LEBAK, BANPOS – Koordinator Tim Gabungan dari Satpol PP, DPRD, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perikanan (DKP) Kabupaten Lebak, Musa Weliansyah menyebut, penutupan 7 perusahaan tambak udang yang ada di tiga kecamatan di Lebak Selatan sempat mendapat perlawanan.
Namun kata Musa, setelah pihaknya menjelaskan maksud dan tujuan serta persoalan yang terjadi kepada para pemilik perusahaan, mereka akhirnya memahami dan tidak melakukan perlawanan. Menurutnya, kebanyakan perusahaan tambak belum mengantongi persetujuan teknis pembangunan air limbah ke laut artinya kata dia, mereka jelas telah melakukan pelanggaran.
Jadi dari 7 tambak udang yang ditutup di tiga kecamatan yaitu satu di Kecamatan Cihara, tiga di Kecamatan Malingping dan tiga di Kecamatan Wanasalam itu selain membuang limbah ke laut mereka juga belum mengantongi surat izin penggunaan air (SIPA).
“Ada dua perusahaan yang masih dalam tahapan pekerjaan yaitu di Kecamatan Malingping, keduanya belum memiliki IMB, dan izin yang lainnya. Ada 7 perusahaan yang kami tutup, kegiatan sidak dan investigasi yang dilakukan Tim Gabungan dari tiga Komisi DPRD yaitu Komisi 1,2 dan 4 bersama Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan,” jelas Musa, Selasa (22/2) kepada BANPOS.
Selain itu kata Musa, ada dua perusahaan tambak udang yang harus mengantongi izin Analisis dampak lalu lintas dari Kementerian Perhubungan RI mengingat lokasi kegiatan tambak berada di pinggir jalan Nasional III yaitu di Muara Binuangeun – Simpang – Bayah.
“Karena lokasinya berada dipinggir jalan Nasional III kedua perusahaan tambak udang tersebut harus mengantongi izin ANDALALIN dari Kementerian Perhubungan RI. Kalau tidak memiliki izin tersebut maka tidak boleh beroperasi,” tegasnya.
Ia menegaskan, selain melakukan penutupan terhadap perusahaan tambak udang yang belum mengantongi perizinan secara lengkap, pihaknya tidak akan segan merekomendasikan ke aparat penegak hukum untuk diproses apabila ada perusahaan yang beroperasi setelah dilakukan penutupan oleh Tim Gabungan.
“Kalau setelah ditutup, perusahaan itu kembali buka dan beroperasi maka kami akan merekomendasikan ke APH untuk diproses sesuai peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Sebelumnya, sebanyak 7 perusahaan tambak udang disegel dan dilarang beroperasi sampai izin operasinya dikeluarkan pemerintah daerah. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Lebak Dartim.
Menurut Dartim, didampingi DPRD, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP), anggota Satpol PP Lebak melakukan penutupan tambak udang di Kecamatan Malingping, Wanasalam dan Kecamatan Cihara. Untuk sementara, tambak udang yang ditutup dan disegel tidak boleh beroperasi.
“Anggota bersama DPRD Lebak masih di lapangan. Rencananya akan melakukan penyisiran ke tambak udang lainnya yang ada di Lebak selatan,” kata Dartim kepada wartawan, Senin (21/2).
Satpol PP telah memperingatkan para pengusaha tambak udang untuk mengurus perizinan terlebih dahulu. Namun sampai sekarang ini mereka belum mengantongi izin dari pemerintah. Tetapi, para pengusaha tambak udang tersebut sudah beroperasi dan beberapa kali panen.
Menurut Dartim, pihaknya tidak alergi terhadap investasi yang dilakukan para investor yang berinvestasi di Kabupaten Lebak. Tetapi pihaknya meminta para pengusaha tersebut mengurus perizinan agar kegiatan usaha yang dilakukannya itu berjalan aman dan lancar.
“Kita akan senang jika ada investor masuk ke Lebak, kita tidak alergi terhadap investasi. Tapi, kita minta izinnya itu diurus agar kegiatan investasi di lapangan berjalan dengan aman dan nyaman,” jelasnya.
Dartim mengaku belum mengetahui perusahaan tambak udang yang lain apakah sudah berizin atau tidak. Karena itu, Satpol PP Lebak akan melakukan penyisiran ke semua perusahaan tambak udang yang ada di Lebak selatan tersebut. Ia menyebut jika hasil penyisiran yang dilakukan oleh pihaknya ternyata ditemukan perusahaan tambak udang itu tidak berizin maka akan langsung dilakukan penutupan sampai perusahaan tersebut memiliki izin yang dikeluarkan pemerintah daerah.
“Hasilnya baru akan diketahui sore nanti, berapa yang berizin dan tidak berizin. Jika izinnya nggak ada maka perusahaan tambak udang itu akan langsung ditutup,” tandasnya.(CR-01/PBN)
Keterangan foto// Tim Gabungan dari Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, DKP dan DPRD Lebak saat melakukan penutupan tambak udang.
Seken
Soal Toa Masjid, DKM di Lebak Minta Disosialisasikan
LEBAK, BANPOS – Kementerian Agama RI mengeluarkan kebijakan pembatasan penggunaan pengeras suara di Masjid maupun Mushola. Aturan tersebut, beralasan untuk meningkatkan keharmonisan dan ketentraman serta ketertiban antar warga.
Kebijakan tersebut disambut sejumlah warga Kabupaten Lebak khususnya para Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Ketua DKM Agung Al-A’raaf Rangkasbitung Eri Rachmat mengaku, aturan soal penggunaan toa masjid khususnya pada poin yang mengatur volume suara tidak menjadi masalah.
“Kalau kita (DKM Al-A’raf) tidak mempersoalkan pengaturan volume pengeras suara, karena di Masjid Al-A’raaf sudah disesuaikan dengan kondisi sekitar,” kata Eri, Selasa (22/2).
Penyesuaian volume pengeras suara di Masjid Agung Al-A’raf Rangkasbitung yang lokasinya tidak jauh dari kantor Pemerintah Kabupaten Lebak, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Adjidarmo Rangkasbitung, dan penduduk lainnya kata Eri, jauh sebelum adanya kebijakan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala yang salah satu isinya dalam edaran tersebut yaitu mengatur volume pengeras suara atau toa paling besar yakni 100 dB.
“Kalau kami memang sudah disesuaikan, apalagi kan jarak dengan rumah sakit berdekatan. Volume pengeras suara kita sedang saja, tidak terlalu besar karena kita juga harus menjaga etika walaupun di sekitar lingkungan Masjid ini mayoritas (Muslim),” jelasnya.
Begitu juga dengan poin tata cara penggunaan toa. Eri menyebut, pembacaan Alquran atau sholawat/ tarhim sebelum azan dikumandangkan di Masjid Al-A’raaf juga dilakukan tidak lama hanya sekitar 7 menitan.
“Tidak lama, tahrim hanya sekitar 7 menit sebelum azan, itu termasuk dengan pemberitahuan sudah menjelang waktu sholat. Jadi soal surat edaran itu tidak ada masalah, karena kami sudah menyesuaikan dengan kondisi dan sudah terbiasa,” jelasnya.
Soal edaran kebijakan pengaturan volume suara toa masjid dan musala, Eri Rachmat mengaku belum mendapat SE tersebut. “Belum terima ya, tapi monitor soal itu. Tadi pagi di televisi alhamdulillah sudah disosialisasikan,” kata Eri.
Sementara salah satu DKM yang jauh dari pusat Pemerintahan Kabupaten Lebak yang namanya enggan disebutkan mengungkapkan, butuh sosialisasi yang kuat agar masyarakat bisa memahami akan kebijakan tersebut. Sebab, beda wilayah itu bedan pengertian. Maksudnya pemahaman orang di wilayah kota dengan orang di daerah pasti berbeda.
“Saya kira butuh sosialisasi agar masyarakat di kampung bisa memahami kebijakan itu, jangan sampai kemudian hari itu timbul pro dan kontra yang tentunya tidak kita inginkan. Ya kita (DKM) pasti mensosialisasikan kepada masyarakat, semoga masyarakat bisa memahami kebijakan pembatasan volume suara toa tersebut untuk ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga,” ungkapnya. (CR-01/PBN)
Bawah
Iti Minta Program Upsus Pajale Dilanjutkan
LEBAK, BANPOS -Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M. Tauchid melakukan kunjungan kerja ke Pemerintah Kabupaten Lebak, Senin (21/2).
Dalam kunjungan tersebut Kadistan Provinsi Banten meminta pendapat Bupati Lebak terkait Pelaksanaan Upaya Khusus (Upsus) Peningkatan Produksi Komoditas Padi, Jagung, Kedelai (Pajale) 2015-2019 di Kabupaten Lebak.
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan, dengan adanya program Upsus Pemerintah Kabupaten Lebak merasa terbantu karena Lebak sendiri merupakan daerah hijau dan daerah pertanian.
“Menurut kami Upsus ini harus terus dilanjutkan karena ada jaminan bagi masyarakat baik dari alsintan, bibit, pasar, dan pembiayaan minimal sudah membukakan jalan bagi masyarakat, selain itu masyarakat merasa terjamin,” kata Iti.
Pihaknya berharap, kedepan ada regenerasi petani yang dapat menarik anak-anak muda menjadi petani yang handal, sehingga akan terjadi swasembada pangan seperti yang harapkan pemerintah yang mulai perlahan mengurangi impor.
“Soal ini sangat penting karena itu kami berharap anak-anak muda sudah mulai sadar akan sektor pertanian,” ucapnya.
Kadistan Provinsi Banten Agus M. Tauchid mengapresiasi keinginan Pemerintah Kabupaten Lebak yang serius melaksanakan Program Upsus Pajale.
“Semoga Upsus Pajale ini menjadi momentum pemantik semangat petani. Bupati dan jajaran memandang Upsus ini merupakan sebuah peluang kita bagaimana kedaulatan pangan Banten dan melalui Lebak hal tersebut bisa dipertahankan,” katanya.(CR-01/PBN)
Kirian
8 Napi Dapat Asirum
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Rangkasbitung, memberikan reward (penghargaan) kepada delapan narapidana (Napi) warga binaan pemasyarakatan (WBP) berupa Asimilasi di Rumah (Asirum). Mereka diberikan reward Asirum karena telah berhasil menyelesaikan rangkaian kegiatan pembinaan dan penilaian selama menjalani pidana di Lapas , Selasa (22/2).
Kepala Lapas Rangkasbitung, Budi Ruswanto menyebut bahwa program Asirum tersebut diberikan pemerintah atas upaya penanggulangan penyebaran Covid-19 di Lapas dan Rutan serta merupakan suatu subsistem reward dari negara.
“Semua layanan di Lapas tanpa biaya alias gratis, tidak ada pungli ataupun perilaku penyimpangan yang lainnya, prinsipnya mereka (Napi-red) harus menyelesaikan dan lulus dalam rangkaian penilaian pembinaan, dan petugas sudah punya indikator yang jelas. Jadi outputnya mereka punya life skill lah untuk bekal bebas,” ungkapnya.
Saat dikonfirmasi BANPOS, Humas Lapas Rangkasbitung yang juga Kepala Subseksi Pembinaan, Eka Yogaswara menjelaskan bahwa reward Asirum itu adalah WBP diberi peluang menjalankan sisa hukuman di luar lapas,
“Jadi Asirum itu menjalankan sisa hukumannya di rumah masing-masing. Maksudnya membaurkan atau mengintegrasikan WBP dengan masyarakat, agar bisa berkontribusi lagi ke lingkungan masyarakat jika ia benar-benar bebas murni. Bagi napi penerima Asirum, itu akan selalu dipantau hingga dia mendapat kebebasan mutlak, ” jelas Yogas.
Hanya saja, tidak semua Napi WBP bisa memperoleh asimilasi di rumah, tetapi ada kriterianya.
“WBP yang terpilih harus bersyukur dan memanfaatkan program ini dengan sebaik-baiknya, mereka bisa kembali hidup normal dengan keluarga dan berkontribusi lagi dengan masyarakat, reintegrasi sosial terwujud melalui ini. Dan memang, mereka harus menunjukan hasil pembinaan selama di Lapas untuk penghidupan baru usai bebas, patuh dan taat wajib lapor serta selalu patuh pada setiap aturan pemerintah,” paparnya.
Diketahui, pemberian Asirum kepada Napi merupakan implementasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 43 tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi di Rumah, Cuti Bersyarat, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas bagi WBP. Narapidana harus memenuhi syarat administratif dan substantif serta dinyatakan lulus dalam sistem penilaian pembinaan narapidana (SPPN).(WDO/PBN)
Tinggalkan Balasan