SERANG, BANPOS – Suasana tegang terlihat menyelimuti sidang operasi tangkap tangan (OTT) suap di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lebak, dengan agenda, mendengarkan keterangan saksi-saksi. Terungkap fakta dalam persidangan bahwa uang suap mendapat ‘pengawalan’ dari pihak kepolisian.
Ketua Majelis Hakim Atep Sopandi, dan kuasa hukum kedua terdakwa mempertanyakan kepada saksi, Moch Ojat Sudrajat, mengenai kronologis penyuapan uang Rp36 juta yang disimpan dalam 3 amplop dan, uang Rp7,9 juta yang diberikan secara bertahap kepada Rudianto dan Pahrudin selama proses pengurusan pembuatan sertifikat lahan seluas 2 hektare lebih di Desa Inten Jaya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak.
Ketua Majelis Hakim, Atep Sopandi, menanyakan, kepada Ojat, peristiwa kejadian saat pembuatan sertifikat atas nama kliennya, Lie Lie sampai pada akhirnya terjadi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pegawai BPN Lebak pada hari Jumat tanggal 12 November tahun 2021 lalu.
Atep menanyakan kepada Ojat kenapa pada saat menyerahkan uang Rp36 juta yang terbagi dalam tiga amplop berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. “Alasan koordinasi dengan Polda (Banten),” ujar Ketua Majelis Hakim bertanya.
Dalam kesaksiannya, Ojat mengungkapkan bahwa ia memandang perlu melibatkan pihak berwajib. Hal ini dilakukan, semata-mata demi keselamatannya. “Saya tidak ingin apa yang dilakukan salah di mata hukum,” jelasnya.
Pada kesaksiannya tersebut, Ojat juga menyampaikan bahwasanya saat mengurus proses sertifikasi lahan, pihaknya pernah menerima dokumen palsu dari terdakwa Pahrudin.
“(Saya menerima) tanda terima dokumen pemberkasan sertifikat itu palsu. Dan kami juga pernah dijanjikan jika dokumen akan selesai pada Maret 2021, tapi sampai bulan April belum juga tuntas,” kata Ojat.
Dan yang membuat saksi bertambah bingung lagi, ketika muncul biaya lahan per meter persegi untuk pengurusan sertifikat yang berbeda-beda.
“Saya pernah disampaikan oleh Jaro (Kepala Desa Inten Jaya) Bu Ella minta Rp2 ribu per meter persegi (untuk biaya pengurusan), Pak Rudianto Rp1.000 per meter persegi. Itu yang disampaikan Jaro ke saya. Tapi Pak Pahrudin menyampaikan ke saya Rp8 ribu per meter persegi,” ujarnya.
Uang Rp8 ribu, jika dikalikan dengan 2 hektare sekitar Rp100 juta lebih ini, akan dibagikan ke empat meja. “Satu meja untuk bagian pengukuran dan, sisanya semuanya untuk bagian-bagian sertifikat. Itu yang dikatakan oleh saudara Pahrudin ke saya,” ungkap Ojat.
Sedianya, sidang yang menghadirkan terdakwa Rudianto yang merupakan mantan Kepala Sub Seksi Penetapan Hak Tanah Pemberdayaan Hak Tanah Masyarakat dan, Pahrudin pegawai Non PNS BPN Lebak kemarin siang di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang akan menghadirkan saksi dari Polda Banten.
Namun, saksi tersebut berhalangan hadir, dengan alasan ada kerabatnya meninggal dunia. Sidang kemudian ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan.
Diketahui, pada Jumat petang tanggal 12 November 2021 lalu, telah terjadi 5 orang terjaring OTT Di kantor BPN Lebak oleh Polda Banten. Namun setelah dilakukan pemeriksaan selama 24 jam, pada tanggal 14 November 2021, Polda menetapkan dua orang tersangka yakni, Rudianto dan Pahrudin.
“Modusnya adalah yang bersangkutan mengulur proses pengukuran sehingga pihak yang mengurus ini bersedia mau untuk memberikan uang lebih atas dipercepat,” kata Wadir Krimsus Polda Banten AKBP Hendy F Kurniawan di Polda Banten, Senin (15/11/2021).
Untuk peran tersangka, Hendy mengatakan bahwa penangkapan dilakukan dari informasi laporan masyarakat atas permintaan uang oknum BPN untuk pengurusan sertifikat tanah.(RUS/PBN)
Tinggalkan Balasan