) selaku OPD yang mengatur keuangan daerah.
“Untuk teknisnya, silahkan ditanyakan kepada BPKAD ya. Biar nanti aturannya, Permennya, Ppnya jelas yah. Kalau kami, memberikan tanggapan apapun yang kami lakukan, dalam pelaksanaan programnya, apalagi kebijakan anggaran, kami laksanakan sangat hati-hati,” ucapnya.
Sementara terkait dengan tudingan bahwa pencairan BPO telah menyimpang dari aturan administrasi yang ada, Andika menuturkan bahwa seharusnya dilaporkan kepada Inspektorat terlebih dahulu. Jika memang ada penyimpangan, maka dapat ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kalau dalam konteks administrasi, kan kita ada kalau tidak salah itu, UU 30 tahun 2014. Masyarakat kan berhak melaporkan apabila ada kejadian instansi atau daerah. Dalam kejadian ini kan ada Inspektorat. Nah apabila ada penyimpangan, bisa ditindaklanjuti oleh APH,” terangnya.
Ditanya apakah dirinya siap untuk diperiksa oleh Kejati Banten terkait dengan dugaan penyimpangan pada pencairan BPO, Andika tidak tegas menjawabnya. Ia hanya menyatakan bahwa selama ini, Pemprov Banten telah terbuka dalam membantu Kejati Banten.
“Kan selama ini kami sudah memberikan informasi, koordinasi apa yang dibutuhkan oleh pak Kajati. Kami terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi. Kan selama ini juga kami memberikan informasi, supporting,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, pencairan BPO Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2017-2021, dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Kejati Banten. Hal itu menyusul adanya dugaan penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan bahwa biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur telah diatur dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2000. Dalam aturan itu, biaya penunjang operasional merupakan biaya yang dipisahkan dari honorarium ataupun penghasilan tambahan.
“Biaya penunjang operasional tidak dapat digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan, sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui SPJ yang sesuai peruntukannya,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Senin (14/2).
Sementara itu, dalam dugaan penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi yang dimaksud oleh pihaknya, lantaran dalam penggunaannya selama kurang lebih 5 tahun periode Wahidin Halim (WH) – Andika, diduga tidak dipertanggungjawabkan melalui SPJ.
“Sehingga berpotensi digunakan untuk memperkaya diri atau orang lain, sehingga diduga melawan hukum dan diduga merugikan keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Ayat 1,” ucapnya.
Menurutnya, patut diduga biaya penunjang operasional tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan dianggap sebagai honor (take home pay), dan tidak dipertanggungjawabkan dengan SPJ yang sah dan lengkap.(DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan