Jokowi Masih Kecewa

Beberapa hari jelang puasa Ramadan, Presiden Jokowi blusukan ke sejumlah pasar tradisional, mengecek langsung ketersediaan sembako. Usai blusukan, Jokowi mengaku lega karena ketersediaan sejumlah bahan pokok cukup sampai Lebaran. Namun, untuk urusan minyak goreng (migor), Jokowi masih kecewa karena harganya belum sesuai harapan pemerintah.

Kemarin, Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Di Jawa Tengah, Jokowi sengaja melakukan blusukan ke pasar tradisional demi mengecek ketersediaan sembako jelang bulan Ramadan. Ada dua pasar tradisional yang didatangi kepala negara. Yaitu, Pasar Baledono, Purworejodan dan Pasar Rakyat di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang.

Pasar yang pertama dikunjungi adalah Pasar Baledono. Jokowi tiba di lokasi sekitar pukul 10 pagi, ditemani Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu, tampil dengan stelan khasnya. Kemeja lengan panjang warna putih dan bawahan hitam. Turun dari mobil, Jokowi langsung masuk pasar. Warga yang mengetahui ada Jokowi, langsung berebut minta foto dan salaman. Jokowi melayani permintaan foto itu, dengan ramah.

Di dalam pasar, Jokowi menanyakan harga-harga sejumlah bahan pokok ke pedagang. Selain mengecek harga dan ketersediaan sembako, Jokowi juga ikutan berbelanja. Dia membeli cabe dan ikan dari dua pedagang yang berbeda.

Sekitar 30 menit, Jokowi dan rombongan lalu bergegas meninggalkan lokasi.

Di Pasar Tempurejo, Jokowi juga melakukan hal yang sama. Berkeliling kios sembako, menanyakan ketersediaan dan harga sembako. Tidak lupa, kepala negara juga memberikan bantuan kepada para pedagang.

Usai blusukan, Jokowi mengaku lega karena stok sembako tersedia cukup baik di pasar yang dikunjunginya. “Saya kira untuk stok cukup. Namun, yang paling penting memang jangan sampai harga naik terlalu tinggi. Biasanya, kalau menjelang Lebaran kan seperti itu,” kata Jokowi.

Mimik wajah Jokowi lantas berubah ketika menyinggung soal migor. Dalam dialognya dengan beberapa pedagang di pasar, Jokowi mengaku, masih menemukan harga migor curah dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp14 ribu. Sementara migor kemasan masih cukup tinggi, yakni di angka Rp 24 ribu per liter

“Untuk minyak goreng curah memang tadi saya lihat sisanya di situ tinggal kira-kira 2 liter. Harganya Rp 15.500, masih belum mencapai apa yang kita inginkan di Rp14 ribu,” kata Jokowi.Mafia Migor Masih Bebas

Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat menyatakan kecurigaan adanya perbuatan mafia yang membuat harga migor meroket tinggi dan juga langka di pasaran. Namun, hingga kemarin, mafia migor yang dicurigai itu belum juga diungkapkan ke publik.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan punya alasan, kenapa pemerintah belum juga mengumumkan mafia migor. Pertama, masalah bukti. Kata dia, bukti yang dimiliki belum cukup kuat. Selain itu, ia mengungkapan nama mafia minyak goreng juga terkendala aturan.

Ia mengklaim, pihaknya sudah menemukan indikasi kuat terjadi aksi terstruktur yang dilakukan mafia migor itu. Salah satunya, penimbunan migor. Tapi, dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, definisi penimbunan harus dilakukan selama 3 bulan.

“Kalau baru seminggu nimbun engga bisa dikategorikan penimbunan, enggak kuat jadinya kita. Orang terbukti sudah ketemu, ada beberapa perusahaan yang sudah kami sanksi, tapi berbalik ke kami, ternyata enggak cukup bukti karena unsur hukum tidak terpenuhi,” kata Oke, saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, kemarin.

Karena itu, dalam rapat itu, ia mengusulkan untuk memperkuat Perpres Nomor 71. Oke menambahkan bahwa kata ‘mafia’ dipakai Mendag M Lutfi, agar lebih komunikatif kepada masyarakat. Namun, yang dimaksud Lutfi, lanjut dia, adalah pemain nakal yang mengganggu distribusi migor ke warga.
Dalam rapat yang sama, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengklaim rugi ratusan miliar rupiah akibat kebijakan pemerintah yang plin-plan.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, perubahan regulasi Kemendag yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir membuat pelaku pasar bingung. Ia minta pemerintah tak lagi mengeluarkan regulasi baru.

“Yang sekarang saja kita benahi, kalau ada yang baru lagi ya udah bayangkan kalau industri itu give up (menyerah). Ah pusing lah udah tutup aja, gimana?” kata Sahat. [BCG/rm.id]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *