Russia Today (RT) dan Sputnik, merupakan di antara media massa yang diberi sanksi Uni Eropa pekan lalu. YouTube juga mengambil langkah serupa memblokir secara global media-media yang berafiliasi dengan negara Rusia tidak hanya di Eropa.
YouTube mengumumkan, Jumat (12/3), mereka telah mengambil langkah pemblokiran media Rusia. YouTube mengumumkan langkah itu di sebuah postingan Twitter. Namun, YouTube menolak untuk menentukan saluran mana dan berapa banyak yang telah diblokir secara global, atau apakah saluran tersebut akan dipulihkan.
Mereka menuding media massa Rusia menyebarkan narasi palsu tentang kepemimpinan Ukraina dan kematian warga sipil selama perang.
Media Pemerintah Rusia menyebut pembatasan tidak dapat dibenarkan. “Pemblokiran oleh YouTube tidak lain adalah serangan baru yang mengerikan terhadap salah satu prinsip dasar masyarakat demokratis yaitu kebebasan pers,” kata Sputnik.
Tak hanya itu, YouTube mengumumkan akan memblokir saluran Rusia tertentu dari memonetisasi video mereka, karena invasi Moskow ke Ukraina.
“Mengingat keadaan luar biasa di Ukraina, kami mengambil sejumlah tindakan,” kata juru bicara anak perusahaan Google dalam sebuah pernyataan, Sabtu (19/3), dilansir rfi.fr.
“Tim kami telah mulai menghentikan kemampuan saluran tertentu untuk menghasilkan uang di YouTube, termasuk saluran YouTube RT secara global,” kata juru bicara itu, merujuk pada outlet berita yang didanai negara Rusia.
Facebook juga mengumumkan, melarang media Pemerintah Rusia menjalankan iklan dan memonetisasi melalui platform-nya. Negara-negara di seluruh dunia mengeluarkan sanksi luas terhadap bisnis, bank, dan pejabat Rusia setelah Moskow menginvasi Ukraina pada 24 Februari lalu.
“Seperti biasa, tim kami terus memantau dengan cermat perkembangan baru, termasuk mengevaluasi apa arti sanksi baru dan kontrol ekspor bagi YouTube,” kata juru bicara platform tersebut.
Informasi Di Telegram
Mensiasati kebijakan YouTube dan kawan-kawan, Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, menyampaikan informasi lewat Telegram.
“Kami merasa perlu menyampaikan ini secara terbuka karena apa yang dilakukan Meta, yaitu Facebook dan Instagram, terhadap kami sama sekali tidak adil,” pernyataan Kedubes Rusia.
“Selain itu, setiap konten kami yang hendak anda bagikan, misalnya di Twitter, akan ada peringatan bahwa konten tersebut dikatakan sebagai konten yang berada di bawah kendali Pemerintah Rusia. Kami berpendapat bahwa yang dilakukan para pemilik medsos Barat dalam konteks situasi di Ukraina adalah terorisme informasi (informational terrorism),” imbuh pernyataan itu.
Pernyataan itu juga menyebut, sumber-sumber informasi Rusia diblokir atau dibatasi aksesnya sehingga masyarakat setempat tidak bisa memahami sudut pandang Negeri Beruang Putih itu.
“Bukankah hal ini adalah pelanggaran terhadap hak untuk mengakses informasi. Lagi pula, situasi ini semakin mengkhwatirkan mengingat penyebaran informasi oleh pihak Ukraina mengandung banyak hoax dan ujaran kebencian serta melakukan kekerasan terhadap para prajurit Rusia yang justru diperbolehkan Meta,” terangnya.
Kebijakan ini, menurut pernyataan itu membuktikan russophobia yang luar biasa di negara-negara Barat. Akibatnya, kini konten kami dibatasi. Konten-konten kami tidak terdistribusikan secara luas.
“Artinya, konten-konten kami belum tentu muncul pada feed pengikut kami. Sekarang, selain dibatasi, selalu ada kemungkinan akun kami diblokir. Konten-konten kami dianggap “mengancam” dan itu aneh,” pungkasnya.[MEL/RM.id]
Tinggalkan Balasan