Pengadilan Negeri Jakarta Timur diam-diam mengeksekusi duit Rp 244,6 miliar milik Pertamina. Dana yang tersimpan di rekening BRI itu dirampas terkait perkara sengketa lahan.
KEJAKSAAN pun turun tangan mengusut persoalan ini. Diduga BUMN migas itu telah menjadi korban mafia tanah dan mafia peradilan.
“Kepala Kejaksaan Tinggi DKI, Reda Manthovani telah memerintahkan tim penyelidik Asisten Tindak Pidana Khusus untuk menaikkan status penanganan kasus mafia tanah aset PT Pertamina ke tahap penyidikan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Ashari Syam.
Peningkatan status penanganan perkara diputuskan setelah tim melakukan gelar perkara. Kesimpulannya, ada dugaan tindakan pidana korupsi.
Penyidikan dilakukan untuk pengumpulan bukti untuk membuat terang perkara. “(Juga) guna menemukan tersangkanya,” kata Ashari.
Pengusutan kasus ini diawali surat perintah Kepala Kejati DKI nomor: Print-3026/M.1/ Fd.1/12/2021 tanggal 20 Desember 2021 tentang Penyelidikan Kasus Mafia Tanah Aset Milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Ramawangun, Jakarta Timur.
Hasil penyelidikan diperoleh fakta bahwa Pertamina memiliki lahan sekitar 1,6 hektare yang digunakan sebagai Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4.000 meter persegi, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) 4.000 meter per[1]segi dan sisanya untuk komplek rumah dinas Bappenas.
Kompleks terdiri dari 20 unit rumah. Statusnya pinjam pakai berdasarkan Akta Pengoperan dan Penyerahan Tanah No. 58 Tanggal 18 September 1973.
Tiba-tiba pada tahun 2014, muncul seseorang bernama OO Binti Medi menggugat Pertamina ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Gugatan diregister sebagai perkara nomor 127/ PDT.G/2014/PN.Jkt.
Tim OO Binti Medi mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 12.230 meter persegi yang merupakan aset Pertamina. Dasarnya Verponding Indonesia Nomor C 178, Verponding Indonesia Nomor C 22 dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi Nomor 28.
Gugatan dikabulkan PN Jakarta Timur. Di tingkat banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK), pengadilan menyatakan tanah ini merupakan milik ahli waris dari A Supandi. Pertamina dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar.
Belakangan, terkuak Verponding dan Surat Ketetapan Pajak—yang dijadikan dasar gugatan—adalah palsu. Hasil penyelidikan kejaksaan, diduga terjadi penyalahgunaan we[1]wenang dalam proses peradilan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Hal ini membuat Pertamina dirugikan sebesar Rp 244,6 miliar. Sebab, Juru Sita PN Jakarta Timur telah mengeksekusi dana sebesar itu dari rekening Pertamina di BRI. Padahal, Pertamina tidak pernah memberikan ataupun memberitahukan nomor rekening itu untuk kepentingan sita eksekusi.
“Ini yang menjadi persoalan krusial dan sedang kita telusuri lebih intensif di tahap penyidikan,” kata Ashari. Ia memastikan kejaksaan bakal memeriksa semua pihak yang terlibat. Termasuk jajaran PN Jakarta Timur yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. [GPG/RM.ID]
Tinggalkan Balasan