Pemerintah akan sedikit mengetatkan aturan pada awal Ramadan. Langkah ini diambil sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 varian SARS-CoV-2 B.1.1.529 Omicron BA.2.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kebijakan itu mesti diambil lantaran karakteristik varian Omicron BA.2 lebih cepat menular dari sub-varian sebelumnya.
otensi peningkatan laju penularan juga bisa banyak ya. Mungkin kita akan melakukan restriction sedikit di awal-awal Ramadan supaya menjaga jangan sampai pada saat Idul Fitri kita risikonya terlalu besar,” ujar Nadia saat diskusi daring, kemarin.
Dia meminta masyarakat tidak berpikir, pemerintah sengaja menakut-nakuti warga, atau memilih momentum saat mendekati perayaan agama.
Ditegaskan Nadia, virus akan terus bermutasi dan menciptakan varian baru dengan karakteristik yang bisa melemah atau menguat.
Indonesia saat ini sudah mendeteksi tiga sub-varian Omicron, yakni BA.1, BA.1.1, dan BA.2. Mayoritas adalah BA.1. Tapi, saat ini BA.2 tengah mengalami peningkatan.
Sampai sekarang, kementerian yang dikomandoi Budi Gunadi Sadikin itu mendeteksi 668 kasus Omicron BA.2 di Tanah Air.
BA.1 saja membuat kasus melonjak, hingga mencatat rekor tertinggi sebanyak 64.718 kasus pada 16 Februari lalu. Nah, kata Nadia, BA.2 doubling time-nya jauh lebih tinggi dari BA.1.
“Tapi tingkat keparahan, rawat inap, sama dengan BA.1. Artinya hanya 15-20 persen dari kasus. Tapi kalau jumlah kasus banyak, otomatis secara absolut akan banyak juga yang membutuhkan perawatan di rumah sakit,” ingatnya.
Sementara, Chief of Digital Transformation Office Kemenkes Setiaji mengungkapkan upaya lainnya untuk mencegah penularan meluas. Yakni, mengembangkan pengiriman pesan serentak (blast message) sebagai bentuk upaya pelacakan kontak erat kasus Covid-19 di fasilitas publik.
Nantinya, warga akan menerima pesan yang menginformasikan temuan kasus positif Covid-19 di sekitarnya.
Dengan begitu, warga yang merasa kontak erat mampu melakukan tes secara mandiri dengan mendatangi fasilitas kesehatan terdekat seperti Puskesmas setempat.
“Kita memang perlu edukasi dulu. Karena, begitu orang dapat WhatsApp banyak yang panik sebenarnya, dan kemudian mencari informasi dan melakukan tindakan macam-macam,” ujar Setiaji.
Saat ini, Kemenkes juga telah mengembangkan fitur Sijejak dalam aplikasi PeduliLindungi yang fungsinya serupa, tapi belum sesederhana message blast.
Untuk menggunakan fitur ini di aplikasi PeduliLindungi, pengguna harus terus mengaktifkan bluetooth. Aplikasi ini mengadopsi Singapura yang menggunakan Bluetooth Low Energy.
Sijejak memanfaatkan pertukaran sinyal bluetooth dari jarak kurang dari dua meter untuk mengumpulkan data kontak erat di antara para pengguna aplikasi PeduliLindungi, dan menyimpannya di masing-masing ponsel, maksimal selama 14 hari.
Ketika pengguna Sijejak terdeteksi sebagai orang yang positif Covid-19, maka sistem akan meminta persetujuan untuk mengunggah data pertukaran bluetooth yang telah disimpan. [DIR/RM.ID]
Tinggalkan Balasan