Dubes Ukraina Ngarep RI Bujuk Rusia Stop Perang

Invasi Rusia ke Ukraina sudah memasuki pekan keempat. Namun, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir. Ukraina mengharapkan dukungan konkret Indonesia untuk mengakhiri bencana kemanusiaan itu.

Banyak pihak berharap, agresi bersenjata yang sudah mengusir lebih dari 3 juta warga Ukraina itu, segera usai.

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin berharap suara tegas dari Indonesia, dapat membantu meringankan penderitaan saudara sebangsanya.

“Suara tegas Indonesia sangat berarti bagi kami. Sebagai negara yang berpengaruh di kawasan, Indonesia bisa membujuk Rusia dan membantu perdamaian,” ujar Dubes Hamianin dalam webinar yang diadakan Jakarta Foreign Correspondents Club (JFCC), Rabu (16/3).

Dubes Hamianin menceritakan nestapa warga Ukraina yang diteror pasukan Rusia. Pasukan Negeri Beruang Putih itu, lanjutnya, tidak hanya menyerang bangunan Pemerintah dan instansi militer Ukraina.

Namun sudah menyerang tempat ibadah.

Dubes Hamianin meminta dukungan doa dan moril agar invasi dihentikan karena telah merenggut nyawa banyak korban sipil. Ia menyebut situasi saat ini telah menjadi bencana kemanusiaan.

Pada momen ini, Hamianin menjelaskan, ada komunitas Muslim sekitar dua juta orang di Ukraina. Mereka kini sedang berjuang dengan tentara Ukraina demi mempertahankan Tanah Air mereka.

Akibat perang yang dimulai sejak 24 Februari lalu, lebih dari 800 warga sipil termasuk anak-anak tewas. Menurut Hamianin, setidaknya ada 30 atau 40 anak-anak yang tewas dan tidak bisa diidentifikasi.

Pada kesempatan berbeda, Hamianin melalui keterangan tertulisnya, Minggu, (20/3), menepis tuduhan Rusia soal adanya laboratorium senjata biologis yang dibiayai Pemerintah Amerika Serikat.

“Pertama, Rusia sering terbukti berbohong di depan umum, dan ini adalah kebohongan lain yang mereka sebarkan ke publik. Kedua, Rusia merupakan negara yang terbukti memiliki senjata biologis dan nuklir,” bebernya.

Dia menilai, Rusia sengaja membuat tuduhan tersebut untuk mengalihkan isu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Rusia. Tanggapan Dubes Hamianin senada dengan temuan cek fakta kantor berita Inggris, BBC, yang merilis fakta-fakta secara independen pada 13 Maret lalu.

Yakni, Pemerintah AS mendirikan “Program Pengurangan Ancaman Biologi” pada 1990-an menyusul kejatuhan Uni Soviet guna mengurangi risiko senjata biologis yang ditinggalkan di berbagai negara, termasuk Ukraina.

Melalui program ini, beberapa laboratorium tertentu menerima pendanaan dari AS untuk modernisasi dan perlengkapan. Namun, fasilitas tersebut dikelola Ukraina.

Departemen Pertahanan AS telah bermitra dengan Kementerian Kesehatan Ukraina sejak 2005 untuk meningkatkan kualitas laboratorium-laboratorium kesehatan umum Ukraina.

BBC mengunjungi laboratorium tersebut dan berbincang dengan sejumlah individu yang terlibat dalam riset tersebut. Hasilnya, BBC tidak menemukan bukti-bukti yang mendukung tudingan Rusia itu. [DAY/RM.id]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *