Ini Alasan RI Dukung Resolusi MU-PBB Tentang Serangan Rusia Ke Ukraina

Indonesia telah mempertimbangan alasan mendasar dalam menyampaikan posisinya untuk mendukung resolusi Majelis Umum PBB tentang Invasi Rusia ke Ukraina.

Demikian disampaikan Dubes A Agus Sriyono, Dubes Dr. Darmansjah Djumala dan Dubes Bagas Hapsoro dalam diskusi yang digelar International Politics Forum, pada Minggu malam (20/3).

Mengawali paparannya di depan para pemerhati politik luar negeri, akademisi, dan mahasiswa, Agus Sriyono, Dubes RI untuk Tahta Suci Vatican (2016-2020), menguraikan peristiwa invasi Rusia ke Ukraina dalam konteks PBB dari sisi makro.

Yakni penjelasan tentang peta persuaraan dalam voting di SMU-PBB. Terdapat tiga kelompok negara, yaitu: pro-resolusi, menolak resolusi dan abstain.

Pembicara berikutnya, Dr. Darmansjah Djumala, Dubes RI untuk Austria/Wakil Tetap RI untuk PBB di Wina (2017-2021) menguraikan tentang aktualisasi dari politik luar negeri (polugri) yang bebas-aktif. Pada momen ini, ia memaparkan alasan RI mendukung resolusi dan apa dasar keputusan tersebut.

Pembicara lainnya adalah Bagas Hapsoro, Dubes RI untuk Kerajaan Swedia merangkap Republik Latvia (2016-2020). Ia menjelaskan mengenai dampak ekonomi serangan Rusia ke Ukraina, baik secara global maupun nasional Indonesia.

Sidang Dewan Keamanan PBB

Agus Sriyono memberikan gambaran umum situasi negara-negara yang memberikan suara (voting) di DK-PBB dan Sidang Majelis Umum PBB (SMU-PBB). Dijelaskan bahwa serangan militer Rusia ke Ukraina itu sebenarnya sudah dimulai sebelum 23 Februari 2022 berupa serangan-serangan sporadis.
Baru kemudian pada 24 Februari 2022 malam Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan sebuah operasi militer khusus di wilayah Donbass yang meliputi daerah Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur.

Kemudian, AS dan Albania merancang resolusi DK-PBB. Yang intinya menyatakan keprihatinan mendalam terhadap agresi Rusia ke Ukraina yang melanggar Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB. Yaitu ancaman terhadap integritas teritorial negara yang berdaulat.

Dalam pemungutan suara DK-PBB tersebut, 11 negara mendukung resolusi, 3 abstain dan 1 menentang (Rusia).

Selanjutnya, dalam forum Sidang Majelis Umum sebanyak 90 negara anggota PBB, termasuk Indonesia mengajukan rancangan resolusi (ranres) di Majelis Umum.

Ranres yang diberi judul Agresi terhadap Ukraina, memuat kecaman terhadap Rusia yang melakukan operasi militer khusus ke Ukraina.

Ranres juga mengecam Rusia terkait kesiagaannya untuk mempersiapkan persenjataan nuklirnya. Isi rancangan resolusi juga menyayangkan agresi Rusia terhadap Ukraina yang bertentangan dengan Pasal 2 paragraf 4 Piagam PBB.

Meskipun tidak mengikat (non-binding), resolusi MU-PBB mencerminkan sikap mayoritas negara anggota PBB yang memprotes keras Rusia karena melakukan agresi ke Ukraina.

Peta persuaraan sangat jelas, yaitu: sebanyak141 suara (termasuk Indonesia) mendukung resolusi, 35 suara abstain, dan 5 suara menentang. Sementara ada 5 negara yang tidak setuju dengan resolusi PBB yaitu Rusia, Belarusia, Korea Utara, Suriah dan Eritrea. Sedangkan ada 35 negara yang menyatakan abstain.

Dasar Polugri RI Dalam Pengambilan Keputusan

Pembicara kedua Dr Darmansjah Djumala menyampaikan aktualisasi politik luar negeri (polugri) bebas aktif dalam memandang konflik Rusia Ukraina tersebut. Ia menjelaskan, bagaimana Indonesia memaknai ranres tersebut dalam perspektif Polugri Indonesia.

Hal ini perlu dijelaskan menurut Djumala, mengingat ada yang memberikan pandangan, sikap RI tersebut mengekor Barat.
Mengenai dasar polugri RI dijelaskan Djumala, Indonesia berpedoman kepada Konstitusi. Dalam Pembukaan UUD 1945 tertulis bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Berikutnya adalah memberikan kontribusi terhadap perdamaian dunia secara aktif. Prinsip kemerdekaan dalam hal ini adalah mengacu pada kebebasan untuk membuat keputusan. Dengan demikian tidak berada di bawah tekanan negara lain. Hal ini juga tercantum di dalam UU mengenai Hubungan Luar Negeri (UU No. 37 tahun 1999).

Di dalam pertimbangan Kemlu terurai jelas alasan Indonesia mendukung resolusi MU-PBB. Karena ada 3 prioritas, yaitu: penghentian kekerasan (operative paragraph 3), solusi damai dan dialog (operative paragraph 14), serta bantuan kemanusiaan (operative paragraph 9).

Ketiga prioritas tersebut sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan direfleksikan di dalam resolusi MU-PBB. Dengan deliberasi tersebut, Indonesia menganut prinsip non-blok.

Non-blok tidak boleh diartikan sebagai netral tau tidak berpihak. Non-blok adalah berpihak kepada kepentingan nasional Indonesia. Hal demikianlah yang menjadikan Indonesia mengambil keputusan untuk mendukung resolusi PBB.

Dampak Ekonomi

Pembicara ketiga Bagas Hapsoro menyatakan bahwa konflik kantara Rusia dan Ukraina secara pelan namun pasti mempengaruhi ekonomi global. Hal ini bisa dilihat dari dampak sanksi keuangan, harga komoditas, dan gangguan rantai pasokan bahan makanan pokok.

Sangat ironis di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat karena Covid-19, malah dikhawatirkan terjadi inflasi akibat perang.

Dengan demikian posisi Indonesia di PBB adalah sangat relevan mengingat penghentian permusuhan dan penyelesaian secara damai adalah syarat mutlak untuk memulai hubungan dan kerja sama ekonomi internasional.

Apalagi posisi perdagangan Indonesia dengan Rusia maupun dengan Ukraina mengalami surplus maka peluang Indonesia masih ada.

Upaya ini perlu dilakukan dengan peningkatan ekspor minyak sawit, kopi, kopra, mentega kako dan beberapa komoditas lainnya.

“Diharapkan hal ini dapat memperbaiki hubungan perdagangan Indonesia Rusia. Hal lain yang perlu dijadikan sebagai langkah awal adalah perlunya mengkaji beberapa persetujuan perdagangan bebas,” kata Bagas.

Salah satu komentator adalah Dr Romie Octovianus Bura (Dekan Unhan 2017-2021). Ia menyoroti Polugri yang bebas aktif demi kemandirian pertahanan. Hal ini sangat esensial mengingat dengan menjadi anggota suatu blok pertahanan maka Indonesia dapat ditekan oleh negara adidaya, misalnya melalui embargo senjata.

“Dalam hal ini, peningkatan kualitas SDM kunci dalam pertahanan agar mampu menjadi tuan rumah sendiri. Bukan SDM yang hanya mengoperasikan atau mengaplikasikan teknologi dari luar,” pungkasnya. [MEL/RM.id]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *