“Perwakilan Istana “ Ditolak

Yoki Eka Prianto berani menolak memenangkan perusahaan yang disodorkan “Perwakilan Istana” dalam lelang proyek. Akibatnya, ia dicopot dari Kepala Subbgian Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Kabupaten Langkat.

ORANG yang dijuluki “Perwakilan Istana” adalah Iskandar Perangin Angin. Ia kakak Terbit Muara Perangin Angin, Bupati Langkat.

Yoki menjelaskan tidak bisa memenangkan perusahaan yang diusulkan Iskandar karena harga penawarannya terlalu mahal. Sehingga, diputuskan perusahaan lain sebagai pemenangnya.

Keputusan ini taruhannya jabatan. Yoki pun didepak dari UKPBJ. “Dipindah karena tidak bisa mengamankan enam paket pekerjaan,” kata Yoki saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Kata Yoki, Iskandar menjadi tangan kanan Terbit dalam mengatur proyek di Pemkab Langkat. Proyek yang telah diatur itu diberi istilah “daftar pe­ngantin”. “Ada 65 paket (pekerjaan) sepanjang tahun 2021,” ungkapnya.

Dalam daftar itu perusahaan yang ditentukan menjadi pe­menang wajib menyetor fee untuk Terbit sebesar 16,5 persen dari nilai proyek.

Salah satu perusahaan yang tidak diakomodir menjadi pemenang adalah milik Marcos Surya Abdi. Padahal Marcos merupakan orang kepercayaan Iskandar. Hal itulah yang membuat Yoki dicopot.

Adanya praktik pengaturan proyek di Langkat juga diakui Staf Bidang Bina Marga Di­nas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Adaniar.

Menjawab pertanyaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Adaniar menyampaikan sudah menjadi rahasia umum mayoritas proyek di Langkat diatur Iskandar.

Dia pun mengungkapkan banyak pegawai Bina Marga Dinas PUPR yang mendapatkan uang dari kontraktor pemenang proyek. Adaniar tak menampik pernah menerima uang. “Jumlahnya Rp 400.000 sampai Rp 500.000,” akunya.Pada sidang ini, Yoki dan Adaniar dihadirkan Jaksa KPK sebagai saksi untuk perkara terdakwa Muara Perangin Angin. Pemilik CV Nizhami itu didakwa menyuap Terbit Rp 572 juta agar perusahaannya menjadi pemenang proyek.

Muara Perangin Angin selalu mendapat pekerjaan pada Dinas PUPR Kabupaten Langkat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat dengan menggunakan CV Nizhami, CV Balyan Teknik dan CV Sasaki. Terdakwa juga menggunakan perusahaan-perusahaan lain sebagai perusahaan pinjaman.

Jaksa menjelaskan suap senilai Rp 572 juta tersebut diberikan melalui empat pihak yakni Iskandar Perangin-angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra.

Atas perbuatan itu, Jaksa mendakwa Muara Perangin Angin melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK menjelaskan dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar terkait pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.

KPK menyebut agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase ‘fee’ oleh Terbit melalui Iskandar dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.

Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp 4,3 miliar.

Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.

Pemberian “fee” oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp 786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.

KPK menduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang “fee” dari ber­ba­gai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit menggunakan orang orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.

Selain itu KPK menduga banyak penerimaan-penerimaan uang melalui Iskandar dari berbagai rekanan. Hal itu akan didalami lebih lanjut tim penyidik. [BYU/rm.id]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *